Ekonomi Berbasis Saintek, Kunci Indonesia Menjadi Negara Maju
Sabtu, 07 Agustus 2021 - 11:36 WIB
"Oleh karena itulah menurut hemat saya, dalam kaitan membangun imaginasi kultural dalam mengejar ketertinggalan teknologi, hal mendasar yang harus dilakukan adalah perubahan midset dan Visi Iptek Indonesia," kata Pontjo.
Prof Erani dalam FGD pada Oktober 2020 yang lalu, telah mengusulkan agar bangsa Indonesia menghilangkan mindset kesejahteraan yang diperoleh dengan cara penguasaan sumber daya alam yang akan melahirkan kolonialisme dan imperialisme (merkantilisme). Harus diakui, sebagian besar dari masyarakat kita masih beranggapan bahwa teknologi itu identik dengan manufaktur, digitalisasi, bahkan sebatas penggunaan internet dan komputer.
Menurut Pontjo, visi iptek sangat diperlukan untuk mendorong dan mengikat semua pihak ke dalam kesatuan langkah pembangunan iptek, membuat kebijakan dan memperjelas posisi penetrasi iptek ke dalam pembangunan. Beberapa Negara seperti China, Korea, India, bahkan Malaysia yang saat ini mempunyai basis iptek yang kuat, dimulai dengan meletakkan visi iptek yang benar sehingga kebijakan-kebijakan ipteknya menunjang.
Dalam FGD bertema Mewujudkan Kesejahteraan Umum yang Berkeadilan tersebut, ikut memberikan pengantar adalah Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga Rektor UGM Prof Panut Mulyono, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Satryo Soemantri dan Ketua BPP HIMPI Mardani H Maming dan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latief.
FGD juga menampilkan narasumber antara lain Prof Didin S Damanhuri (Guru Besar Ekonomi IPB University), Ilham Akbar Habibie, Amalia Adininggar Widyasanti (Deputi Bidang Ekonomi, Kementerian PPN/Bappenas), Prof Ahmad Erani Yustika (Guru Besar Universitas Brawijaya), dan Eka Sastra (Wakil Ketua Umum BPP HIPMI). Mereka mendiskusikan dan memperkaya pemikiran serta gagasan yang terangkum dalam buku "Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila", juga melakukan semacam "uji sahih atau uji publik" agar rekomendasi kebijakan yang dirumuskan dalam buku ini, mendapat keabsahan secara sosiologis.
Buku "Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila" itu sendiri merupakan rangkuman dari berbagai pemikiran dan gagasan yang berkembang selama pelaksanaan Diskusi Serial selama dua tahun lebih sejak 20 Maret 2019 yang diselenggarakan bersama oleh Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan Harian Kompas.
Target utama dari penyelenggaraan Diskusi Serial dan disusunnya buku ini adalah menawarkan pendekatan baru dalam mengukuhkan kebangsaan melalui pendekatan budaya/peradaban dalam tiga ranah utama kehidupan sosial yaitu ranah mental spiritual (tata nilai), ranah institusional politikal (tata kelola), dan ranah material teknologikal (tata sejahtera) berdasarkan paradigma Pancasila. Pendekatan dan paradigma ini dapat digunakan sebagai tolok ukur paradigmatik dalam mengembangkan dan menguji sistem pembangunan nasional.
Prof Erani dalam FGD pada Oktober 2020 yang lalu, telah mengusulkan agar bangsa Indonesia menghilangkan mindset kesejahteraan yang diperoleh dengan cara penguasaan sumber daya alam yang akan melahirkan kolonialisme dan imperialisme (merkantilisme). Harus diakui, sebagian besar dari masyarakat kita masih beranggapan bahwa teknologi itu identik dengan manufaktur, digitalisasi, bahkan sebatas penggunaan internet dan komputer.
Menurut Pontjo, visi iptek sangat diperlukan untuk mendorong dan mengikat semua pihak ke dalam kesatuan langkah pembangunan iptek, membuat kebijakan dan memperjelas posisi penetrasi iptek ke dalam pembangunan. Beberapa Negara seperti China, Korea, India, bahkan Malaysia yang saat ini mempunyai basis iptek yang kuat, dimulai dengan meletakkan visi iptek yang benar sehingga kebijakan-kebijakan ipteknya menunjang.
Dalam FGD bertema Mewujudkan Kesejahteraan Umum yang Berkeadilan tersebut, ikut memberikan pengantar adalah Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga Rektor UGM Prof Panut Mulyono, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Satryo Soemantri dan Ketua BPP HIMPI Mardani H Maming dan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latief.
FGD juga menampilkan narasumber antara lain Prof Didin S Damanhuri (Guru Besar Ekonomi IPB University), Ilham Akbar Habibie, Amalia Adininggar Widyasanti (Deputi Bidang Ekonomi, Kementerian PPN/Bappenas), Prof Ahmad Erani Yustika (Guru Besar Universitas Brawijaya), dan Eka Sastra (Wakil Ketua Umum BPP HIPMI). Mereka mendiskusikan dan memperkaya pemikiran serta gagasan yang terangkum dalam buku "Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila", juga melakukan semacam "uji sahih atau uji publik" agar rekomendasi kebijakan yang dirumuskan dalam buku ini, mendapat keabsahan secara sosiologis.
Buku "Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila" itu sendiri merupakan rangkuman dari berbagai pemikiran dan gagasan yang berkembang selama pelaksanaan Diskusi Serial selama dua tahun lebih sejak 20 Maret 2019 yang diselenggarakan bersama oleh Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan Harian Kompas.
Target utama dari penyelenggaraan Diskusi Serial dan disusunnya buku ini adalah menawarkan pendekatan baru dalam mengukuhkan kebangsaan melalui pendekatan budaya/peradaban dalam tiga ranah utama kehidupan sosial yaitu ranah mental spiritual (tata nilai), ranah institusional politikal (tata kelola), dan ranah material teknologikal (tata sejahtera) berdasarkan paradigma Pancasila. Pendekatan dan paradigma ini dapat digunakan sebagai tolok ukur paradigmatik dalam mengembangkan dan menguji sistem pembangunan nasional.
(abd)
tulis komentar anda