Digitalisasi Fasilitas Kesehatan Belum Maksimal
Sabtu, 10 Juli 2021 - 08:33 WIB
Ia pun menyatakan, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan ekosistemhealth techmencakup beberapa hal seperti sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang sebagian besar belum melek digital, pelayanan kesehatan yang belum siap beralih ke digital hingga regulasi yang belum mendukung.
"Regulasi yang belum mendukung dari sudut pandang digital dan berbagai pemangku kepentingan masih dalam kacamata kuno. Contoh saja telekonsultasi dan rekam medis elektronik, peraturannya saat ini juga belum selesai, tetapi sudah banyak pelakunya," ujarnya.
Ekosistemhealth techsaat ini dinilai Ono masih sangat terbatas. Para pelaku yang ingin melahirkan inovasi kerap kali terbentur mencari bentuk inovasi yang dapat masuk ke sistem konvensional.
"Untuk melakukan sesuatu yang sangat berbeda belum tentu ada pasarnya atau malah akan dianggap tidak sungguh-sungguh," urainya.
Untuk mengatasinya, ia menyarankan perlu lebih banyak kerja sama riset dari akademisi, industri, dan perusahaan rintisan serta peran pemerintah yang mengutamakan regulasi yang mendorong inovasi, bukan menahan. Selain itu perlu adanya pengayaan bagi profesi tenaga kesehatan mengenai peranan teknologi sebagai bagian penting dalam pelayanan kesehatan. Perbaikan kurikulum pendidikan yang membuat literasi digital juga perlu dilakukan.
"Perlu duduk bersama antar-pemangku kepentingan terkait, yakni pemerintah dan perhimpunan profesi kesehatan, dengan tujuan mewujudkan regulasi yang mendukung inovasi, antara lain denganhealth tech regulatory sandboxdi mana regulasi bisa mulai bertemu di tengah dengan inovasi," tuturnya.
Sejauh ini Ono menyebutkan hampir 80 rintisan teknologi kesehatan yang terdaftar dalam tujuh kategori. Kategori ini dipilih berdasarkan bisnis model utamanya, antara lain media dan komunitas, sistem informasi,on-demand health,marketplace, telekonsultasi,e-learning, sertaartificial intelligence(AI), IoT.
Sementara itu pengamat kesehatan Hasbullah Thabrany juga mendorong rumah sakit pemerintah dan swasta di Indonesia untuk meningkatkan layanan secara optimal, termasuk memperluas penggunaan aplikasi kesehatan sebagai bentuk digitalisasi kesehatan. Karena aplikasi dapat memangkas sejumlah tahapan yang selama ini diperlukan rumah sakit untuk beroperasi melayani masyarakat.
"Terutama untuk mempertemukan pasien dengan dokter yang sesuai dengan keluhan kesehatan pasien," ujarnya.
"Regulasi yang belum mendukung dari sudut pandang digital dan berbagai pemangku kepentingan masih dalam kacamata kuno. Contoh saja telekonsultasi dan rekam medis elektronik, peraturannya saat ini juga belum selesai, tetapi sudah banyak pelakunya," ujarnya.
Ekosistemhealth techsaat ini dinilai Ono masih sangat terbatas. Para pelaku yang ingin melahirkan inovasi kerap kali terbentur mencari bentuk inovasi yang dapat masuk ke sistem konvensional.
"Untuk melakukan sesuatu yang sangat berbeda belum tentu ada pasarnya atau malah akan dianggap tidak sungguh-sungguh," urainya.
Untuk mengatasinya, ia menyarankan perlu lebih banyak kerja sama riset dari akademisi, industri, dan perusahaan rintisan serta peran pemerintah yang mengutamakan regulasi yang mendorong inovasi, bukan menahan. Selain itu perlu adanya pengayaan bagi profesi tenaga kesehatan mengenai peranan teknologi sebagai bagian penting dalam pelayanan kesehatan. Perbaikan kurikulum pendidikan yang membuat literasi digital juga perlu dilakukan.
"Perlu duduk bersama antar-pemangku kepentingan terkait, yakni pemerintah dan perhimpunan profesi kesehatan, dengan tujuan mewujudkan regulasi yang mendukung inovasi, antara lain denganhealth tech regulatory sandboxdi mana regulasi bisa mulai bertemu di tengah dengan inovasi," tuturnya.
Sejauh ini Ono menyebutkan hampir 80 rintisan teknologi kesehatan yang terdaftar dalam tujuh kategori. Kategori ini dipilih berdasarkan bisnis model utamanya, antara lain media dan komunitas, sistem informasi,on-demand health,marketplace, telekonsultasi,e-learning, sertaartificial intelligence(AI), IoT.
Sementara itu pengamat kesehatan Hasbullah Thabrany juga mendorong rumah sakit pemerintah dan swasta di Indonesia untuk meningkatkan layanan secara optimal, termasuk memperluas penggunaan aplikasi kesehatan sebagai bentuk digitalisasi kesehatan. Karena aplikasi dapat memangkas sejumlah tahapan yang selama ini diperlukan rumah sakit untuk beroperasi melayani masyarakat.
"Terutama untuk mempertemukan pasien dengan dokter yang sesuai dengan keluhan kesehatan pasien," ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda