Menyoal Kebijakan Impor Beras Mendag

Jum'at, 19 Maret 2021 - 19:52 WIB
Ketika itu, harga beras memang mulai bergerak. Tapi kenapa jawabannya impor beras? Apakah Mendag tidak tahu bahwa saat itu Bulog memiliki cadangan beras sekitar 900.000 ton yang cukup untuk konsumsi minimal 3 bulan? Dan pada Februari 2018, kita akan memasuki panen raya dengan perkiraan hasil 2-3 juta ton beras. Di daerah tertentu terjadi surplus stok beras. Gubernur Sulawesi Selatan – salah satu lumbung padi Indonesia – berkilah Sulawesi Selatan siap membantu daerah-daerah lain yang kekurangan beras.

Setelah impor 0.5 juta ton, Kementeri Perdagangan menambah impor lagi hingga 2 juta ton, masing-masing 1 juta ton dari Vietnam dan Thailand. Alasannya klise: untuk menjaga stok dan mempertahankan harga. Tapi, anehnya, dengan impor jutaan ton pun, harga tidak turun-turun.

Hal itu membuktikan “diagnosa” Menteri Perdagangan tentang kenaikan harga beras meleset. Yang terjadi pascaimpor beras jutaan ton lebih mengenaskan lagi, Bulog kebanjiran stok, sehingga Bulog harus mengeluarkan anggaran tidak kecil hanya untuk menyewa gudang TNI-AU.

Bahkan Budi Wasesa, Kepala Bulog sempat berkilah ingin “memusokan” puluhan ribu ton beras yang sudah jelek kualitasnya. Bulog yang tugas pokoknya membeli beras dari petani malah kebanjiran beras dan berikhiar keras untuk membuang stok beras yang sudah busuk karena begitu lama tidak dikonsumsikan.

Sungguh kebijakan impor beras yang “senewen”. Apakah ada manuver licik pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan jalan impor beras jutaan ton? Ketika ditanya kenapa perlu impor sekian juta ton? Menteri Perdagangan menjawab enteng, kebijakan impor beras diputuskan dalam Ratas Perekonomian, Menteri Perdagangan diperintahkan untuk melaksanakannya.

Apakah ada rekomendasi dari Menteri Pertanian? Tidak ada! Saya tanya Pak Amran ketika itu, kenapa Bapak selaku Mentan diam saja? “Saya tidak mau dituding membuat gaduh......”

Masalah impor beras mencuat lagi sejak dua minggu yang lalu. M Lutfi yang belum lama duduk sebagai Menteri Perdagangan tiba-tiba melempar kebijakan (bukan wacana) impor beras sebanyak 1 juta ton. Alasannya, untuk membangun iron stock, “stok baja” atau stok (beras) yang kuat.

Sama dengan peristiwa 2018, Kabulog diam saja. Tapi hari Minggu yang lalu, Kepala Bulog Budi Waseso mengemukakan impor 1 juta ton diputuskan oleh Airlangga Hartarto selaku Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan M Lutfi. Kalau Lutfi memberikan alasan untuk membangun “iron stock”, Airlangga berkilah “impor beras 1 juta ton dibagi 500.000 ton untuk cadangan beras (CBS), dan sisanya sesuai kebutuhan Bulog”.

Padahal Bulog tidak minta stoknya ditambah 500.000 ton. Pada tahun 2018 Bulog juga tidak pernah minta kepada pemerintah untuk impor beras, karena cadangan masih kuat. Budi Wasesa dengan tegas mengatakan tak mengusulkan impor beras pada tahun ini (2018).

Hal ini karena Bulog masih memiliki cadangan beras di gudang dan petani akan menyambut panen raya. Lalu ia kemukakan data dari BPS bahwa pada Maret, April, Mei itu ada surplus beras. “ sehingga pada Rapat Koordinasi Terbatas), kita tidak memutuskan impor.”
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More