Kehilangan Orang Tua akibat Covid-19, Ribuan Anak Butuh Bantuan

Senin, 26 Juli 2021 - 13:47 WIB
loading...
Kehilangan Orang Tua...
Ribuan anak Indonesia memerlukan bantuan dan perlindungan akibat orang tuanya meninggal dunia karena Covid-19. (Ilustrasi: KORAN SINDO/Win)
A A A
SESUNGGING senyum tipis terpancar di wajah Inayatil Farhanah, pada Minggu (25/7/2021) sore. Gadis 13 tahun asal Desa Batu Belah Timur, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Madura, tersebut baru saja menerima santunan berupa uang tunai untuk anak-anak yatim yang terdampak Covid-19.

"Banyak terima kasih atas bantuannya," ujar siswi kelas 7 madrasah tsanawiyah tersebut saat menerima santunan di rumahnya di Kampung Toron Malem.

Naya, panggilan gadis tersebut, adalah satu di antara ribuan anak yatim di Tanah Air yang kini butuh uluran tangan lantaran orang tuanya meninggal akibat Covid-19. Naya merupakan anak tunggal yang kini yatim piatu. Ibu Naya meninggal pada Januari 2021, sedangkan ayahnya pada Oktober 2020. "Sekarang tinggal bersama nenek. Ingin terus sekolah, sampai kuliah, mau jadi dokter," ujarnya saat ditanya tentang harapan dan cita-citanya.

Bantuan untuk anak yatim terdampak Covid-19 yang mulai diserahkan kemarin tersebut digalang oleh GUSDURian Peduli. GUSDURian Peduli tercatat sebagai salah satu lembaga yang menggalang dana dari para donatur karena prihatin akan nasib anak-anak Indonesia yang orang tuanya meninggal dunia akibat Covid-19.

Faiqul Khair Al-Kudus, Koordinator GUSDURian Peduli Sumenep, mengatakan, bantuan uang tunai Rp1 juta itu diharapkan bisa sedikit meringankan beban para anak yatim. "Bantuan seperti ini minimal bisa meringankan. Kami harap banyak orang yang bisa tergerak membantu, meski kecil tapi itu akan sangat berdampak," ujarnya melalui sambungan telepon seusai penyerahan bantuan Minggu (25/7/2021).

Faiqul mengatakan, gerakan membantu anak yatim oleh GUSDURian Peduli berlangsung di banyak wilayah Tanah Air. Dia yakin di tengah melambungnya Covid-19 saat ini sangat banyak anak-anak yatim yang butuh uluran tangan. "Di wilayah Madura saja sementara ini hasil identifikasi kami sudah ada hampir 100 anak yang layak dibantu. Sebagian besar yatim piatu. Setelah Semenep besok kami lanjut di Pamekasan," ujarnya.

Ketua Umum GUSDURian Peduli A'ak Abdullah Al-Kudus mengatakan, inisiatif penggalangan dana bagi anak yatim dilakukan untuk merespons fakta di lapangan di mana sangat banyak anak yang menjadi yatim, bahkan yatim piatu, karena orang tuanya meninggal akibat Covid-19. Pihaknya tergerak menggalang bantuan karena melihat sendiri kondisi anak-anak yatim tersebut. “Jangan membiarkan mereka sendirian. Apalagi, pemerintah sejauh ini kami lihat belum melakukan langkah konkret khusus kepada anak yatim yang terdampak Covid," ujarnya saat dihubungi Sabtu (24/7).

A’ak mengungkapkan, GUSDURian di seluruh wilayah di Tanah Air akan terus mengidentifikasi anak-anak yatim akibat Covid-19 yang dinilai layak diberi bantuan. Setelah menggalang dana selama dua pekan, penyaluran dana mulai dilakukan Minggu (25/7/2021).

Bantuan santunan diberikan kepada anak yatim yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Termasuk yang disasar di antaranya Vino, bocah 10 tahun, asal Kampung Linggang Purworejo, Tering, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim. Anak tersebut viral di media sosial karena harus menjalani isolasi mandiri seorang diri karena kedua orang tuanya meninggal terpapar ganasnya Covid-19. "Rekan kami GUSDURian di Kutai Barat sudah kami kontak, siap menuju rumah anak itu, lokasinya cukup jauh, delapan jam perjalanan dari kota," ujarnya.

Secara umum, jumlah bantuan yang diberikan kepada setiap anak yatim sebesar Rp1 juta. Dia menyadari bahwa kebutuhan anak yatim lebih dari itu, namun kemampuan pihaknya membantu sangat bergantung pada sumbangan para dermawan. "Kami inginnya anak-anak yatim tersebut bisa diberi beasiswa agar bisa tetap lanjut sekolah, namun saat ini baru bantuan tunai ini dulu yang bisa kami salurkan," katanya.

