Pancasila Menjadi Rambu Pengamanan di Era Digital
Minggu, 13 Juni 2021 - 15:11 WIB
JAKARTA - Dunia digital saat ini tidak bisa dilepaskan seluruh manusia di muka bumi, terlebih bagi mereka yang hidup di dunia modern. Batasan informasi seakan semu untuk ditelaah, tapi batasan perlu diterapkan demi membatasi, apakah itu informasi positif atau negatif, dalam kehidupan sosial.
Berbicara Pancasila , hakikatnya nilai-nilai Pancasila harus ada pada generasi muda saat ini dan harus terus dipelihara dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, bagi generasi penerus Merah Putih. Pancasila berarti semangat bersatu, menghormati perbedaan, rela berkorban, pantang menyerah, gotong-royong, patriotisme, nasionalisme, optimisme, harga diri, kebersamaan, dan percaya pada diri sendiri.
Ketua Pembina Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Yudi Latif menyampaikan bahwa pada masa ketika disrupsi jadi normalitas, segala sesuatu yang tak bisa didigitalisasi, justru menjadi kian penting. Dengan artificial intelligence, big data dan connectivity, hal-hal yang bersifat teknis taktikal bisa dikerjakan mesin. Pendidikan harus bisa melihat kelebihan manusia atas mesin.
Baca juga: Jaminan Sosial dalam Bingkai Pancasila
"Peserta didik tak cukup dibekali kecakapan teknis, tetapi juga mampu menguasai cara kerja baru dengan kemampuan mendekap teknologi, bukan membuat diri mereka jadi mesin. Dengan teknologi, mereka memperoleh wahana untuk menemukan 'rumah' (home), bukan menjerumuskannya ke 'tempat pengasingan' (exile)," kata Yudi saat menjadi pembicara Talkshow Kebangsaan dengan tema 'Pancasila sebagai Rambu Pengaman di Era Digital' yang digelar secara virtual oleh PPM Manajemen, Sabtu (12/6/2021).
Lebih jauh Yudi secara ringkas mengatakan, Pancasila itu adalah the green sosial inklusi. Jadi Pancasila itu satu ideologi besar tentang inklusi sosial. "Kalau kita ingin mengembangkan ideologi, maka syaratnya adalah warga negara dan penyelenggara negara harus memiliki kemampuan menempatkan dirinya dalam situasi yang ada," katanya.
Kalau Pancasila menginginkan inklusi politik, budaya, ekonomi, imajinasi, masih kata Yudi, orang yang marginal secara budaya, seolah-olah problem yang menyangkut toleransi itu titik bekalnya lebih pada toleransi yang bersifat keagamaan. Bersifat mungkin kultura.
Baca juga: Menteri Tjahjo Wajibkan Pancasila dan Indonesia Raya Dikumandangkan 2 Kali Seminggu
Berbicara Pancasila , hakikatnya nilai-nilai Pancasila harus ada pada generasi muda saat ini dan harus terus dipelihara dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, bagi generasi penerus Merah Putih. Pancasila berarti semangat bersatu, menghormati perbedaan, rela berkorban, pantang menyerah, gotong-royong, patriotisme, nasionalisme, optimisme, harga diri, kebersamaan, dan percaya pada diri sendiri.
Ketua Pembina Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Yudi Latif menyampaikan bahwa pada masa ketika disrupsi jadi normalitas, segala sesuatu yang tak bisa didigitalisasi, justru menjadi kian penting. Dengan artificial intelligence, big data dan connectivity, hal-hal yang bersifat teknis taktikal bisa dikerjakan mesin. Pendidikan harus bisa melihat kelebihan manusia atas mesin.
Baca juga: Jaminan Sosial dalam Bingkai Pancasila
"Peserta didik tak cukup dibekali kecakapan teknis, tetapi juga mampu menguasai cara kerja baru dengan kemampuan mendekap teknologi, bukan membuat diri mereka jadi mesin. Dengan teknologi, mereka memperoleh wahana untuk menemukan 'rumah' (home), bukan menjerumuskannya ke 'tempat pengasingan' (exile)," kata Yudi saat menjadi pembicara Talkshow Kebangsaan dengan tema 'Pancasila sebagai Rambu Pengaman di Era Digital' yang digelar secara virtual oleh PPM Manajemen, Sabtu (12/6/2021).
Lebih jauh Yudi secara ringkas mengatakan, Pancasila itu adalah the green sosial inklusi. Jadi Pancasila itu satu ideologi besar tentang inklusi sosial. "Kalau kita ingin mengembangkan ideologi, maka syaratnya adalah warga negara dan penyelenggara negara harus memiliki kemampuan menempatkan dirinya dalam situasi yang ada," katanya.
Kalau Pancasila menginginkan inklusi politik, budaya, ekonomi, imajinasi, masih kata Yudi, orang yang marginal secara budaya, seolah-olah problem yang menyangkut toleransi itu titik bekalnya lebih pada toleransi yang bersifat keagamaan. Bersifat mungkin kultura.
Baca juga: Menteri Tjahjo Wajibkan Pancasila dan Indonesia Raya Dikumandangkan 2 Kali Seminggu
Lihat Juga :
tulis komentar anda