Patuhi Prokes untuk Hindari Gelombang Kedua Pandemi

Senin, 10 Mei 2021 - 15:00 WIB


Padahal, ketidakpatuhan publik pada prokes, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjadi salah satu faktor pemicu gelombang kedua Covid-19 di India. Dua faktor lainnya adalah tingkat vaksinasi yang rendah dan penyebaran virus baru varian B.1.617 yang lebih menular dan ganas. Situs worldometers.info mengungkap gambaran mengerikan di India akibat rendahnya kepatuhan publik pada Prokes. Awal April 2021, jumlah pasien yang positif terpapar virus corona baru 12,3 juta jiwa.

Tiga pekan kemudian, menurut data Minggu 25 April 2021, jumlah pasien sudah mencapai 16,9 juta jiwa. Lonjakan jumlah pasien yang nyaris mencapai lima juta kasus itu jelas mengerikan. Pada 5 Mei 2021, India tetap menempati posisi kedua terparah di dunia setelah Amerika, dengan 20.658.234 kasus dan 226.169 orang meninggal dunia.

Jauh sebelum WHO mengeluarkan peringatan, pemerintah sebenarnya telah antisipatif. Diterbitkan dan diberlakukan sejumlah kebijakan untuk menekan laju penularan Covid-19 di dalam negeri. Antara lain melalui Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bekerja dari rumah, sekolah di rumah, pembatasan kegiatan keagamaan, hingga pembatasan kegiatan lain di ruang publik.

Tapi, kembali lagi, kepatuhan publik pada Prokes masih memprihatinkan. Padahal kepatuhan pada Prokes menjadi ujian penentu lolos tidaknya Indonesia dari gelombang kedua pandemi Covid-19. Faktanya, di bulan Ramadan sekalipun, sebagian masyarakat tak mampu mengendalikan diri untuk tidak berdesak-desakan di pusat belanja.

Pemandangan seperti itu, misalnya, tampak nyata ketika terjadi ledakan pengunjung di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama ini. Padahal, jauh hari sebelumnya, masyarakat sudah diingatkan dan didorong untuk belajar dari pengalaman India. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah kasus Covid-19 di India adalah kerumunan massa saat melakukan ritual keagamaan di Sungai Gangga.

Untuk menekan penularan Covid-19, pemerintah menetapkan larangan mudik Lebaran 2021, yang dituangkan melalui Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021. Namun, kepatuhan publik terhadap larangan mudik itu lagi-lagi sangat rendah. Alih-alih taat aturan, banyak pemudik yang justru bersiasat agar tetap bisa pulang ke kampung halaman.

Polri pun telah menerjunkan ribuan anggotanya pada 381 titik penyekatan, terbanyak di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tapi, tingkat kepatuhan publik masih memprihatinkan. Langkah penyekatan bahkan tidak menurunkan volume kendaraan pemudik. Penyekatan justru menimbulkan kemacetan yang mengular hingga delapan kilometer jelang Gerbang Tol Cikarang Barat menuju Cikampek di hari pertama pemberlakuan larangan.

Ketika gelombang perjalanan dari 18 juta pemudik tidak terbendung, benteng terakhir untuk mencegah terjadinya klaster mudik pada akhirnya ada di pemerintah daerah yang wilayahnya menjadi tujuan para pemudik. Jauh hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah mengajak para pemimpin daerah menerapkan serangkaian langkah luar biasa dan mendesak untuk mencegah pemudik.

Maka, setiap pemerintah daerah diminta menyimak dan menyikapi data kepatuhan publik pada Prokes berdasarkan informasi dari Kemenkes itu. Apalagi, realisasi vaksinasi masih jauh dari target. Ketika tingkat kepatuhan publik terhadap Prokes terbilang rendah dan vaksinasi Covid-19 masih jauh dari target, ini kode keras bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Kedua faktor itu berpotensi menjadi pemicu lonjakan kasus baru Covid-19.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah

Mohon Maaf Lahir Batin
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More