Satgas Minta Daerah Tempuh Langkah Ini Cegah BOR RS Rujukan COVID-19 Kolaps
Senin, 07 Juni 2021 - 14:54 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 , Ganip Warsito melaporkan saat ini ada 7 provinsi yang persentase Bed Occupancy Ratio (BOR) isolasi rumah sakit rujukan COVID-19 di atas 50%.
“Terkait dengan persentase BOR ICU yang lebih dari 50% terjadi di 9 provinsi yaitu Riau, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Jawa Barat, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan DI Yogyakarta,” ujar Ganip pada Rapat Koordinasi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional, Senin (7/6/2021).
Oleh karena itu untuk mencegah agar RS Rujukan COVID-19 tidak kolaps, Ganip meminta agar mengevaluasi tingkat keterisian tempat tidur untuk ICU dan isolasi.
“Tidak kalah penting kita harus bisa mengevaluasi terus dan memastikan ketersediaan tempat tidur untuk penanganan COVID-19 yaitu tempat tidur isolasi maupun ICU. Tolong dievaluasi ini, penerapan tempat tidur ini, dari jumlah persentase atau daya tampung rumah sakit, sampai dengan persentase untuk BOR ICU dan untuk isolasi,” papar Ganip.
Di samping itu, Ganip pun meminta daerah juga harus memastikan tentang kesiapan tempat-tempat isolasi terpusat. “Rumah-rumah yang ditentukan untuk shelter ataupun untuk menampung masyarakat yang terkena ataupun berdampak dari COVID-19 ini. Ini juga dipastikan,” katanya.
Selain itu, Ganip juga meminta agar sumber daya manusia Rumah Sakit tenaga kesehatan ini harus betul-betul diatur. “Dinas Kesehatan selaku case manajer harus bisa mengatur ini semua. Sehingga kasus COVID-19 yang ditimbulkan atau di testing dan tracking di daerah di desa tidak semuanya harus dirujuk ke rumah sakit. Inilah yang mengakibatkan rumah sakit atau di suatu rumah sakit menjadi mampu menampung, ini tolong di evaluasi,” tegasnya.
“Puskesmas harus betul-betul bisa menscreening ini, mana yang bisa dilakukan dengan isolasi mandiri ataupun karantina, nah mana yang harus dirujuk. Untuk itu harus dipahami derajat atau tingkat sakit yang dialami oleh masyarakat. Mulai dari OTG, lalu apa ringan sedang, berat dan kritis, ini harus betul-betul bisa terseleksi di tingkat mikronya,” sambung Ganip.
Selain itu, Ganip mengingatkan daerah agar memastikan ketersediaan obat-obatan. “Kemudian juga memastikan tentang obat-obatan, ketersediaan obat-obatan. Daerah jangan ragu-ragu kita daerah harus membuat suatu wawasan yang membuat outward looking bukan hanya inward looking artinya anda tidak sendiri di daerah itu.”
“Apabila sumber daya daerah sudah tidak memungkinkan untuk mengatasi ini, bisa berkoordinasi, komunikasi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah sekitarnya, provinsi, bahkan pemerintah pusat. Ini yang menjadi hal yang perlu ditekankan, karena kembali lagi kebijakan strategi yang sudah dibangun melalui aturan undang-undang, peraturan dan SOP, sebenarnya sudah sangat lengkap, tinggal bagaimana kita bisa menjabarkan semua ini di lapangan dengan baik,” tutur Ganip.
“Terkait dengan persentase BOR ICU yang lebih dari 50% terjadi di 9 provinsi yaitu Riau, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Jawa Barat, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan DI Yogyakarta,” ujar Ganip pada Rapat Koordinasi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nasional, Senin (7/6/2021).
Oleh karena itu untuk mencegah agar RS Rujukan COVID-19 tidak kolaps, Ganip meminta agar mengevaluasi tingkat keterisian tempat tidur untuk ICU dan isolasi.
“Tidak kalah penting kita harus bisa mengevaluasi terus dan memastikan ketersediaan tempat tidur untuk penanganan COVID-19 yaitu tempat tidur isolasi maupun ICU. Tolong dievaluasi ini, penerapan tempat tidur ini, dari jumlah persentase atau daya tampung rumah sakit, sampai dengan persentase untuk BOR ICU dan untuk isolasi,” papar Ganip.
Di samping itu, Ganip pun meminta daerah juga harus memastikan tentang kesiapan tempat-tempat isolasi terpusat. “Rumah-rumah yang ditentukan untuk shelter ataupun untuk menampung masyarakat yang terkena ataupun berdampak dari COVID-19 ini. Ini juga dipastikan,” katanya.
Selain itu, Ganip juga meminta agar sumber daya manusia Rumah Sakit tenaga kesehatan ini harus betul-betul diatur. “Dinas Kesehatan selaku case manajer harus bisa mengatur ini semua. Sehingga kasus COVID-19 yang ditimbulkan atau di testing dan tracking di daerah di desa tidak semuanya harus dirujuk ke rumah sakit. Inilah yang mengakibatkan rumah sakit atau di suatu rumah sakit menjadi mampu menampung, ini tolong di evaluasi,” tegasnya.
“Puskesmas harus betul-betul bisa menscreening ini, mana yang bisa dilakukan dengan isolasi mandiri ataupun karantina, nah mana yang harus dirujuk. Untuk itu harus dipahami derajat atau tingkat sakit yang dialami oleh masyarakat. Mulai dari OTG, lalu apa ringan sedang, berat dan kritis, ini harus betul-betul bisa terseleksi di tingkat mikronya,” sambung Ganip.
Selain itu, Ganip mengingatkan daerah agar memastikan ketersediaan obat-obatan. “Kemudian juga memastikan tentang obat-obatan, ketersediaan obat-obatan. Daerah jangan ragu-ragu kita daerah harus membuat suatu wawasan yang membuat outward looking bukan hanya inward looking artinya anda tidak sendiri di daerah itu.”
“Apabila sumber daya daerah sudah tidak memungkinkan untuk mengatasi ini, bisa berkoordinasi, komunikasi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah sekitarnya, provinsi, bahkan pemerintah pusat. Ini yang menjadi hal yang perlu ditekankan, karena kembali lagi kebijakan strategi yang sudah dibangun melalui aturan undang-undang, peraturan dan SOP, sebenarnya sudah sangat lengkap, tinggal bagaimana kita bisa menjabarkan semua ini di lapangan dengan baik,” tutur Ganip.
(kri)
tulis komentar anda