TP3 Sebut Operasi Intelijen di Balik Temuan Atribut FPI di Rumah Terduga Teroris

Selasa, 30 Maret 2021 - 15:44 WIB
Anggota TP3 Abdullah Hehamahua menyebut ada operasi intelijen di balik penemuan atribut FPI oleh polisi saat menggerebek rumah terduga teroris di Jawa Barat. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Laskar FPI ( TP3 ), Abdullah Hehamahua menanggapi soal penangkapan terduga terorisme yang juga ditemukan atribut FPI. fpi, itu semua adalah oeprasi intelijen untuk mengalihkan perhatian publik dari TP3 maupun sidang Habib Rizieq Shihab .

“Kita sudah tahu itu lah dari zaman masih orba sampai sekarang, kalau anda mau yakin baca disertasi Dr Busyro Muqoddas tentang operasi intelijen. Semua itu adalah operasi intelejen untuk mengalihkan perhatian terhadap TP3 mengalihkan perhatian terhadap HRS maka ada bom,” kata Abdullah kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/3/2021).





Abdullah menjelaskan alasannya menuding itu sebagai operasi intelijen, pagi terjadi pengeboman di Gereja Katedral, Makassar, tetapi sore sudah ditangkap terduga pelakunya. Sementara kasus Laskar FPI ini tak kunjung menemukan titik terang setelah beberapa bulan lamanya.

“Coba anda perhatikan bom pagi, siang ditangkap. 6 orang dibunuh sudah berapa bulan tidak tahu siapa pembunuhnya. Itu bukti operasi intelijen,” bebernya.



Sementara itu, perwakilan TP3 lainnya, Marwan Batubara mengatakan, dirinya tidak terlalu ambil pusing dengan itu, karena pihaknya tahu bahwa itu bagian dari rekayasa.“Yang penting yang sangat mendesak adalah bahwa kita ingin menyatakan ini (penembakan Laskar FPI) kepada Presiden, Pemerintah, DPR ini adalah pelanggaran HAM berat,” ujarnya di kesempatan sama.

Karena, Marwan menjelaskan, prosesnya harus mengikuti UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, bukan seperti yang sudah dilakukan oleh Komnas HAM yang pihaknya Yakini adalah konspirasi dengan penguasa. Sehingga, yang dihasilkan itu adalah sebetulnya hasil pemantauan, tapi diakui sebagai hasil penyelidikan karena pada dasarnya itu didasarkan pada UU Nomor 39/1999 yang tidak relevan untuk kasus ini. “Karena yang terjadi adalah kejahatan sistemik yang masuk kategori pelanggaran HAM berat,” pungkas Marwan.
(muh)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More