Mayday 2021: Kesejahteraan Buruh di Tengah Pandemi

Jum'at, 30 April 2021 - 05:30 WIB
Besar kecilnya perubahan upah buruh ini bervariasi di tiap daerah, namun dapat dipastikan bahwa hampir setiap provinsi mengalami penurunan upah. Provinsi dengan penurunan upah buruh tertinggi adalah Bali sebesar 17,91%, disusul Kepulauan Bangka Belitung sebesar 16,98% dan Nusa Tenggara Barat sebesar 8,95%. Sementara itu, provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, upah buruhnya turun masing-masing sebesar 7,48%, 4,77%, dan 3,87%.

Fenomena perubahan upah buruh juga bervariasi berdasarkan lapangan usaha. Anjuran untuk tetap berada di rumah demi menghindari penyebaran virus telah mengubah pola konsumsi masyarakat, khususnya untuk perhotelan dan restoran. Tingkat okupansi hotel menurun, demikian pula dengan restoran. Kondisi yang tidak ideal bagi operasional usaha perhotelan dan restoran tersebut kemudian berujung pada sejumlah langkah efisiensi, seperti merumahkan pegawai, pemotongan upah, atau bahkan PHK. Sehingga tidak mengherankan ketika upah buruh di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sangat terdampak pandemi, yakni mengalami penurunan 17,28%.

Pada 2021 menyusul pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi 2,07% dan pemberlakuan UU Cipta Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum berdasarkan pertimbangan dampak ekonomi pandemi Covid-19. Pemerintah berusaha menciptakan iklim investasi yang menarik bagi para investor, yang mana kemudian diharapkan membawa efek domino penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Namun, branding tenaga kerja murah tidak seharusnya dijadikan daya tarik. Selain berpotensi mengabaikan kesejahteraan pekerja, pasar tenaga kerja yang melimpah tanpa dibarengi keterampilan yang mumpuni hanya akan menghasilkan produktivitas rendah dan tidak menarik bagi investor.

Peran Pemerintah

Dalam kegiatan perekonomian yang melibatkan pengusaha dan pekerjanya, kerap kali terjadi konflik karena perbedaan pendapat dan kepentingan kedua belah pihak. Dari sisi pekerja dipastikan mereka mengharapkan dan mendesak upah untuk dinaikkan. Di sisi lain pengusaha berharap upah tidak naik atau tetap. Masing-masing pihak mempunyai argumentasi yang kuat untuk mendukung usulannya.

Terlebih lagi setelah terbit Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19 yang memungkinkan sebagian perusahaan melakukan penyesuaian upah pekerja. Penyesuaian upah harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja, akan tetapi proses negosiasi dan diskusi tidaklah mudah. Oleh karena itu, sengketa antara buruh dan pengusaha, atau yang biasa disebut perselisihan hubungan industrial, sangat membutuhkan penengah yang mampu mengawasi penyelesaian masalah. Di sinilah pemerintah berperan sebagai mediator untuk mengakomodasi dua kepentingan yang bertolak belakang dan menjamin timbulnya keadilan serta kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah setempat, harus mengawasi secara ketat dan mendengarkan aspirasi para pekerja karena posisi pekerja dipandang cukup lemah dalam penetapan upah.

Bagaimanapun kesejahteraan buruh berkontribusi dalam mendorong pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi. Hampir setengah dari penduduk berusia 15 tahun ke atas merupakan pekerja, baik sebagai pekerja formal maupun informal. Daya beli yang memadai akan menciptakan pasar permintaan dan penawaran sehingga konsumsi meningkat dan perekonomian tetap berjalan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More