Ranking Universitas, Apa yang Dikejar?
Rabu, 17 Maret 2021 - 06:25 WIB
Jony Oktavian Haryanto
Profesor Manajemen di President University
SETIAP tahun beberapa lembaga pemeringkat perguruan tinggi rutin menerbitkan peringkat universitas yang dianggap terbaik. Ini baik di level internasional maupun nasional. Di level internasional, misalnya, ada Times Higher Education (THE) atau Quacquarelli Symonds (QS), yang hasil pemeringkatannya kerap menjadi rujukan Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Seorang rektor tentu bangga jika peringkat universitasnya naik. Ini bisa menjadi “kendaraan”baginya untuk terpilih lagi. Bagi pejabat pemerintahan, jika ada universitas di Indonesia yang naik peringkat, ini tentu akan menjadi salah satu bukti dari keberhasilannya dalam memimpin dan sekaligus membantu mengangkat kinerja pejabat dan instansi yang dipimpinnya.
Peringkat versi THE dan QS memang jamak dipakai sebagai rujukan oleh universitas-universitas di seluruh dunia. Ini karena sistem pemeringkatannya menggunakan indikator yang jelas dan cukup menggambarkan esensi dari sebuah perguruan tinggi.
Namun, belakangan muncul juga lembaga-lembaga pemeringkatan abal-abal. Saya sebut abal-abal, karena indikator yang digunakan tidak jelas dan mekanismenya tidak transparan. Maka, tidak heran kalau hasil pemeringkatannya terkesan aneh bin ajaib. Misalnya, ada beberapa universitas yang namanya tidak pernah terdengar di kancah nasional, peringkatnya bisa di atas universitas-universitas terkemuka, termasuk universitas negeri. Lalu, universitas-universitas yang terakreditasi B dari Badan Akreditas Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) peringkatnya mengalahkan yang sudah terakreditasi A.
Pernah terjadi beberapa tahun lalu, ada sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta yang namanya kurang terdengar, tiba-tiba masuk dalam peringkat kelompok universitas terbaik di Indonesia. Maka, tak heran kalau berkembang dugaan bahwa pemeringkatan tersebut adalah pemeringkatan pesanan. Indikator dan mekanismenya disesuaikan dengan permintaan si pemesan.
Pertaruhan Masa Depan
Saya paham, pemeringkatan perguruan tinggi memang penting. Ia menjadi bagian dari mekanisme transparansi. Dengan informasi yang terang benderang, calon mahasiswa, dan tentu orang tuanya, akan memiliki informasi yang cukup, sehingga menjadi yakin saat memilih perguruan tinggi yang tepat bagi kelanjutan pendidikannya. Di sini, masa depan anak-anak, dan bahkan masa depan bangsa, dipertaruhkan.
Profesor Manajemen di President University
SETIAP tahun beberapa lembaga pemeringkat perguruan tinggi rutin menerbitkan peringkat universitas yang dianggap terbaik. Ini baik di level internasional maupun nasional. Di level internasional, misalnya, ada Times Higher Education (THE) atau Quacquarelli Symonds (QS), yang hasil pemeringkatannya kerap menjadi rujukan Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Seorang rektor tentu bangga jika peringkat universitasnya naik. Ini bisa menjadi “kendaraan”baginya untuk terpilih lagi. Bagi pejabat pemerintahan, jika ada universitas di Indonesia yang naik peringkat, ini tentu akan menjadi salah satu bukti dari keberhasilannya dalam memimpin dan sekaligus membantu mengangkat kinerja pejabat dan instansi yang dipimpinnya.
Peringkat versi THE dan QS memang jamak dipakai sebagai rujukan oleh universitas-universitas di seluruh dunia. Ini karena sistem pemeringkatannya menggunakan indikator yang jelas dan cukup menggambarkan esensi dari sebuah perguruan tinggi.
Namun, belakangan muncul juga lembaga-lembaga pemeringkatan abal-abal. Saya sebut abal-abal, karena indikator yang digunakan tidak jelas dan mekanismenya tidak transparan. Maka, tidak heran kalau hasil pemeringkatannya terkesan aneh bin ajaib. Misalnya, ada beberapa universitas yang namanya tidak pernah terdengar di kancah nasional, peringkatnya bisa di atas universitas-universitas terkemuka, termasuk universitas negeri. Lalu, universitas-universitas yang terakreditasi B dari Badan Akreditas Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) peringkatnya mengalahkan yang sudah terakreditasi A.
Pernah terjadi beberapa tahun lalu, ada sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta yang namanya kurang terdengar, tiba-tiba masuk dalam peringkat kelompok universitas terbaik di Indonesia. Maka, tak heran kalau berkembang dugaan bahwa pemeringkatan tersebut adalah pemeringkatan pesanan. Indikator dan mekanismenya disesuaikan dengan permintaan si pemesan.
Pertaruhan Masa Depan
Saya paham, pemeringkatan perguruan tinggi memang penting. Ia menjadi bagian dari mekanisme transparansi. Dengan informasi yang terang benderang, calon mahasiswa, dan tentu orang tuanya, akan memiliki informasi yang cukup, sehingga menjadi yakin saat memilih perguruan tinggi yang tepat bagi kelanjutan pendidikannya. Di sini, masa depan anak-anak, dan bahkan masa depan bangsa, dipertaruhkan.
tulis komentar anda