Pemerintah Diharapkan Tak Lengah dalam Menghadapi Wabah Corona
Senin, 20 April 2020 - 13:26 WIB
Kemudian sambung Inas, dengan basis data yang dimiliki oleh PLN bahwa terdapat 24 juta pelanggan 450 VA yang disubsidi dan 7 juta pelanggan 900 VA yang disubsidi kemudian diasumsikan mendapa subsidi dari APBN sebesar Rp40.000,- maka yang perlu dicairkan sebesar Rp14.88 triliun.
"Sedangkan subsidi listrik dalam APBN 2019 sebesar Rp. 57.11 sehingga diperoleh efisiensi sebesar Rp. 42.23 triliun dari subsidi listrik. Untuk menghitung subsidi BBM maka pemerintah harus menegaskan terlebih dahulu tentang basis data yang akan digunakan dalam menghitung besaran subsidinya, apakah cukup tepat bila menggunakan basis data TNP2K atau yang lain-nya," jelasnya.
Efisiensi-efisiensi subsidi tersebut kata Inas, tentunya akan sangat membantu optimaasi perencanaan RAPBN di tahun 2021 dan seterusnya. Oleh karena itu, pemerintah harus memerintahkan para mentri, pejabat, para pakar yang digaji oleh APBN.
"Dan tidak terlalu sibuk dalam penanggulangan covid-19, untuk mengkaji sejak sekarang tentang basis data seperti apa yang tepat digunakan dalam menghitung subsidi BBM yang nanti-nya dapat diusulkan sebagai komponen yang sama untuk menghitung subsidi BBM, listrik dan LPG dalam RUU APBN 2021 yang bukan lagi berbentuk subsidi barang yang dibayarkan kepada BUMN pengelola energi, melainkan subsidi orang/rumah tangga yang langsung diterima oleh masyarakat yang berhak," ungkapnya.
"Untuk keperluan subsidi tersebut diatas, seharusnya pemerintah tidak perlu lagi menerbitkan berbagai macam kartu, karena cukup menggunakan big data KTP yang pastinya juga digunakan oleh TNP2K maupun PLN, atau pemerintah benar-benar memanfaatkan sensus penduduk 2020 untuk membuat big data kependudukan yang tepat dan sangat lengkap termasuk kondisi ekonomi rakyat Indonesia," tandasnya.
"Sedangkan subsidi listrik dalam APBN 2019 sebesar Rp. 57.11 sehingga diperoleh efisiensi sebesar Rp. 42.23 triliun dari subsidi listrik. Untuk menghitung subsidi BBM maka pemerintah harus menegaskan terlebih dahulu tentang basis data yang akan digunakan dalam menghitung besaran subsidinya, apakah cukup tepat bila menggunakan basis data TNP2K atau yang lain-nya," jelasnya.
Efisiensi-efisiensi subsidi tersebut kata Inas, tentunya akan sangat membantu optimaasi perencanaan RAPBN di tahun 2021 dan seterusnya. Oleh karena itu, pemerintah harus memerintahkan para mentri, pejabat, para pakar yang digaji oleh APBN.
"Dan tidak terlalu sibuk dalam penanggulangan covid-19, untuk mengkaji sejak sekarang tentang basis data seperti apa yang tepat digunakan dalam menghitung subsidi BBM yang nanti-nya dapat diusulkan sebagai komponen yang sama untuk menghitung subsidi BBM, listrik dan LPG dalam RUU APBN 2021 yang bukan lagi berbentuk subsidi barang yang dibayarkan kepada BUMN pengelola energi, melainkan subsidi orang/rumah tangga yang langsung diterima oleh masyarakat yang berhak," ungkapnya.
"Untuk keperluan subsidi tersebut diatas, seharusnya pemerintah tidak perlu lagi menerbitkan berbagai macam kartu, karena cukup menggunakan big data KTP yang pastinya juga digunakan oleh TNP2K maupun PLN, atau pemerintah benar-benar memanfaatkan sensus penduduk 2020 untuk membuat big data kependudukan yang tepat dan sangat lengkap termasuk kondisi ekonomi rakyat Indonesia," tandasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda