Membangun Koperasi Pangan Modern
Kamis, 08 April 2021 - 06:30 WIB
Iwan Nurdin
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria, Staf Pengajar Universitas Paramadina
BAGAIMANA menggeser wajah petani dan pertanian pangan kita yang saat ini dominan berisi rumah tangga pertanian kecil dan buruh tani, berusia tua, menjadi bentuk usaha pertanian pangan modern yang dimiliki petani, berbentuk koperasi dan digemari generasi muda? Bukankah terasa sebagai mimpi yang terlalu muluk-muluk sekarang?
Menjawab pertanyaan tersebut adalah pekerjaan utama pembangunan pertanian pangan kita dewasa ini yang harus dijalankan secara sungguh-sungguh. Tanpa perubahan tersebut, kelak pemasok kebutuhan pangan nasional akan didominasi korporasi produsen pangan, perusahaan impor pangan. Jika sudah demikian, cita-cita kedaulatan pangan semakin jauh dari realita.
Modernisasi Pertanian
Perubahan tersebut hanya dapat tercipta melalui modernisasi petani dan pertanian. Meski terbilang terlambat dibandingkan negara lain, langkah modernisasi tidak boleh surut. Berangkat dari situasi negara kita, salah satu indikator modernisasi di tingkat tapak adalah hadirnya koperasi pangan modern beranggotakan petani.
Ini tentu bukan hal mudah, mengingat citra koperasi di tingkat petani dan desa tidak terlalu baik. Pendekatan baru mesti dilakukan untuk menggairahkan keinginan petani berkoperasi. Pertama, pendekatan ekonomi spasial. Pintu masuk pendekatan ini melalui wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB) sesuai amanat UU Nomor 41/2009 yang kemudian dikembangkan menjadi kawasan pembangunan pertanian pangan. Karena itu, langkah afirmatif yang terkoordinasi penting dilakukan oleh kementerian/lembaga yang terkait dengan sektor ini.
Langkah afirmatif tersebut dapat berupa sejumlah insentif kepada petani-petani dalam sebuah hamparan pada kawasan ini untuk bergabung ke dalam koperasi pangan. Karena itu, gabungan petani semacam ini akan menghasilkan kebijakan konsolidasi lahan pertanian. Kesatuan kebijakan yang menguntungkan yang mendorong lahirnya koperasi pangan penting dilakukan. Beberapa insentif seperti adanya legalisasi lahan, kemudahan perizinan, pendampingan, dukungan teknologi, permodalan dan sejumlah subsidi produksi, jaminan pasar, jaminan sosial hingga kebebasan pajak patut diterapkan sebagai insentif awal.
Selanjutnya, melibatkan generasi muda dalam rencana dan aksi ini. Keterlibatan generasi muda menandakan adanya masa depan. Karenanya, kerja sama dengan SMK dan perguruan tinggi juga harus dirumuskan secara jelas sejak dari sisi produksi hingga pemasaran. Sehingga pengembangan kawasan ini, selain sebagai inkubasi bagi lahirnya koperasi pangan modern, juga menjadi bagian dari regenerasi pertanian.
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria, Staf Pengajar Universitas Paramadina
BAGAIMANA menggeser wajah petani dan pertanian pangan kita yang saat ini dominan berisi rumah tangga pertanian kecil dan buruh tani, berusia tua, menjadi bentuk usaha pertanian pangan modern yang dimiliki petani, berbentuk koperasi dan digemari generasi muda? Bukankah terasa sebagai mimpi yang terlalu muluk-muluk sekarang?
Menjawab pertanyaan tersebut adalah pekerjaan utama pembangunan pertanian pangan kita dewasa ini yang harus dijalankan secara sungguh-sungguh. Tanpa perubahan tersebut, kelak pemasok kebutuhan pangan nasional akan didominasi korporasi produsen pangan, perusahaan impor pangan. Jika sudah demikian, cita-cita kedaulatan pangan semakin jauh dari realita.
Modernisasi Pertanian
Perubahan tersebut hanya dapat tercipta melalui modernisasi petani dan pertanian. Meski terbilang terlambat dibandingkan negara lain, langkah modernisasi tidak boleh surut. Berangkat dari situasi negara kita, salah satu indikator modernisasi di tingkat tapak adalah hadirnya koperasi pangan modern beranggotakan petani.
Ini tentu bukan hal mudah, mengingat citra koperasi di tingkat petani dan desa tidak terlalu baik. Pendekatan baru mesti dilakukan untuk menggairahkan keinginan petani berkoperasi. Pertama, pendekatan ekonomi spasial. Pintu masuk pendekatan ini melalui wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB) sesuai amanat UU Nomor 41/2009 yang kemudian dikembangkan menjadi kawasan pembangunan pertanian pangan. Karena itu, langkah afirmatif yang terkoordinasi penting dilakukan oleh kementerian/lembaga yang terkait dengan sektor ini.
Langkah afirmatif tersebut dapat berupa sejumlah insentif kepada petani-petani dalam sebuah hamparan pada kawasan ini untuk bergabung ke dalam koperasi pangan. Karena itu, gabungan petani semacam ini akan menghasilkan kebijakan konsolidasi lahan pertanian. Kesatuan kebijakan yang menguntungkan yang mendorong lahirnya koperasi pangan penting dilakukan. Beberapa insentif seperti adanya legalisasi lahan, kemudahan perizinan, pendampingan, dukungan teknologi, permodalan dan sejumlah subsidi produksi, jaminan pasar, jaminan sosial hingga kebebasan pajak patut diterapkan sebagai insentif awal.
Selanjutnya, melibatkan generasi muda dalam rencana dan aksi ini. Keterlibatan generasi muda menandakan adanya masa depan. Karenanya, kerja sama dengan SMK dan perguruan tinggi juga harus dirumuskan secara jelas sejak dari sisi produksi hingga pemasaran. Sehingga pengembangan kawasan ini, selain sebagai inkubasi bagi lahirnya koperasi pangan modern, juga menjadi bagian dari regenerasi pertanian.
tulis komentar anda