RUU Pemilu Dicabut dari Prolegnas 2021, Bakal Lahir Perppu?
Rabu, 10 Maret 2021 - 14:56 WIB
Kata dia, jika hal itu yang terjadi, cukup riskan, mengingat banyaknya permasalahan, yang akan timbul dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024, yang seyogianya diantisipasi dengan lebih cermat dan hati-hati sebelum DPR memutuskan untuk menghapusnya dari Prolegnas.
Dia pun membeberkan beberapa isu krusial kenapa revisi UU Pemilu harus dilakukan. Antara lain, jika tidak terjadi revisi UU tersebut, akan muncul beberapa persoalan, yang intinya berasal dari ketidaksinkronkan antara UU Pemilu dan UU Pilkada serta perkembangan politik dan teknologi yang berubah cepat saat ini, apalagi pada tahun 2024, ketika pelaksanaan pemilu dan pemilihan dilaksanakan.
Baca juga: UU Pemilu Tak Direvisi, Usia Capres-Cawapres Minimal 40 Tahun
"Pelaksanaan pemilihan serentak nasional pada tahun 2024 (UU 10/2016) berimpitan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024 (UU 7/2017), sebuah permasalahan penyelenggaraan yang memerlukan persiapan dan potensi permasalahan yang cukup pelik, serta potensi residu politik pemilu yang bisa berakibat pada pemilihan 2024.(pasal 301 UU 10/2016)," bebernya.
Selain itu, soal penunjukan Plt. Kepala Daerah pada lebih dari 270 daerah dengan 25 daerah adalah wilayah provinsi seluruh pulau Jawa, dengan jumlah pemilih sekitar 150 juta, merupakan isu politik dan beban untuk pemerintah sendiri.
Di sisi lain, beberapa ketentuan dalam UU Pilkada yang memerlukan penyesuaian dengan UU Pemilu mulai dari soal daerah pemilihan, lembaga penyelenggara, administrasi pemilihan, sistem penyelesaian sengketa proses dan sengketa hasil pilkada yang memerlukan perangkat pendukung tersendiri.
Di samping itu, lanjut Kaka, perkembangan teknologi dan penggunaan digitalisasi untuk pemilu yang berubah dengan cepat dan memerlukan regulasi dan sinkronisasi pada kedua UU tersebut.
Faktor lain, menurut dia, persoalan pemisahan antara pelaksanan pemilu nasional dan pemilu lokal memerlukan waktu pelaksanaan yang diatur untuk memberikan hasil maksimal dalam pelaksanaannya baik dari sisi reformasi politik maupun dari sisi rekayasa sosial melalui pemilu dan pilkada.
"Pelaksanaan pemilihan serentak nasional (pasal 156 UU 10/2016) mengamanatkan Peradilan Khusus Perselisihan Hasil Pemilihan (ayat 2 Pasal 158 UU 10/2016) yang disebut majelis khusus (PHPemilihan), dan tidak terakomodir dalam lembaga-lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam UU 7 Tahun 2017," ungkapnya.
Dia pun membeberkan beberapa isu krusial kenapa revisi UU Pemilu harus dilakukan. Antara lain, jika tidak terjadi revisi UU tersebut, akan muncul beberapa persoalan, yang intinya berasal dari ketidaksinkronkan antara UU Pemilu dan UU Pilkada serta perkembangan politik dan teknologi yang berubah cepat saat ini, apalagi pada tahun 2024, ketika pelaksanaan pemilu dan pemilihan dilaksanakan.
Baca juga: UU Pemilu Tak Direvisi, Usia Capres-Cawapres Minimal 40 Tahun
"Pelaksanaan pemilihan serentak nasional pada tahun 2024 (UU 10/2016) berimpitan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024 (UU 7/2017), sebuah permasalahan penyelenggaraan yang memerlukan persiapan dan potensi permasalahan yang cukup pelik, serta potensi residu politik pemilu yang bisa berakibat pada pemilihan 2024.(pasal 301 UU 10/2016)," bebernya.
Selain itu, soal penunjukan Plt. Kepala Daerah pada lebih dari 270 daerah dengan 25 daerah adalah wilayah provinsi seluruh pulau Jawa, dengan jumlah pemilih sekitar 150 juta, merupakan isu politik dan beban untuk pemerintah sendiri.
Di sisi lain, beberapa ketentuan dalam UU Pilkada yang memerlukan penyesuaian dengan UU Pemilu mulai dari soal daerah pemilihan, lembaga penyelenggara, administrasi pemilihan, sistem penyelesaian sengketa proses dan sengketa hasil pilkada yang memerlukan perangkat pendukung tersendiri.
Di samping itu, lanjut Kaka, perkembangan teknologi dan penggunaan digitalisasi untuk pemilu yang berubah dengan cepat dan memerlukan regulasi dan sinkronisasi pada kedua UU tersebut.
Faktor lain, menurut dia, persoalan pemisahan antara pelaksanan pemilu nasional dan pemilu lokal memerlukan waktu pelaksanaan yang diatur untuk memberikan hasil maksimal dalam pelaksanaannya baik dari sisi reformasi politik maupun dari sisi rekayasa sosial melalui pemilu dan pilkada.
"Pelaksanaan pemilihan serentak nasional (pasal 156 UU 10/2016) mengamanatkan Peradilan Khusus Perselisihan Hasil Pemilihan (ayat 2 Pasal 158 UU 10/2016) yang disebut majelis khusus (PHPemilihan), dan tidak terakomodir dalam lembaga-lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam UU 7 Tahun 2017," ungkapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda