Antara Pengembangan 'Passion' dan Keterbatasan Pilihan dalam Dunia Kerja

Rabu, 14 April 2021 - 06:00 WIB
Jika karier dianalogikan sebagai suatu medan pertempuran, untuk dapat memasuki gelanggang tersebut dan dapat memiliki peran yang penting dalam pertarungan hidup, seseorang harus tahu benar apa yang menjadi kekuatannya, sekaligus sisi-sisi lemah mana yang ada dalam dirinya.

Jangankan untuk meningkatkan atau menghilangkan kelemahan-kelemahan dalam diri anak-anak muda first jobber yang sedang memasuki gelanggang pekerjaan, bahkan tidak sedikit anak-anak ini yang tidak tahu apa kekuatan mereka, yang membuat mereka berbeda dari anak-anak yang sama yang juga sedang berada di dalam gelanggang berebut posisi pekerjaan.

Karena itu, dalam setiap kesempatan saya bertemu dengan anak-anak muda yang sedang berada di awal karier mereka, dan mendapatkan kesempatan untuk berbagi, saya selalu mengatakan bahwa kunci utama untuk mendapatkan kemajuan di dalam karier dan pekerjaan adalah sedapat mungkin bekerjalah pada dunia yang sesuai dengan passion-mu, atau sekurang-kurangnya, pekerjaan yang ditekuni mendukung passion yang dipunyai.

Masalahnya, dalam kompetisi dunia kerja yang sedemikian ketat, tidak jarang orang tidak memiliki kemewahan untuk dapat memilih. Nah, bagaimana kalau situasinya memaksa seperti demikian? Bekerja tidak sesuai dengan passion-nya, atau passion yang dimiliki tidak mendukung apa yang pekerjaan yang sedang ditekuni.

Saya berpendapat, bahwa mengejar dan menghidupi passion memang merupakan hal paling membahagiakan. Tetapi, setiap orang yang harus bekerja demi tujuan tertentu dan pokok, yakni mendapatkan penghasilan. Itulah syarat yang harus dipenuhi pertama kali, yaitu memperoleh uang sebagai mekanisme paling dasar untuk bertahan hidup. Karena tanpa itu, passion tidak ada artinya apa-apa.

Jika orang cenderung tidak mau melenturkan diri dengan kondisi yang dihadapi, dan memilih menuruti dorongan perasaan atau emosinya, mengejar passion sehabis-habisnya, ia bisa mengalami kegagalan demi kegagalan, karena tidak memiliki dukungan minimal yang dibutuhkan. Apa itu dukungan minimal? Survive!

Maka, survival, dalam pendapat saya, tetap menjadi dasar, sampai ia dapat menemukan kestabilan dan keseimbangan, dan barulah kemudian memiliki kesempatan atau pilihan-pilihan lain. Tanpa kemampuan survival pada tahap awal ini, pengalaman saya selama ini sebagai praktisi human capital mengelola manusia dari satu korporasi ke korporasi lainnya, memberikan bukti bahwa tidak sedikit orang yang kemudian terjebak dalam rasa frustrasi. Passion-nya tidak dapat dikembangkan, sementara kariernya mentok tidak bergerak ke mana-mana.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More