Kejaksaan Belum Lepas dari Dosa Masa Lalu

Jum'at, 29 Mei 2020 - 16:28 WIB
“Walaupun suap baru sekadar isu, itu sudah sesuatu banget,” sahutnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (29/5) petang.

Dalam hal ini,menurutnya ada aspek etika yang diabaikan. “Mereka sepertinya mengisolasi diri dari kritikan yang disampaikan masyarakat.” Ini, lanjutnya, juga terkait deegan soal kepemimpinan dan budaya yang diciptakan di jajaran kejaksaan.

Dalam kasus Kemenpora, ia meminta jaksa penuntut umum yang mengetahui dan mendengar adanya dugaan suap itu wajib melaporkan ke pimpinan KPK. Dan itu statusnya seperti bukti permulaan, bisa langsung diselidiki atau disidik. “Pertanyaan apakah tim JPU sudah melaporkan ke pimpinan KPK,” sahutnya.

Yang kedua, kalau tidak dilaporkan apakah KPK sudah memerintahkan untuk mengajukan. “Dugaan saya, ini tidak dilaporkan karena menyangkut atasannnya di kejaksaan agung,” ujarnya. Alasannya, jaksa itu bersifat hierarkis dan dalam satu kesatuan. Dengan demikian, apakah pimpinan KPK sudah memerintahkan. “Kalau tak ada, saya harap Dewan Pengawas untuk mengingatkan bukti awal ini untuk diproses lebih lanjut.”

Namun ia pesimistis pengakuan Miftahul bisa ditangani secara layak. Alasannya Ketua KPK saat ini tak lebih bagian dari Mabes Polri. “Ketua KPK saat ini menjadikan posisinya untuk mendapatkan kenaikan pangkat, jadi bintang tiga,” tuturnya. Dan semua penyidiknya jadi ASN. Tapi ia mengingatkan, pimpinan KPK tetap punya kewenangan untumenindaklanjuti pengakuan itu. “Tinggal bagaimana menjalankannya saja,” katanya.

Dari suap recehan hingga miliaran rupiah

Terlepas dari itu, Luhut mengingatkan kejaksaan agar buru-buru berbenah. Tanpa itu jangan harap kewenangan penydidikan dan penuntutan perkara korupsi bisa segera kembali ke Kejaksaan. “Kalau seperti sekarang ini mana mungkin dapat dukungan,” ujarnya sembari menyentil sikap bermewah-mewah seorang jaksa yang hobi mengendarai mobil sport.

Luhut tak asal ngomong. Menurut catatan SINDOnews, sekali 2008-2019 ada 22 orang jaksa yang tertangkap tangan menerima suap. Mereka tersebar di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang, Kejari Cibinong, Kejari Praya (NTB), Kejari Jawa Barat, Kejari DI Yogyakarta, Kejari Surabaya, Kejari Lampung, Kejari Soe (NTT), Kejari Wamena, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Barat, Kejati Bengkulu, Kejati DKI, Kejati Bali, Kejati Maluku.

Mirisnya ada di antara mereka yang bersedia menjual pangkat dan jabatannya seharga Rp 100 juta, meski ada yang high profile, Rp 6 miliar, seperti Jaksa Urip Tri Gunawan.

Jaksa Urip yang tertangkap tangan menerima suap Rp 6miliar dari Artalyta Suryani, orang kepercayaan Sjamsul Nursalim akhirnya dihukum 20 tahun.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More