A’ak menyebut jumlah anak yatim atau yatim piatu yang saat ini butuh bantuan tidak sedikit. Jika merujuk angka resmi pemerintah total yang meninggal akibat Covid-19 sudah melebihi 80.000. Dengan asumsi setiap korban meninggal rata-rata memiliki dua orang anak maka jumlah anak yatim sudah mencapai ratusan ribu. "Padahal jumlah orang yang meninggal dunia karena Covid-19 itu kan seperti fenomena gunung es, hanya puncaknya saja yang kelihatan. Fakta di lapangan jumlah yang meninggal jauh lebih besar," katanya.

Ke depan, A’ak berharap pemerintah bisa memberi perhatian khusus kepada anak yatim. Harus dilakukan pendataan untuk mengetahui kondisi setiap anak. Apalagi, di masa-masa awal orang tua meninggal bisa jadi orang di lingkungan sekitar masih menjauh. "Kalau si anak, misalnya kelaparan, tapi dia vokal, lalu teriak meminta makan, itu tidak masalah. Tapi berbahaya kalau si anak hanya diam dan tidak ada yang memperhatikan," tuturnya.

Siap Beri Perlindungan
Kondisi banyak anak yang menjadi yatim karena Covid-19 perlu perhatian pemerintah. Negara dinilai perlu hadir mengambil peran dengan memberi jaminan perlindungan. Anak yatim tersebut perlu dijamin mendapat pengasuhan, tidak putus sekolah, terpenuhi hak kesehatannya, tidak mengalami kekerasan atau menjadi objek eksploitasi, termasuk tidak dipaksa menikah di bawah umur.

Beban anak-anak tersebut berlipat ganda karena di saat yang sama juga rawan terpapar virus korona. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga Juli 2021, dari total 2 juta kasus Covid-19, 12,5% di antaranya atau sekitar 200.000 orang merupakan anak-anak.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Agustina Erni mengatakan, pemerintah dan semua pihak prihatin terhadap kondisi anak yang menjadi yatim karena orang tua meninggal akibat Covid-19. Namun, keprihatinan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan aksi nyata.

Agustina menyebut, selama ini telah ada sistem yang berjalan untuk menangani anak dengan kondisi seperti itu. "Sistem di lapangan yang dimiliki oleh pemerintah tentu sudah berjalan untuk memberikan bantuan dan dukungan bagi anak-anak yang mengalami hal tersebut," jaminnya.

Sejak tahun lalu Satgas Covid-19 telah mengeluarkan protokol tentang anak, yang salah satu poinnya memuat tentang pengasuhan anak yang orang tuanya meninggal karena Covid-19. Dengan protokol tersebut, kata Agustina, diharapkan ada kerja sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta dapat dilaksanakan dengan baik oleh Satgas Covid-19 bersama stakeholder lain, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemen PPPA, yang dilanjutkan oleh dinas terkait di daerah. "Oleh sebab itu, kami berharap hak-hak anak tetap dapat dipenuhi dan dilindungi, terutama melalui mekanisme bantuan sosial, termasuk hak pengasuhan bagi anak untuk berada di pengasuhan alternatif," paparnya.

Mengenai data jumlah anak yang menjadi yatim akibat Covid-19, Kemen PPPA mengaku tidak punya. Data soal anak yatim disebut ada pada Kementerian Sosial. Agustina mengatakan, tugas pokok dan fungsi Kemen PPPA, serta mandat perlindungan anak sesuai arahan Presiden kepada Menteri PPPA memang terkait dengan kondisi anak yang terpaksa mengalami keterpisahan dengan orang tua karena terdampak Covid-19.

Karena itu, ada sejumlah langkah perlindungan yang akan diambil demi menjamin terpenuhinya hak anak. Di antaranya, pertama, melalui keluarga. Kemen PPPA melalui 189 unit layanan keluarga yaitu pusat pembelajaran keluarga (puspaga) menjadikan keluarga sebagai pelopor dan pelapor akan pentingnya pengasuhan berbasis hak anak. "Hak anak yang diasuh oleh orang tua, jika tidak ada maka keluarga pengganti yang bertanggung jawab," ujarnya.

Kedua, melalui sekolah dan madrasah ramah anak. Dari sini akan dimonitor hak pendidikan bagi anak yang mengalami dampak keterpisahan dari orang tuanya. Ketiga, melalui puskesmas ramah anak. Kesehatan anak akan selalu dipastikan melalui puskesmas yang ada.

Keempat, melalui rumah ibadah ramah anak. Dijelaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta dengan turut melakukan pengasuhan bersama sementara kepada anak. "Dengan dibantu para tokoh agama, tokoh adat, itu untuk memastikan bahwa anak diasuh oleh keluarga pengganti," katanya.

Negara Harus Jamin Hak Anak
Banyaknya anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19 mengundang keprihatinan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lembaga ini mendorong pemerintah daerah (pemda) memastikan pemenuhan hak anak-anak yang kehilangan orangtuanya tersebut, seperti hak atas pendidikan, hak pemenuhan kesehatan, dan memastikan sang anak dalam pengasuhan keluarga terdekat.

“Kalaupun harus masuk ke panti asuhan, itu adalah pilihan terakhir,” ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti, Minggu (25/7/2021).

Penanganan anak-anak tanpa orang tua akibat Covid-19 menurut dia memerlukan kehadiran negara dalam bentuk dukungan APBN dan APBD. Kelangsungan hidup serta masa depan anak-anak, terutama yang masih di bawah umur, harus bisa dijamin oleh negara.

Dalam hal kesehatan KPAI mendorong pemerintah melengkapi imunisasi dasar untuk balita dan anak-anak, karena program tersebut menurun selama pandemi. Jika kondisinya makin menurun, maka dapat berpotensi memicu wabah lainnya.

“Pandemi mengakibatkan layanan dasar kesehatan berupa pemberian imunisasi dan vaksin seperti polio, hepatitis B, dan lain-lain pada anak-anak balita menurun. Hal ini disebabkan para orangtua khawatir anak-anaknya tertular Covid-19 jika dibawa ke fasilitas kesehatan,” ujarnya.

KPAI juga mendorong pemerintah dan pemerintah daerah mempercepat program vaksinasi Covid-19 pada anak usia 12-17 tahun agar segera terbentuk kekebalan komunitas, termasuk kekebalan di lingkungan satuan pendidikan ketika PTM (pembelajaran tatap muka) digelar nanti.

Dalam hal hak pendidikan, KPAI mendorong pemerintah, termasuk pemda, memberikan beasiswa dan fasilitas belajar daring. Tujuannya mencegah anak-anak putus sekolah karena alasan ekonomi, seperti tidak mampu membayar SPP, tidak memiliki alat belajar daring, terpaksa harus bekerja membantu orang tuanya, dan menikah di usia anak.

Retno juga meminta pemerintah untuk membuat pasal khusus mengenai perlindungan anak pada situasi bencana, baik dalam Undang-Undang (UU) Kebencanaan maupun dalam UU Perlindungan Anak. Pada dua regulasi tersebut, kata dia, tidak ditemukan pasal yang spesifik mengatur perlindungan anak pada situasi bencana.

Anak Terancam Perkawinan di Bawah Umur
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengatakan dukungan secara psikologis sangat dibutuhkan oleh anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19. Sudah seharusnya pemerintah bergerak cepat untuk membantu anak -anak tersebut.

Dimulai dari struktur pemerintahan paling bawah yakni RT, RW dan kelurahan dengan menyiapkan data untuk disampaikan kepada pemerintah daerah setempat. Kemudian Kementerian Sosial dapat bekerja sama dengan Kemen PPPA untuk membuat kebijakan demi memperhatikan masa depan anak anak yang ditinggal orangtuanya. Apalagi, banyak anak-anak yang kehilangan orang tua berasal dari keluarga kurang mampu.

Dia mengakui anak perempuan usia remaja yang tanpa orang tua tersebut bisa mengalami kekerasan dengan dipaksa dinikahkan. Komnas Perempuan memang diakuinya belum punya data akurat mengenai hal ini. Namun data Unicef dapat menjadi acuan yang menjelaskan bahwa pernikahan anak mencapai 10 juta dalam dekade terakhir termasuk selama pandemi.

"Meski data secara global tetapi ini menjadi realitas di negara-negara berkembang. Sebelumnya juga memang Indonesia mencatatkan angka tinggi untuk perkawinan anak. Bisa dibayangkan di situasi pandemi, seperti apa di Indonesia, terutama bagi keluarga yang tidak mampu," ungkapnya, Minggu (25/7/2021).

Dijelaskan, pemerintah sebenarnya sudah punya rencana strategis mengenai aturan pernikahan anak yang disusun sebelum masa pandemi yakni pada 2018-2019 dan diluncurkan pada awal 2020. Karena fakta terjadi pandemi, pemerintah diharapkan menyususn ulang strategi nasional sesuai dengan situasi saat ini.

“Bagaimana mencegah perkawinan anak dan apa solusi yang ditawarkan pemerintah untuk kelompok-kelompok yang di bawah,” kata dia.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0992 seconds (0.1#10.140)