PKS Minta Pemerintah Terapkan Travel Ban kepada Negara Risiko Tinggi COVID-19
Jum'at, 09 Juli 2021 - 09:32 WIB
Jika menunjukkan hasil negatif, maka karantina dinyatakan selesai setelah hari ke-8 dan dianjurkan melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Selain menjalani karantina, WNA yang masuk ke Indonesia harus menunjukkan bukti telah menerima vaksin Covid-19 dosis lengkap sebagai persyaratan memasuki Indonesia.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Selasa 6 Juli 2021 menyebutkan bahwa pemerintah hingga saat ini belum menutup pintu masuk untuk WNA ke Indonesia karena semua WNA yang masuk ke Indonesia sudah mengikuti prosedur yang berlaku, di antaranya karantina 8 hari. Sebenarnya ada negara yang memberlakukan karantina 14 hari misalkan di Taiwan dan ada yang 21 hari misalkan di Vietnam.
Menurut Luhut, pemerintah melihat dari hasil studinya dan dari negara-negara yang dianggap cukup baik adalah karantina 8 hari. Menanggapi Surat Edaran Kemenhub Nomor SE 47 dan 48 Tahun 2021, addendum Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2021 Satgas Penanganan Covid-19 dan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi di atas, di tengah kasus harian yang terus meningkat, Suryadi mengatakan seharusnya penerbangan internasional ditutup sementara di masa PPKM darurat ini.
"Kalaupun sulit karena berbagai faktor, maka PKS mengingatkan bahwa Interim guidance atau Panduan Sementara dari WHO (World Health Organization) terakhir tertanggal 25 Juni 2021 tentang Pertimbangan Untuk Karantina Kontak Kasus Covid-19 masih menyebutkan ketentuan karantina 14 hari," ujar Suryadi.
Pada saat ini, menurut WHO, tidak ada data yang menunjukkan bahwa ada perubahan dalam masa inkubasi varian SARS-CoV-2 seperti varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta yang menjadi perhatian saat ini. "Adapun jika karantina dipersingkat kurang dari 14 hari, PKS meminta agar WNA tersebut harus lebih sering dites selama berada di Indonesia, bukan sekedar tes RT-PCR kedua pada masa karantina 8 hari," ungkap Suryadi.
Hal tersebut, kata dia, berdasarkan pernyataan pakar epidemiologi terkemuka di China Prof Zhong Nanshan bahwa masa inkubasi COVID-19 varian Delta tidak sepanjang varian-varian sebelumnya, sehingga bentuk pencegahannya tidak memerlukan karantina dalam waktu yang lebih lama, namun harus lebih sering tes.
"Pendapat Zhong tersebut berdasarkan penelitian atas ditemukannya beberapa kasus varian Delta di Provinsi Guangdong, wilayah selatan China yang menerima kedatangan 90% pengguna penerbangan internasional," katanya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Selasa 6 Juli 2021 menyebutkan bahwa pemerintah hingga saat ini belum menutup pintu masuk untuk WNA ke Indonesia karena semua WNA yang masuk ke Indonesia sudah mengikuti prosedur yang berlaku, di antaranya karantina 8 hari. Sebenarnya ada negara yang memberlakukan karantina 14 hari misalkan di Taiwan dan ada yang 21 hari misalkan di Vietnam.
Menurut Luhut, pemerintah melihat dari hasil studinya dan dari negara-negara yang dianggap cukup baik adalah karantina 8 hari. Menanggapi Surat Edaran Kemenhub Nomor SE 47 dan 48 Tahun 2021, addendum Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2021 Satgas Penanganan Covid-19 dan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi di atas, di tengah kasus harian yang terus meningkat, Suryadi mengatakan seharusnya penerbangan internasional ditutup sementara di masa PPKM darurat ini.
"Kalaupun sulit karena berbagai faktor, maka PKS mengingatkan bahwa Interim guidance atau Panduan Sementara dari WHO (World Health Organization) terakhir tertanggal 25 Juni 2021 tentang Pertimbangan Untuk Karantina Kontak Kasus Covid-19 masih menyebutkan ketentuan karantina 14 hari," ujar Suryadi.
Pada saat ini, menurut WHO, tidak ada data yang menunjukkan bahwa ada perubahan dalam masa inkubasi varian SARS-CoV-2 seperti varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta yang menjadi perhatian saat ini. "Adapun jika karantina dipersingkat kurang dari 14 hari, PKS meminta agar WNA tersebut harus lebih sering dites selama berada di Indonesia, bukan sekedar tes RT-PCR kedua pada masa karantina 8 hari," ungkap Suryadi.
Hal tersebut, kata dia, berdasarkan pernyataan pakar epidemiologi terkemuka di China Prof Zhong Nanshan bahwa masa inkubasi COVID-19 varian Delta tidak sepanjang varian-varian sebelumnya, sehingga bentuk pencegahannya tidak memerlukan karantina dalam waktu yang lebih lama, namun harus lebih sering tes.
"Pendapat Zhong tersebut berdasarkan penelitian atas ditemukannya beberapa kasus varian Delta di Provinsi Guangdong, wilayah selatan China yang menerima kedatangan 90% pengguna penerbangan internasional," katanya.
(abd)
tulis komentar anda