Varian Baru Virus Corona Lebih Menular, Eks Direktur WHO: Tingkatkan WGS
Rabu, 28 Juli 2021 - 19:09 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan, potensi dunia akan menghadapi varian baru virus Corona (Covid-19) yang lebih ganas. Hal ini diungkapkan Jokowi saat mengumumkan perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 di Jawa Bali beberapa hari lalu.
"Pada 15 Juli 2021, Prof Didier Houssain pimpinan Emergency Committee WHO tentang COVID-19 menyatakan bahwa ada kemungkinan besar (“strong likelihood”) bahwa di waktu mendatang akan ada varian baru yang menyebar di dunia yang mungkin lebih berbahaya dan bahkan lebih sulit dikendalikan," ungkap Tjandra.
Semua ini kata Tjandra, menunjukkan bahwa Indonesia perlu memiliki data dan informasi yang akurat tentang perkembangan berbagai varian baru Covid-19.
"Sudah banyak dibicarakan bahwa salah satu alasan utama peningkatan kasus kita sekarang ini antara lain karena varian Delta yang memang jauh lebih mudah menular," jelasnya.
"Varian Delta adalah salah satu “Varian of Concern” dalam klasifikasi WHO, bersama varian Alfa, Beta dan Gamma. Selain itu ada juga berbagai varian baru yang oleh WHO dikelompokkan menjadi “Variant of Interest (VOI)”, yaitu varian Epsilon, Zeta, Eta, Theta, Iota dan dua yang paling banyak dibicarakan adalah Varian Kappa dan Lambda," papar Tjandra.
Tjandra pun mengingatkan meski sekarang banyak dibahas dampak varian Delta di Tanah Air, tapi harus waspada juga dengan kemungkinan varian baru lain. "Baik yang bermula dari luar negeri atau yang bukan tidak mungkin terbentuk di negara kita karena tingginya angka penularan di masyarakat," tuturnya.
"Jelasnya, kalau penularan di masyarakat sedang tinggi, seperti sekarang sedang terjadi di negara kita, maka virus akan terus bereplikasi dengan jumlah yang banyak, dan bukan tidak mungkin waktu replikasi akan terjadi perubahan /mutasi bagian virus dan kemudian terbentuk varian baru," ucapnya.
Oleh karena itu, Tjandra menegaskan, secara kesehatan masyarakat dan juga untuk menentukan kebijakan maka data yang cukup luas tentang varian Delta (atau varian lain) di Indonesia perlu diketahui.
"Jadi, peningkatan jumlah pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) menjadi amat diperlukan untuk kita mengetahui secara lebih tepat apa saja yang ada di lapangan," tutup Tjandra.
"Pada 15 Juli 2021, Prof Didier Houssain pimpinan Emergency Committee WHO tentang COVID-19 menyatakan bahwa ada kemungkinan besar (“strong likelihood”) bahwa di waktu mendatang akan ada varian baru yang menyebar di dunia yang mungkin lebih berbahaya dan bahkan lebih sulit dikendalikan," ungkap Tjandra.
Semua ini kata Tjandra, menunjukkan bahwa Indonesia perlu memiliki data dan informasi yang akurat tentang perkembangan berbagai varian baru Covid-19.
"Sudah banyak dibicarakan bahwa salah satu alasan utama peningkatan kasus kita sekarang ini antara lain karena varian Delta yang memang jauh lebih mudah menular," jelasnya.
"Varian Delta adalah salah satu “Varian of Concern” dalam klasifikasi WHO, bersama varian Alfa, Beta dan Gamma. Selain itu ada juga berbagai varian baru yang oleh WHO dikelompokkan menjadi “Variant of Interest (VOI)”, yaitu varian Epsilon, Zeta, Eta, Theta, Iota dan dua yang paling banyak dibicarakan adalah Varian Kappa dan Lambda," papar Tjandra.
Tjandra pun mengingatkan meski sekarang banyak dibahas dampak varian Delta di Tanah Air, tapi harus waspada juga dengan kemungkinan varian baru lain. "Baik yang bermula dari luar negeri atau yang bukan tidak mungkin terbentuk di negara kita karena tingginya angka penularan di masyarakat," tuturnya.
"Jelasnya, kalau penularan di masyarakat sedang tinggi, seperti sekarang sedang terjadi di negara kita, maka virus akan terus bereplikasi dengan jumlah yang banyak, dan bukan tidak mungkin waktu replikasi akan terjadi perubahan /mutasi bagian virus dan kemudian terbentuk varian baru," ucapnya.
Oleh karena itu, Tjandra menegaskan, secara kesehatan masyarakat dan juga untuk menentukan kebijakan maka data yang cukup luas tentang varian Delta (atau varian lain) di Indonesia perlu diketahui.
"Jadi, peningkatan jumlah pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) menjadi amat diperlukan untuk kita mengetahui secara lebih tepat apa saja yang ada di lapangan," tutup Tjandra.
(maf)
tulis komentar anda