Kehilangan Orang Tua akibat Covid-19, Ribuan Anak Butuh Bantuan
Senin, 26 Juli 2021 - 13:47 WIB
Secara umum, jumlah bantuan yang diberikan kepada setiap anak yatim sebesar Rp1 juta. Dia menyadari bahwa kebutuhan anak yatim lebih dari itu, namun kemampuan pihaknya membantu sangat bergantung pada sumbangan para dermawan. "Kami inginnya anak-anak yatim tersebut bisa diberi beasiswa agar bisa tetap lanjut sekolah, namun saat ini baru bantuan tunai ini dulu yang bisa kami salurkan," katanya.
A’ak menyebut jumlah anak yatim atau yatim piatu yang saat ini butuh bantuan tidak sedikit. Jika merujuk angka resmi pemerintah total yang meninggal akibat Covid-19 sudah melebihi 80.000. Dengan asumsi setiap korban meninggal rata-rata memiliki dua orang anak maka jumlah anak yatim sudah mencapai ratusan ribu. "Padahal jumlah orang yang meninggal dunia karena Covid-19 itu kan seperti fenomena gunung es, hanya puncaknya saja yang kelihatan. Fakta di lapangan jumlah yang meninggal jauh lebih besar," katanya.
Ke depan, A’ak berharap pemerintah bisa memberi perhatian khusus kepada anak yatim. Harus dilakukan pendataan untuk mengetahui kondisi setiap anak. Apalagi, di masa-masa awal orang tua meninggal bisa jadi orang di lingkungan sekitar masih menjauh. "Kalau si anak, misalnya kelaparan, tapi dia vokal, lalu teriak meminta makan, itu tidak masalah. Tapi berbahaya kalau si anak hanya diam dan tidak ada yang memperhatikan," tuturnya.
Siap Beri Perlindungan
Kondisi banyak anak yang menjadi yatim karena Covid-19 perlu perhatian pemerintah. Negara dinilai perlu hadir mengambil peran dengan memberi jaminan perlindungan. Anak yatim tersebut perlu dijamin mendapat pengasuhan, tidak putus sekolah, terpenuhi hak kesehatannya, tidak mengalami kekerasan atau menjadi objek eksploitasi, termasuk tidak dipaksa menikah di bawah umur.
Beban anak-anak tersebut berlipat ganda karena di saat yang sama juga rawan terpapar virus korona. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga Juli 2021, dari total 2 juta kasus Covid-19, 12,5% di antaranya atau sekitar 200.000 orang merupakan anak-anak.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Agustina Erni mengatakan, pemerintah dan semua pihak prihatin terhadap kondisi anak yang menjadi yatim karena orang tua meninggal akibat Covid-19. Namun, keprihatinan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan aksi nyata.
Agustina menyebut, selama ini telah ada sistem yang berjalan untuk menangani anak dengan kondisi seperti itu. "Sistem di lapangan yang dimiliki oleh pemerintah tentu sudah berjalan untuk memberikan bantuan dan dukungan bagi anak-anak yang mengalami hal tersebut," jaminnya.
Sejak tahun lalu Satgas Covid-19 telah mengeluarkan protokol tentang anak, yang salah satu poinnya memuat tentang pengasuhan anak yang orang tuanya meninggal karena Covid-19. Dengan protokol tersebut, kata Agustina, diharapkan ada kerja sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta dapat dilaksanakan dengan baik oleh Satgas Covid-19 bersama stakeholder lain, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemen PPPA, yang dilanjutkan oleh dinas terkait di daerah. "Oleh sebab itu, kami berharap hak-hak anak tetap dapat dipenuhi dan dilindungi, terutama melalui mekanisme bantuan sosial, termasuk hak pengasuhan bagi anak untuk berada di pengasuhan alternatif," paparnya.
