Masinton Anggap Putusan MK Penyempurnaan Tugas dan Batasan Dewas KPK

Rabu, 05 Mei 2021 - 21:44 WIB
Masinton Anggap Putusan...
Masinton Pasaribu menghormati putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK sebagai putusan final dan mengikat. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Masinton Pasaribu mengaku pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK sebagai putusan final dan mengikat.

Baca juga: Kewenangan Dewas KPK Dicabut, ICJR Nilai Sudah Waktunya Revisi KUHAP

Masinton menegaskan, prinsip dirinya dan beberapa pihak sebagai pengusul revisi terhadap UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK sebelumnya adalah untuk melengkapi asas penegakan hukum seperti asas kepastian, keadilan dan kemanfaatan dari sebuah proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh lembaga KPK.

"Agar seluruh proses penegakan hukum pemberantasan korupsi tidak dilakukan semena-mena tanpa mekanisme pengawasan serta tidak mudah setiap saat digugat oleh pihak-pihak yang berperkara di KPK," tuturnya, Rabu (5/5/2021).

Lebih lanjut Masinton mengatakan, sebagai pengusul pihaknya mengusulkan 4 hal penting sebagai substansi dalam revisi UU 30 Tahun 2002 tentang KPK seperti perlunya dibentuk Dewan Pengawas, Pengaturan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, Penerbitan SP3, serta Status kepegawaian KPK yang belum diatur dalam UU KPK yang lama.

Baca juga: Indriyanto Seno Adji Teken Pakta Integritas sebagai Dewas KPK

Masinton memandang bahwa putusan MK tanggal 4 Mei 2021 yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap beberapa pasal dalam UU KPK yang baru yakni UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK menurutnya adalah merupakan penyempurnaan tugas dan batasan kewenangan tentang Dewan Pengawas KPK sebagai alat kelengkapan dalam kelembagaan KPK.

Terutama, lanjut Masinton, tentang mekanisme teknis penyadapan, penggeledahan dan penyitaan serta mekanisme waktu dalam penerbitan kasus yang akan dihentikan atau SP3. Dimana dalam UU KPK sebelumnya atau UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak mengatur tentang mekanisme kewenangan penyadapan dan penggeledahan, serta tidak adanya kewenangan pemberian SP3 terhadap kasus-kasus lama yang telah bertahun-tahun ditangani oleh KPK namun tidak dibawa ke pengadilan tipikor.

"Secara substansi poin-poin penting revisi UU KPK yang sekarang menjadi UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK seperti adanya Dewan Pengawas, Penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, penerbitan SP3, serta kepegawaian KPK menjadi ASN oleh MK tidak dihapuskan," tegas Masinton.

Di sisi lain, putusan MK tentang uji materi terhadap UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK yang dilakukan oleh berbagai warga negara seperti NGO, Akademisi serta eks Komisioner KPK baik yang ditolak seluruhnya maupun yang dikabulkan sebagian oleh MK memperjelas dan mempertgas bahwa revisi terhadap UU 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK adalah sah secara formil dan materil, dan tidak cacat prosedur seperti yang dituduhkan segelintir kelompok pegiat anti korupsi.

"Semangat pembentuk UU (DPR RI bersama pemerintah) dalam melakukan revisi terhadap UU KPK adalah ditujukan untuk kemajuan agenda pemberantasan korupsi yang berpegang pada asas-asas penegakan hukum yang berkepastian, berkeadilan dan bermanfaat untuk kemajuan negara dan bangsa Indonesia," tandasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!