Meluruskan Sejarah Pancasila, Hikmah Mengangkat Hak Konstituisonal Warga Negara dalam Demokrasi
Rabu, 02 Juni 2021 - 08:25 WIB
Dalam setiap pembahasan Program Legislasi Nasional (Proglegnas), dapat dipastikan bahwa Undang-Undang tentang Pemilu selalu muncul dan menjadi prioritas penyelesaian.
Serial Buku Panduan “Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum (Pemilu) Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu”, yang diterbitkan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) Tahun 2002 menyebutkan, di antara 15 aspek yang dijadikan ukuran untuk melihat pemilu demokratis melalui penyelenggaraan yang berlangsung bebas dan adil (free and fair election) antara lain; a) Hak untuk memilih dan dipilih.
Kerangka hukum harus memastikan semua warga negara yang memenuhi syarat dijamin bisa ikut dalam pemilihan tanpa diskriminasi, b) Badan penyelenggara pemilu harus dijamin bisa bekerja secara independen, c) Kampanye pemilu yang demokratis. Kerangka hukum harus menjamin setiap partai politik dan kandidat menikmati kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan berkumpul, serta memiliki akses terhadap para pemilih dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam proses pemilihan, d) Akses media dan kebebasan berekspresi. Semua partai politik dan kandidat memiliki akses ke media, e). Pembiayaan dan pengeluaran. Kerangka hukum harus memastikan semua partai politik dan kandidat diperlakukan secara adil oleh ketentuan hukum yang mengatur pembiayaan dan pengeluaran kampanye.
Deklarasi PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) yang dituangkan dalam The Universal Declaration Of Human Rights/Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pasal 21 menyatakan; a) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas, b) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negaranya, c) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan, untuk menjamin terciptanya cita-cita dan tujuan nasional, perlu diselenggarakan pemilu sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum, efektif, dan efisien yang menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Atas dasar dua konsensus internasional dan UUD 1945, maka penyelenggaraan pemilu yang demokratis adalah yang taat etika (kode etik), pemilu yang taat etika adalah pemilu yang tidak cukup taat prosedural, tapi pemilu yang memperhatikan hak konstitusionalitas semua warga negara tanpa diskriminasi. Mengapa demikian?
Semua negara mengklaim sebagai penganut negara demokrasi, akan tetapi dalam penerapannya jauh dari nilai-nilai demokrasi, bersifat formalitas dan prosedural. Contoh, pada zaman Orde Baru, pelaksanaan pemilu justru menjadi alat untuk memanipulasi rakyat dan sebagai sarana untuk melegitimasi atau melanggengkan kekuasaan penguasa Orde Baru sebagai penguasa atas pemerintahan maupun negara. Tentu kita tidak berharap pemilu di Indonesia hanya akan menjadi pesta demokrasi yang sekedar terlaksana (business as usual) atau seperti pesta lima tahunan (marak), namum melupakan banyak di antara warga masyarakat yang mengalami keterbatasan (fisik, mental, sosial, budaya, bahkan ekonomi), sehingga tidak dapat menerima informasi dan akses untuk berpartisipasi dalam pemilu. Mereka adalah kelompok-kelompok marjinal yang dalam sejarah penyelenggaraan pemilu/pilkada seringkali dilanggar hak-haknya.
Tentang Hak konstitusional (constitutional right) warga negara adalah hak yang diamanatkan dan dijamin oleh konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara. Salah satu unsur mutak dasar hak konstitusional warga adalah pemenuhan hak-hak dasar manusia (basic right) dan adanya perlindungan hak asasi manusia atas dasar kesadaran sebuah bangsa akan kesamaan nasib dan cita-cita bersama.
Secara konstitusional hak warga negara untuk berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan ditegaskan dalam UUD 1945. Pasal 27 menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 28 d ayat (3) menegaskan hak konstitisional warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Serial Buku Panduan “Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum (Pemilu) Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu”, yang diterbitkan oleh International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) Tahun 2002 menyebutkan, di antara 15 aspek yang dijadikan ukuran untuk melihat pemilu demokratis melalui penyelenggaraan yang berlangsung bebas dan adil (free and fair election) antara lain; a) Hak untuk memilih dan dipilih.
Kerangka hukum harus memastikan semua warga negara yang memenuhi syarat dijamin bisa ikut dalam pemilihan tanpa diskriminasi, b) Badan penyelenggara pemilu harus dijamin bisa bekerja secara independen, c) Kampanye pemilu yang demokratis. Kerangka hukum harus menjamin setiap partai politik dan kandidat menikmati kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasan berkumpul, serta memiliki akses terhadap para pemilih dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam proses pemilihan, d) Akses media dan kebebasan berekspresi. Semua partai politik dan kandidat memiliki akses ke media, e). Pembiayaan dan pengeluaran. Kerangka hukum harus memastikan semua partai politik dan kandidat diperlakukan secara adil oleh ketentuan hukum yang mengatur pembiayaan dan pengeluaran kampanye.
Deklarasi PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) yang dituangkan dalam The Universal Declaration Of Human Rights/Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pasal 21 menyatakan; a) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas, b) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negaranya, c) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan, untuk menjamin terciptanya cita-cita dan tujuan nasional, perlu diselenggarakan pemilu sebagai perwujudan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan kepastian hukum, efektif, dan efisien yang menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Atas dasar dua konsensus internasional dan UUD 1945, maka penyelenggaraan pemilu yang demokratis adalah yang taat etika (kode etik), pemilu yang taat etika adalah pemilu yang tidak cukup taat prosedural, tapi pemilu yang memperhatikan hak konstitusionalitas semua warga negara tanpa diskriminasi. Mengapa demikian?
Semua negara mengklaim sebagai penganut negara demokrasi, akan tetapi dalam penerapannya jauh dari nilai-nilai demokrasi, bersifat formalitas dan prosedural. Contoh, pada zaman Orde Baru, pelaksanaan pemilu justru menjadi alat untuk memanipulasi rakyat dan sebagai sarana untuk melegitimasi atau melanggengkan kekuasaan penguasa Orde Baru sebagai penguasa atas pemerintahan maupun negara. Tentu kita tidak berharap pemilu di Indonesia hanya akan menjadi pesta demokrasi yang sekedar terlaksana (business as usual) atau seperti pesta lima tahunan (marak), namum melupakan banyak di antara warga masyarakat yang mengalami keterbatasan (fisik, mental, sosial, budaya, bahkan ekonomi), sehingga tidak dapat menerima informasi dan akses untuk berpartisipasi dalam pemilu. Mereka adalah kelompok-kelompok marjinal yang dalam sejarah penyelenggaraan pemilu/pilkada seringkali dilanggar hak-haknya.
Tentang Hak konstitusional (constitutional right) warga negara adalah hak yang diamanatkan dan dijamin oleh konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara. Salah satu unsur mutak dasar hak konstitusional warga adalah pemenuhan hak-hak dasar manusia (basic right) dan adanya perlindungan hak asasi manusia atas dasar kesadaran sebuah bangsa akan kesamaan nasib dan cita-cita bersama.
Secara konstitusional hak warga negara untuk berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan ditegaskan dalam UUD 1945. Pasal 27 menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal 28 d ayat (3) menegaskan hak konstitisional warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda