Tim Kajian UU ITE Minta Pendapat Anita Wahid hingga Deddy Corbuzier
Selasa, 09 Maret 2021 - 21:12 WIB
JAKARTA - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE ) bentukan Menko Polhukam terus bekerja meminta tanggapan terkait pengaplikasian aturan tersebut. Pada hari ini, Selasa (9/2/2021) tim kajian mengundang kalangan aktivis dan praktisi media sosial (Medsos).
Adapun terkonfirmasi hadir melalui pertemuan virtual yaitu Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto, Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu.
Selain itu ada Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, dan Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani. Nama presenter dan YouTuber Deddy Corbuzier dan pegiat media sosial Ferdinand Hutahean juga turut hadir.
"Ada dua sesi pertemuan yang akan kita selenggarakan. Ini menyangkut narasumber yang kita kelompokkan dalam kelompok aktivis atau masyarakat sipil atau praktisi diantaranya yang sudah menyampaikan kesanggupan untuk hadir kira-kira ada 16 orang," ujar Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo dalam keterangannya, Selasa (9/3/2021).
Dia menjelaskan pada sesi satu sekira tujuh orang bersedia dimintai pandangan dan pendapatnya. Kemudian, sesi kedua yang dimulai pada 13.30 WIB tercatat ada sekitar enam orang.
Sugeng menjelaskan mereka dimintai pendapat dalam rangka mewujudkan ruang digital yang sehat, beretika dan produktif, namun tetap berkeadilan. Dalam mewujudkan itu semua, sambungnya, diperlukan juga edukasi terhadap pengguna ruang digital.
"Berikutnya, terkait dengan profesi teman-teman wartawan itu diharapkan apabila ada hal yang terkait dengan tulisan-tulisan dari kawan-kawan wartawan maka mestinya diterapkan undang-undang pers dan bukan undang-undang ITE,” ucapnya.
Hingga saat ini, kata Sugeng, tim masih terus bekerja dan menggali berbagai informasi untuk memperkaya masukan yang diterima. Dia berharap, keterangan yang ditrrima oleh para pihak dapat menjadi pijakan pemerintah akan melakukan revisi atau tidak.
"Tim akan terus bekerja menggali berbagai keterangan dari semua sumber yang telah kita masukkan di dalam disk yang jumlahnya cukup banyak. Mudah-mudahan nantinya setelah para pihak ini dimintai keterangan kita sudah semakin jelas, sebenarnya tim kajian undang-undang ITE ini khususnya yang menjadi tugas dari sub dua itu perlu atau tidak dilakukan revisi,” tuturnya. Baca juga: Buka Masa Sidang DPR, Puan Sebut Prolegnas Fokus Revisi UU ITE dan Penanganan Covid-19
Sekadar informasi, Tim Kajian UU ITE ini dibentuk berdasarkan keputusan Menko Polhukam Nomor 22 tahun 2021 yang dikeluarkan pada bulan Februari lalu. Tim akan bekerja selama dua bulan dan direncanakan akan menyerahkan seluruh laporannya pada 22 Mei mendatang.
Adapun terkonfirmasi hadir melalui pertemuan virtual yaitu Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto, Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu.
Selain itu ada Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, dan Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani. Nama presenter dan YouTuber Deddy Corbuzier dan pegiat media sosial Ferdinand Hutahean juga turut hadir.
"Ada dua sesi pertemuan yang akan kita selenggarakan. Ini menyangkut narasumber yang kita kelompokkan dalam kelompok aktivis atau masyarakat sipil atau praktisi diantaranya yang sudah menyampaikan kesanggupan untuk hadir kira-kira ada 16 orang," ujar Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo dalam keterangannya, Selasa (9/3/2021).
Dia menjelaskan pada sesi satu sekira tujuh orang bersedia dimintai pandangan dan pendapatnya. Kemudian, sesi kedua yang dimulai pada 13.30 WIB tercatat ada sekitar enam orang.
Sugeng menjelaskan mereka dimintai pendapat dalam rangka mewujudkan ruang digital yang sehat, beretika dan produktif, namun tetap berkeadilan. Dalam mewujudkan itu semua, sambungnya, diperlukan juga edukasi terhadap pengguna ruang digital.
"Berikutnya, terkait dengan profesi teman-teman wartawan itu diharapkan apabila ada hal yang terkait dengan tulisan-tulisan dari kawan-kawan wartawan maka mestinya diterapkan undang-undang pers dan bukan undang-undang ITE,” ucapnya.
Hingga saat ini, kata Sugeng, tim masih terus bekerja dan menggali berbagai informasi untuk memperkaya masukan yang diterima. Dia berharap, keterangan yang ditrrima oleh para pihak dapat menjadi pijakan pemerintah akan melakukan revisi atau tidak.
"Tim akan terus bekerja menggali berbagai keterangan dari semua sumber yang telah kita masukkan di dalam disk yang jumlahnya cukup banyak. Mudah-mudahan nantinya setelah para pihak ini dimintai keterangan kita sudah semakin jelas, sebenarnya tim kajian undang-undang ITE ini khususnya yang menjadi tugas dari sub dua itu perlu atau tidak dilakukan revisi,” tuturnya. Baca juga: Buka Masa Sidang DPR, Puan Sebut Prolegnas Fokus Revisi UU ITE dan Penanganan Covid-19
Sekadar informasi, Tim Kajian UU ITE ini dibentuk berdasarkan keputusan Menko Polhukam Nomor 22 tahun 2021 yang dikeluarkan pada bulan Februari lalu. Tim akan bekerja selama dua bulan dan direncanakan akan menyerahkan seluruh laporannya pada 22 Mei mendatang.
(kri)
tulis komentar anda