Sidang Mantan Bos AISA, Saksi Ahli: Harusnya Cukup Sanksi Administratif Tak Perlu Dipidana
Jum'at, 21 Mei 2021 - 13:11 WIB
JAKARTA - Dalam ilmu hukum dikenal asas ultimum remedium, di mana sanksi pidana merupakan pilihan terakhir dalam penegakan hukum. Demikian disampaikan ahli hukum pidana Chairul Huda ketika menjadi ahli dalam sidang perkara pidana pasar modal dengan terdakwa mantan bos PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Joko Mogoginta dan Budi Istanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/5/2020).
Dalam persidangan, kuasa hukum terdakwa, Tetty Diansari mempertanyakan kepada ahli bahwa dalam sidang terdahulu pihak OJK yang dihadirkan sebagai saksi yakni Edi Broto menjelaskan kenapa lebih memilih sanksi pidana ketimbang administratif kepada kedua terdakwa karena dalam UU Pasar Modal tidak ada keharusan penerapan sanksi administratif terlebih dahulu.
"Itulah kalau mempelajari undang-undang hanya mempelajari kosa katanya tidak mempelajari asasnya. Membaca undang-undang dia menganggap mengerti hukum, tidak. Hukum itu dimaknai salah satunya melalui asasnya. Kalau ada sebuah perbuatan yang bisa dikenai sanksi pidana dan administratif, maka sanksi administratif dulu yang digunakan," kata Chairul Huda.
Baca juga: Mantan Direksi Tiga Pilar Diduga Lakukan Tindak Pidana Pasar Modal
Seperti diketahui, Joko Mogoginta dan Budhi Istanto didakwa melanggar Pasal 90 huruf a Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 90 huruf c Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 93 Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 107 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1.
Dakwaan tersebut dibuat dan disusun atas dugaan: Kesalahan Penyajian Pihak Berelasi menjadi Pihak Ketiga; dan dugaan Penggelembungan nilai Piutang PT TPSF (AISA) atas Laporan Keuangan Tahunan untuk Tahun Buku 2017 (LKT TPSF 2017).
Diskriminatif
Saat dimintai penjelasan lebih lanjut usai persidangan soal kaitan asas ultimum remedium dengan perkara yang menjerat kedua terdakwa, Chairul Huda secara lebih spesifik menjelaskan bahwa perkara ini harusnya masuk ranah administratif, bukan pidana.
Dalam persidangan, kuasa hukum terdakwa, Tetty Diansari mempertanyakan kepada ahli bahwa dalam sidang terdahulu pihak OJK yang dihadirkan sebagai saksi yakni Edi Broto menjelaskan kenapa lebih memilih sanksi pidana ketimbang administratif kepada kedua terdakwa karena dalam UU Pasar Modal tidak ada keharusan penerapan sanksi administratif terlebih dahulu.
"Itulah kalau mempelajari undang-undang hanya mempelajari kosa katanya tidak mempelajari asasnya. Membaca undang-undang dia menganggap mengerti hukum, tidak. Hukum itu dimaknai salah satunya melalui asasnya. Kalau ada sebuah perbuatan yang bisa dikenai sanksi pidana dan administratif, maka sanksi administratif dulu yang digunakan," kata Chairul Huda.
Baca juga: Mantan Direksi Tiga Pilar Diduga Lakukan Tindak Pidana Pasar Modal
Seperti diketahui, Joko Mogoginta dan Budhi Istanto didakwa melanggar Pasal 90 huruf a Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 90 huruf c Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 93 Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 107 UU Pasar Modal Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1.
Dakwaan tersebut dibuat dan disusun atas dugaan: Kesalahan Penyajian Pihak Berelasi menjadi Pihak Ketiga; dan dugaan Penggelembungan nilai Piutang PT TPSF (AISA) atas Laporan Keuangan Tahunan untuk Tahun Buku 2017 (LKT TPSF 2017).
Diskriminatif
Saat dimintai penjelasan lebih lanjut usai persidangan soal kaitan asas ultimum remedium dengan perkara yang menjerat kedua terdakwa, Chairul Huda secara lebih spesifik menjelaskan bahwa perkara ini harusnya masuk ranah administratif, bukan pidana.
tulis komentar anda