Amendemen UUD 1945 Berdampak Rakyat Indonesia Tak Powerfull

Selasa, 06 April 2021 - 12:14 WIB
Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto/Dok SINDO
JAKARTA - Lontaran M Amien Rais tentang kemungkinan perpanjangan jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melahirkan bola liar politik dan diskursus demokrasi yang berujung pada isu amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amendemen.

Periset senior Centre for Strategic and Indonesian Public Policy (CSIPP) M. Saihu berpendapat amendemen menjadi keniscayaan manakala perihal periodisasi jabatan presiden mengalami perubahan. "Di sinilah pelik dan rumitnya, tapi tidak mustahil untuk dilakukan. Politik Indonesia adalah unpredictable dan serba-berkemungkinan," kata Saihu dalam kuliah tamu virtual 'Polemik Amandemen UUD 1945: Mengukuhkan Demokrasi atau Oligarki?' yang digelar CSIPP bersama Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM), pekan lalu.

Menurut Saihu, dalam demokrasi wacana amendemen bukanlah barang tabu. Dinamika dan perubahan politik lokal, nasional dan internasional memungkinkan tumbuh dan munculnya gagasan yang perlu direspon secara mendasar oleh negara, salah satunya melalui mekanisme amendemen Konstitusi.





"UUD 1945 tentu bukan harga mati, tapi jika diperlukan perubahan atau amendemen tentu tidak bisa dilakukan gegabah dan serampangan," tegasnya.

Saihu menegaskan, amendemen mestinya dilakukan untuk menyempurnakan dan untuk kepentingan bangsa dan negara yang majemuk (plural). "Amendemen mesti visioner, bukan jangka pendek dan tidak sekadar memenuhi kebutuhan dan kepentingan politik parsial dan kelompok," imbuhnya.

Dalam tataran praktis, kata Saihu, amendemen bukanlah hal yang mudah dilakukan. Pasalnya, kompleksitas kepentingan partai politik, banyaknya partai politik dan syarat atau ketentuan dukungan 2/3 dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah problem tersendiri. "Pada akhirnya amendemen akan sangat ditentukan oleh partai-partai politik yang ada," ujarnya.



Pengamat hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM) Sholahuddin Al Fatih berpendapat pihaknya menolak amendemen jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurutnya demokrasi akan mati karena egosentris manusia baik secara pribadi maupun kelompok. "Akademisi dengan tegas tidak setuju adanya amandemen UUD 1945," tegasnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More