Imbal Hasil Obligasi

Selasa, 08 Juni 2021 - 01:25 WIB
Posisi imbal hasil obligasi Indonesia yang terlalu tinggi tersebut perlu terus didorong untuk dapat menuju level yang lebih ideal. Imbal hasil obligasi Indonesia yang terlalu tinggi di masa mendatang dapat meningkatkan biaya di APBN serta menurunkan fungsi intermediasi perbankan terhadap sektor riil dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi di pasar obligasi korporasi. Perusahaan-perusahaan yang akan menerbitkan obligasi harus mematok imbal hasil tinggi agar diserap pasar. Fakta menunjukkan bahwa saat ini terdapat kecenderungan berbagai bank di Tanah Air lebih memilih menempatkan dananya di SBN daripada menyalurkannya sebagai kredit kepada sektor riil dan masyarakat. Dana yang ditempatkan perbankan di SBN per 18 September 2020 melonjak 97% menjadi Rp 1.224,60 triliun dibanding pada 2 Januari 2020 sebesar Rp 622,20 triliun.

Penyesuaian Tingkat Bunga Obligasi

Tingginya imbal hasil SUN Indonesia sejatinya tak lantas memberi arti bahwa risiko atas surat utang RI lebih tinggi dari berbagai negara lainnya. Survei Bloomberg sebelum pandemi menempatkan Indonesia sebagai tujuan investasi paling terpercaya pada 2020. Di pasar saham, Indonesia berada di peringkat ke-1, mengalahkan Tiongkok, India, dan Brazil. Di pasar surat utang, Indonesia juga berada di urutan pertama, mengalahkan Rusia, Meksiko, dan Brazil. Minat investor asing tetap tinggi karena mereka percaya Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat. Oleh sebab itu pula, lembaga pemeringkat utang, Fitch Ratings mempertahankan peringkat utang (rating) Indonesia pada posisi BBB, dengan prospek stabil. Fitch menganggap Indonesia memiliki prospek pertumbuhan jangka menengah yang baik dengan rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB) yang rendah. Fitch juga mengapresiasi respons pemerintah terhadap krisis akibat Covid.

Di sisi lain, sejatinya pemerintah RI melalui Kementerian Keuangan telah membuktikan bahwa dalam penerbitan salah satu produk surat utang RI, yakni Sukuk, juga masih banyak diminati investor meski tanpa imbal hasil yang tinggi. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Sukuk Global senilai US$ 3 miliar atau setara Rp 43,5 triliun (kurs 14.500) dengan tingkat imbal hasil terendah. Adapun Sukuk senilai US$ 1,25 miliar untuk tenor 5 tahun dengan imbal hasil 1,5%. Untuk tenor 10 tahun senilai US$ 1 miliar dengan imbal hasil sebesar 2,55%, dan US$ 750 juta untuk tenor 30 tahun dengan imbal hasil sebesar 3,55%. Imbal hasil untuk penerbitan ini pun lebih rendah dibandingkan penerbitan sebelumnya. Dilansir dari Reuters, jumlah pesanan untuk penerbitan ini oversubscribe hingga US$ 10,3 miliar. Hal tersebut menjadi bukti bahwa kepercayaan investor terhadap produk surat utang RI sejatinya masih besar meski tanpa diiringi angka persentase imbal hasil yang terlampau tinggi.

Saat ini tren penurunan suku bunga global berlanjut, imbal hasil SUN dianggap masih atraktif, apalagi negara- negara maju tengah memasuki era suku bunga 0%. Oleh sebab itu, kita perlu terus mendorong imbal hasil SUN ke level yang lebih ideal, turun namun tetap menarik bagi investor. Terlebih kondisi ekonomi domestik ke depan sangat mendukung penurunan imbal hasil SUN ke level yang lebih ideal bagi pemulihan ekonomi nasional. Meski kini berada di masa pandemi, kestabilan ekonomi nasional yang ditunjukkan dengan masih terjaganya angka inflasi serta rupiah yang relatif stabil. Selanjutnya, keberadaan imbal hasil pada level ideal dapat meringankan beban APBN di masa mendatang. Semoga.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(war)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More