Sumbang Plasma, Selamatkan Jiwa Sesama
Senin, 19 Juli 2021 - 05:27 WIB
Jika diintegrasikan dengan data 2 juta penyintas Covid-19 yang sembuh hingga saat ini, sudah semestinya kebutuhan plasma tersebut bisa dioptimalkan. Selain manajemen yang tak terkelola baik, Dedi menduga persoalan tersebut disinyalir karena belum banyak masyarakat yang paham tentang plasma konvalesen dan seberapa besar manfaatnya bagi pasien Covid-19.
“Ditambah pemerintah nggak punya data. Mau kejar kemana mereka. Pejabat cari plasma konvalesen aja susah, gimana kalau masyarakat? Palingan mereka andalin saudara familinya. Kalau ada, kalau enggak, mau apa coba,” celetuknya.
Ia pun meminta pemerintah harus tegas dan dapat segera memperbaiki sistem manajemen data Covid-19 sehingga terintegrasi dengan baik antara fasilitas kesehatan masyarakat seperti puskesmas, rumah sakit, hingga PMI. Menurut dia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Satgas Penanganan Covid-19 memiliki peran paling strategis dalam mengurus integrasi data ini secara terpadu.
“Mereka bisa menghubungkan antar kementerian/lembaga. Apalagi Kemenkes bisa mengintegrasikan antara jenjang pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas, rumah sakit di daerah, sampai ke rumah sakit pusat. Itu diberdayakan dong, ini kan sangat mungkin dikerjakan. Persoalan data diberesin, fasilitas kesehatan disiapkan, dan masyarakatnya dimobilisasi melalui puskesmas,” ujar Dedi memberi masukan.
Dia kembali menegaskan bahwa semua persoalan tetap tergantung dari kemauan politik (political will) pemerintah. Jika sudah disepakati bahwa plasma konvalesen sangat penting dan bermanfaat, maka sebaiknya dikelola dengan optimal.
“Saya lihat masalah utamanya itu balik lagi ke leadership. Untuk urusan teknis, harus ada manajernya. Untuk urusan kesehatan ya tetap di Kemenkes. Kalaupun satgas Covid, kelemahannya adalah nggak punya jejaring cukup kuat ke fasilitas kesehatan. Yang paling kuat atau superbody ya Kemenkes,” tandasnya.
Saran lainnya, Dedi juga mendorong agar pemerintah juga memaksimalkan peran puskesmas hingga kepala desa atau lurah untuk aktif memobilisasi penyintas Covid-19 untuk mendonor. Kalau sudah ada data, nomor kontak, alamat rumah, itu akan memudahkan untuk memobilisasi pendonor.
“Kalau nggak perlu ketemu, kan tinggal kontak aja. Itu sangat mungkin untuk dikerjakan. Jangan semua beban diserahkan ke PMI, ya mabok lah! Diskrining dululah, jadi yang masuk ke PMI betul-betul sesuai harapan. Artinya, puskesmas dan lurah/desa juga harus lebih proaktif,” pungkasnya.
Pro Kontra Plasma Konvalesen
Lantas, apa faktor penentu keberhasilan terapi plasma konvalesen yang dilakukan terhadap pasien? Menjawab ini, Kepala Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta Niken Ritchie menjelaskan bahwa metode terapi plasma konvaselen memang masih pro kontra.
“Ditambah pemerintah nggak punya data. Mau kejar kemana mereka. Pejabat cari plasma konvalesen aja susah, gimana kalau masyarakat? Palingan mereka andalin saudara familinya. Kalau ada, kalau enggak, mau apa coba,” celetuknya.
Ia pun meminta pemerintah harus tegas dan dapat segera memperbaiki sistem manajemen data Covid-19 sehingga terintegrasi dengan baik antara fasilitas kesehatan masyarakat seperti puskesmas, rumah sakit, hingga PMI. Menurut dia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Satgas Penanganan Covid-19 memiliki peran paling strategis dalam mengurus integrasi data ini secara terpadu.
“Mereka bisa menghubungkan antar kementerian/lembaga. Apalagi Kemenkes bisa mengintegrasikan antara jenjang pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas, rumah sakit di daerah, sampai ke rumah sakit pusat. Itu diberdayakan dong, ini kan sangat mungkin dikerjakan. Persoalan data diberesin, fasilitas kesehatan disiapkan, dan masyarakatnya dimobilisasi melalui puskesmas,” ujar Dedi memberi masukan.
Dia kembali menegaskan bahwa semua persoalan tetap tergantung dari kemauan politik (political will) pemerintah. Jika sudah disepakati bahwa plasma konvalesen sangat penting dan bermanfaat, maka sebaiknya dikelola dengan optimal.
“Saya lihat masalah utamanya itu balik lagi ke leadership. Untuk urusan teknis, harus ada manajernya. Untuk urusan kesehatan ya tetap di Kemenkes. Kalaupun satgas Covid, kelemahannya adalah nggak punya jejaring cukup kuat ke fasilitas kesehatan. Yang paling kuat atau superbody ya Kemenkes,” tandasnya.
Saran lainnya, Dedi juga mendorong agar pemerintah juga memaksimalkan peran puskesmas hingga kepala desa atau lurah untuk aktif memobilisasi penyintas Covid-19 untuk mendonor. Kalau sudah ada data, nomor kontak, alamat rumah, itu akan memudahkan untuk memobilisasi pendonor.
“Kalau nggak perlu ketemu, kan tinggal kontak aja. Itu sangat mungkin untuk dikerjakan. Jangan semua beban diserahkan ke PMI, ya mabok lah! Diskrining dululah, jadi yang masuk ke PMI betul-betul sesuai harapan. Artinya, puskesmas dan lurah/desa juga harus lebih proaktif,” pungkasnya.
Pro Kontra Plasma Konvalesen
Lantas, apa faktor penentu keberhasilan terapi plasma konvalesen yang dilakukan terhadap pasien? Menjawab ini, Kepala Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta Niken Ritchie menjelaskan bahwa metode terapi plasma konvaselen memang masih pro kontra.
Lihat Juga :
tulis komentar anda