Mengenai data jumlah anak yang menjadi yatim akibat Covid-19, Kemen PPPA mengaku tidak punya. Data soal anak yatim disebut ada pada Kementerian Sosial. Agustina mengatakan, tugas pokok dan fungsi Kemen PPPA, serta mandat perlindungan anak sesuai arahan Presiden kepada Menteri PPPA memang terkait dengan kondisi anak yang terpaksa mengalami keterpisahan dengan orang tua karena terdampak Covid-19.
A’ak menyebut jumlah anak yatim atau yatim piatu yang saat ini butuh bantuan tidak sedikit. Jika merujuk angka resmi pemerintah total yang meninggal akibat Covid-19 sudah melebihi 80.000. Dengan asumsi setiap korban meninggal rata-rata memiliki dua orang anak maka jumlah anak yatim sudah mencapai ratusan ribu. "Padahal jumlah orang yang meninggal dunia karena Covid-19 itu kan seperti fenomena gunung es, hanya puncaknya saja yang kelihatan. Fakta di lapangan jumlah yang meninggal jauh lebih besar," katanya.
Ke depan, A’ak berharap pemerintah bisa memberi perhatian khusus kepada anak yatim. Harus dilakukan pendataan untuk mengetahui kondisi setiap anak. Apalagi, di masa-masa awal orang tua meninggal bisa jadi orang di lingkungan sekitar masih menjauh. "Kalau si anak, misalnya kelaparan, tapi dia vokal, lalu teriak meminta makan, itu tidak masalah. Tapi berbahaya kalau si anak hanya diam dan tidak ada yang memperhatikan," tuturnya.
Siap Beri Perlindungan
Kondisi banyak anak yang menjadi yatim karena Covid-19 perlu perhatian pemerintah. Negara dinilai perlu hadir mengambil peran dengan memberi jaminan perlindungan. Anak yatim tersebut perlu dijamin mendapat pengasuhan, tidak putus sekolah, terpenuhi hak kesehatannya, tidak mengalami kekerasan atau menjadi objek eksploitasi, termasuk tidak dipaksa menikah di bawah umur.
Beban anak-anak tersebut berlipat ganda karena di saat yang sama juga rawan terpapar virus korona. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga Juli 2021, dari total 2 juta kasus Covid-19, 12,5% di antaranya atau sekitar 200.000 orang merupakan anak-anak.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Agustina Erni mengatakan, pemerintah dan semua pihak prihatin terhadap kondisi anak yang menjadi yatim karena orang tua meninggal akibat Covid-19. Namun, keprihatinan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan aksi nyata.
Agustina menyebut, selama ini telah ada sistem yang berjalan untuk menangani anak dengan kondisi seperti itu. "Sistem di lapangan yang dimiliki oleh pemerintah tentu sudah berjalan untuk memberikan bantuan dan dukungan bagi anak-anak yang mengalami hal tersebut," jaminnya.
Sejak tahun lalu Satgas Covid-19 telah mengeluarkan protokol tentang anak, yang salah satu poinnya memuat tentang pengasuhan anak yang orang tuanya meninggal karena Covid-19. Dengan protokol tersebut, kata Agustina, diharapkan ada kerja sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta dapat dilaksanakan dengan baik oleh Satgas Covid-19 bersama stakeholder lain, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemen PPPA, yang dilanjutkan oleh dinas terkait di daerah. "Oleh sebab itu, kami berharap hak-hak anak tetap dapat dipenuhi dan dilindungi, terutama melalui mekanisme bantuan sosial, termasuk hak pengasuhan bagi anak untuk berada di pengasuhan alternatif," paparnya.
Mengenai data jumlah anak yang menjadi yatim akibat Covid-19, Kemen PPPA mengaku tidak punya. Data soal anak yatim disebut ada pada Kementerian Sosial. Agustina mengatakan, tugas pokok dan fungsi Kemen PPPA, serta mandat perlindungan anak sesuai arahan Presiden kepada Menteri PPPA memang terkait dengan kondisi anak yang terpaksa mengalami keterpisahan dengan orang tua karena terdampak Covid-19.
Lihat Juga :
tulis komentar anda