Perubahan Pola Makan dan Urgensi Literasi Gizi

Kamis, 08 April 2021 - 06:08 WIB
Problem gizi erat kaitannya dengan konsumsi pangan dan pendapatan. Beberapa jenis pangan dikenal sebagai pangan elastis yang konsumsinya meningkat seiring membaiknya pendapatan. Pangan-pangan tersebut antara lain gula dan pangan hewani. Kecenderungan asupan energi di Indonesia meningkat terutama pada kuintil 1 dan 2 menurut pendapatan. Capaian kuintil 1 dalam hal asupan energi adalah 82,2% dan kuintil 2 94,5%. Untuk kuintil 3-5 asupan energi rata-rata sudah mencapai 100% atau lebih. Ini bisa dimaknai bahwa masyarakat bawah masih berjuang keras untuk mencukupi asupan energinya yang bersumber pada pangan pokok, sementara masyarakat golongan atas sudah tidak mempunyai problem asupan energi dan bahkan sudah berlebihan. Asupan energi masyarakat golongan atas terdiri atas pangan pokok, ditambah gula dan lemak yang kontribusinya semakin tinggi sebagaimana tren di negara maju.

Konsumsi pangan olahan (termasuk pangan instan) meningkat baik di perkotaan maupun di perdesaan. Banyak faktor yang memengaruhi hal ini. Peningkatan ketersediaan pangan olahan terjadi karena semakin bertumbuhnya industri makanan dan minuman yang berlangsung dengan pesat. Perubahan gaya hidup karena kesibukan kerja mendorong naiknya konsumsi pangan olahan. Dengan harga terjangkau makanan olahan tampak lebih menarik dan lebih praktis dalam penyiapannya sehingga semakin disukai orang kota maupun desa.

Paparan Minarto yang mewakili Bappenas dalam rapat kerja terbatas di Dewan Ketahanan Nasional 12 Oktober 2020 menyebutkan perkembangan gerai makanan dan minuman siap saji yang meningkat dari 5.890 (2011) menjadi 9.100 (2017). Pernah ada yang mengatakan kemodernan suatu negara dicerminkan oleh banyaknya restoran makanan siap saji. Kalau tidak ada pandemi Covid-19, kita bisa melihat ramainya restoran siap saji setiap hari. Cita rasa makanan siap saji sudah dapat diterima oleh lidah masyarakat Indonesia. Pergeseran pola makan mungkin sedang terjadi, sebagaimana dulu negara-negara Barat mengalaminya. Pada 1990-an pernah ada gerakan Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) agar masyarakat tetap menyukai makanan lokal khas Indonesia, bahkan muncul pula istilah slow food yang dikontraskan dengan fast food.

Saatini masyarakat semakin dimanjakan oleh kemudahan layanan pesan antar makanan melalui aplikasi daring. Ini berlaku untuk semua jenis makanan yang bisa ditawarkan secara daring, baik makanan modern maupun makanan tradisional. Pada dasarnya, berbagai kemudahan generasi saat ini untuk mengakses makanan harus disertai dengan literasi gizi yang baik sehingga gizi seimbang yang sudah digaungkan Kemenkes sejak 1996 benar-benar dapat diimplementasikan di tingkat masyarakat.

Transisi gizi adalah suatu keniscayaan yang dapat terjadi karena perubahan kesejahteraan masyarakat, kemudahan fasilitas, dan meningkatnya ketersediaan pangan. Apakah transisi gizi dapat berdampak buruk atau baik bagi kesehatan sangat tergantung pada masyarakat sendiri dalam menjatuhkan pilihan-pilihan pangan yang akan dikonsumsinya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More