Pandemi Covid-19 Mengancam Masa Depan Anak Indonesia
Senin, 09 Agustus 2021 - 05:32 WIB
Data di Indonesia, jumlah anak stunting di Indonesia masih tinggi meski menurun dibanding 2012. Berdasarkan estimasi UNICEF, terdapat 31,8% anak stunting di Indonesia, sehingga meraih predikat “very high”. Lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan (2,2%), Jepang (5,5%), Malaysia (20,9%), China (4,7%), Thailand (12,3%), Filipina (28,7%), dan Kenya (19,4%).
Keprihatinan sekaligus kekhawatiran dampak pandemi terhadap masa depan anak Indonesia di antaranya disampaikan Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati dan pakar Ilmu Anak dan Keluargadari Institut Pertanian Bogor (IPB), Yulina Eva Riani. Mufidayati bahkan menyebut, pandemi bukan hanya memberikan ancaman buruk terhadap kondisi kesehatan anak-anak remaja, tapi juga kesehatan jiwa/psikis anak.
Kondisi ini terjadi karena menurunnya pelayanan kesehatan dasar serta pemantauan kondisi gizi dan tumbuh kembang anak.
‘’Layanan posyandu yang sempat tutup dalam waktu lama, banyaknya kasus pelayanan puskesmas dan rumah sakit yang tutup akibat tenaga kesehatannya yang terpapar Covid, memberi dampak negatif bagi kesehatan balita dan ibu hamil,” kata Mufida kepada Koran SINDO, Minggu (8/8).
Dia menandaskan, puskesmas dan posyandu merupakan lini utama yang paling dekat dan mudah dijangkau masyarakat. Namun ternyata, selama pandemi sebagian besar puskemas dan posyandu tidak bisa berfungsi. Akibatnya, banyak ibu hamil yang tidak mendapatkan pelayanan antenatal yang memadai dan balita kurang terpantau perkembangan kesehatan dan pertumbuhannya. Situasi ini juga terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
‘’Salah satu dampak dari menurun drastisnya pelayanan kesehatan terhadap anak-anak adalah pemenuhan kebutuhan imunisasi anak. Padahal imunisasi ini sangat penting untuk menjaga imunitas anak dari berbagai penyakit akibat mikroorganisme, tidak hanya Covid-19,’’ kata dia.
Selain itu, pelayanan yang terbatas untuk balita juga mengancam keberlangsungan 25 juta balita di Indonesia untuk memperoleh imunisasi, suplemen vitamin A, pemantauan tumbuh kembang, dan pelayanan rutin lainnya yang sangat diperlukan oleh balita. Dampak dari ini semua adalah pada kualitas sumberdaya manusia Indonesia di masa datang, ketika para balita tersebut memasuki usia produktif.
Dia kemudian mengungkapkan, sebelum pandemi Covid-19, Indonesia sudah menghadapi tantangan dalam permasalahan pertumbuhan balita. Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 15.000 anak Indonesia terdampak dalam kejadian luar biasa antara polio, campak, difteri, gizi buruk dan wabah lainnya.
Kondisinya bertambah buruk karena pandemi berlangsung berkepanjangan. Akibatnya, imunisasi dasar yang terhambat, pemantauan pertumbuhan balita yang tidak berjalan baik, kualitas gizi yang menurun akibat ekonomi yang merosot akan memberi dampak di masa datang dalam pertumbuhan anak di masa datang.
Keprihatinan sekaligus kekhawatiran dampak pandemi terhadap masa depan anak Indonesia di antaranya disampaikan Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati dan pakar Ilmu Anak dan Keluargadari Institut Pertanian Bogor (IPB), Yulina Eva Riani. Mufidayati bahkan menyebut, pandemi bukan hanya memberikan ancaman buruk terhadap kondisi kesehatan anak-anak remaja, tapi juga kesehatan jiwa/psikis anak.
Kondisi ini terjadi karena menurunnya pelayanan kesehatan dasar serta pemantauan kondisi gizi dan tumbuh kembang anak.
‘’Layanan posyandu yang sempat tutup dalam waktu lama, banyaknya kasus pelayanan puskesmas dan rumah sakit yang tutup akibat tenaga kesehatannya yang terpapar Covid, memberi dampak negatif bagi kesehatan balita dan ibu hamil,” kata Mufida kepada Koran SINDO, Minggu (8/8).
Dia menandaskan, puskesmas dan posyandu merupakan lini utama yang paling dekat dan mudah dijangkau masyarakat. Namun ternyata, selama pandemi sebagian besar puskemas dan posyandu tidak bisa berfungsi. Akibatnya, banyak ibu hamil yang tidak mendapatkan pelayanan antenatal yang memadai dan balita kurang terpantau perkembangan kesehatan dan pertumbuhannya. Situasi ini juga terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
‘’Salah satu dampak dari menurun drastisnya pelayanan kesehatan terhadap anak-anak adalah pemenuhan kebutuhan imunisasi anak. Padahal imunisasi ini sangat penting untuk menjaga imunitas anak dari berbagai penyakit akibat mikroorganisme, tidak hanya Covid-19,’’ kata dia.
Selain itu, pelayanan yang terbatas untuk balita juga mengancam keberlangsungan 25 juta balita di Indonesia untuk memperoleh imunisasi, suplemen vitamin A, pemantauan tumbuh kembang, dan pelayanan rutin lainnya yang sangat diperlukan oleh balita. Dampak dari ini semua adalah pada kualitas sumberdaya manusia Indonesia di masa datang, ketika para balita tersebut memasuki usia produktif.
Dia kemudian mengungkapkan, sebelum pandemi Covid-19, Indonesia sudah menghadapi tantangan dalam permasalahan pertumbuhan balita. Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 15.000 anak Indonesia terdampak dalam kejadian luar biasa antara polio, campak, difteri, gizi buruk dan wabah lainnya.
Kondisinya bertambah buruk karena pandemi berlangsung berkepanjangan. Akibatnya, imunisasi dasar yang terhambat, pemantauan pertumbuhan balita yang tidak berjalan baik, kualitas gizi yang menurun akibat ekonomi yang merosot akan memberi dampak di masa datang dalam pertumbuhan anak di masa datang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda