Pandemi Covid-19 Mengancam Masa Depan Anak Indonesia
Senin, 09 Agustus 2021 - 05:32 WIB
Yulina menegaskan bahwa bukan cuma kualitas kesehatan saja yang terganggu. Seluruh aspek tumbuh kembang anak, termasuk kecerdasan dan juga kualitas pendidikannya. Lantaran itu, pencegahan stunting dan masalah gizi anak tentunya harus ditopang juga dengan pemulihan ekonomi.
Sebagai solusi, menurut dia, pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait harus mengoptimalkan program pencegahan stunting dan masalah gizi anak di berbagai daerah, hingga ke pelosok, daerah tertinggal. Bisa melalui program bantuan sosial, Program Keluarga Harapan (PKH) maupun kegiatan sosial lainnya. Jika tidak dioptimalkan, bukan tidak mungkin masalah kekurangan gizi di masa pandemi ini bisa semakin meningkatkan jumlah anak yang terkena stunting atau masalah kesehatan lainnya.
Sementara itu, Direktur Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Dhian Probhoyekti mengakui bahwa masalah gizi masih menjadi permasalahan utama di Indonesia, terutama di kalangan anak-anak.
Menurut dia, kerawanan pangan dan gizi meningkatkan risiko terjadinya masalah gizi akut yakni gizi kurang dan gizi buruk pada kelompok rentan, bahkan masalah gizi kronik (stunting) pun mungkin akan meningkat jika penetapan tanggap darurat.
Pelayanan gizi. lanjut dia, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat dengan prioritas pada kelompok rawan, yaitu bayi dan balita, remaja putri, ibu hamil dan ibu menyusui. Ditegaskannya, pada situasi pandemi pelayanan gizi diharapkan dapat tetap berjalan dengan melakukan beberapa penyesuaian terkait dengan kebijakan pembatasan sosial yang diatur oleh pemerintah daerah setempat untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Dia lantas memaparkan, pemerintah Indonesia berupaya untuk menurunkan angka kekurangan gizi, baik stunting maupun wasting, sebagaimana tercantum dalam dalam RPJMN 2020-2024.
Dalam strategi nasional percepatan pencegahan stunting, disebutkan bahwa pelayanan gizi dilakukan di dalam dan di luar gedung meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan target intervensi kelompok 1000 HPK (Ibu Hamil, Ibu Menyusui, bayi 0 – 23 bulan), balita dan remaja.
Secara detail, kegiatan pelayanan gizi utama yang dilakukan ialah konseling dan suplementasi gizi ibu hamil dan makanan tambahan ibu hamil, promosi dan konseling IMD, ASI Eksklusif, MP-ASI dan melanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih, pemantauan pertumbuhan balita, suplementasi gizi balita dalam bentuk vitamin A dan makanan tambahan Balita gizikurang, penanganan balita gizi buruk, dan suplementasi pada remaja putri (rematri).
“Permasalahan ini tidak akan bisa diselesaikan tanpa adanya peran serta dari seluruh multisektoral. Sebagai salah satu solusi untuk menangani perihal tersebut, maka pentingnya untuk diberlakukan investasi gizi, karena dengan tertanganinya permasalahan gizi akan meningkatkan kredibilitas dan kualitas hidup bangsa Indonesia yang lebih baik," ungkap Dhian.
Sebagai solusi, menurut dia, pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait harus mengoptimalkan program pencegahan stunting dan masalah gizi anak di berbagai daerah, hingga ke pelosok, daerah tertinggal. Bisa melalui program bantuan sosial, Program Keluarga Harapan (PKH) maupun kegiatan sosial lainnya. Jika tidak dioptimalkan, bukan tidak mungkin masalah kekurangan gizi di masa pandemi ini bisa semakin meningkatkan jumlah anak yang terkena stunting atau masalah kesehatan lainnya.
Sementara itu, Direktur Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Dhian Probhoyekti mengakui bahwa masalah gizi masih menjadi permasalahan utama di Indonesia, terutama di kalangan anak-anak.
Menurut dia, kerawanan pangan dan gizi meningkatkan risiko terjadinya masalah gizi akut yakni gizi kurang dan gizi buruk pada kelompok rentan, bahkan masalah gizi kronik (stunting) pun mungkin akan meningkat jika penetapan tanggap darurat.
Pelayanan gizi. lanjut dia, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat dengan prioritas pada kelompok rawan, yaitu bayi dan balita, remaja putri, ibu hamil dan ibu menyusui. Ditegaskannya, pada situasi pandemi pelayanan gizi diharapkan dapat tetap berjalan dengan melakukan beberapa penyesuaian terkait dengan kebijakan pembatasan sosial yang diatur oleh pemerintah daerah setempat untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Dia lantas memaparkan, pemerintah Indonesia berupaya untuk menurunkan angka kekurangan gizi, baik stunting maupun wasting, sebagaimana tercantum dalam dalam RPJMN 2020-2024.
Dalam strategi nasional percepatan pencegahan stunting, disebutkan bahwa pelayanan gizi dilakukan di dalam dan di luar gedung meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan target intervensi kelompok 1000 HPK (Ibu Hamil, Ibu Menyusui, bayi 0 – 23 bulan), balita dan remaja.
Secara detail, kegiatan pelayanan gizi utama yang dilakukan ialah konseling dan suplementasi gizi ibu hamil dan makanan tambahan ibu hamil, promosi dan konseling IMD, ASI Eksklusif, MP-ASI dan melanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih, pemantauan pertumbuhan balita, suplementasi gizi balita dalam bentuk vitamin A dan makanan tambahan Balita gizikurang, penanganan balita gizi buruk, dan suplementasi pada remaja putri (rematri).
“Permasalahan ini tidak akan bisa diselesaikan tanpa adanya peran serta dari seluruh multisektoral. Sebagai salah satu solusi untuk menangani perihal tersebut, maka pentingnya untuk diberlakukan investasi gizi, karena dengan tertanganinya permasalahan gizi akan meningkatkan kredibilitas dan kualitas hidup bangsa Indonesia yang lebih baik," ungkap Dhian.
(ynt)
tulis komentar anda