Ini Tanggapan Pemerintah Soal Indonesia Terserah dan Ramainya Tempat Publik
Senin, 18 Mei 2020 - 20:49 WIB
JAKARTA - Beberapa hari terakhir ini media sosial diramaikan oleh tagar Indonesia Terserah. Indonesia Terserah sendiri merupakan ungkapan kekecewaan berbagai pihak, terutama tenaga medis terhadap pemerintah dalam penanganan COVID-19 .
“Untuk video Indonesia terserah. Kami jelaskan bahwa kita sangat tidak berharap kalangan dokter menjadi kecewa,” ujar Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (18/5/2020). (Baca juga: Pemerintah Kini Umumkan Data ODP dan PDP COVID-19 Harian Bukan Akumulatif)
Dia menegaskan bahwa pemerintah selalu mengingatkan bahwa tenaga medis adalah ujung tombak dalam penanganan COVID-19. Dimana jika rumah sakit penuh maka yang akan kerepotan adalah tenaga medis.
“Dari awal ini menjadi bahasan yang kami kemukakan. Jangan dibiarkan dokter kita kelelahan. Jangan dibiarkan dokter kehabisan waktu dan tenaga. Mereka telah habiskan waktu, tenaga dan pertaruhkan nyawa untuk keselamatan bangsa. Oleh karena itu wajib kita lindungi,” jelasnya.
Doni meyebut bahwa jumlah dokter di Indonesia termasuk yang paling sedikit. Total dokter kurang dari 200.000. Dimana dokter paru-paru berjumlah 1.976 orang.
“Artinya satu orang dokter paru harus layani sekitar 245.000 WNI. Sehingga apabila kita kehilangan dokter kita akan kerugian besar. Mari kita bekerja sama. Cegah dan hindari jangan sampai kita sakit. Segala ketentuan yang berhubungan dengan protokol kesehatan dan ketentuan di bawah UU 6 Tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan harus dipatuhi,” paparnya.
Pada kesempatan itu dia juga menyoroti mulai ramainya beberapa tempat publik. Padahal hingga kini pemerintah belum melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (Baca juga: Update Corona 18 Mei: 18.010 Positif, 4.324 Sembuh, dan 1.191 Meninggal Dunia)
“Belum ada pengurangan terhadap pelonggaran tetapi masyarakat sudah banyak yang aktivitas di luar rumah. Sekali lagi marilah kita sama-sama meningkatkan kesadaran bahwa aktivitas kita timbulkan kerumunan akan membahayakan. Baik membahayakan diri kita atau orang-orang di sekitar kita. Kalau kita negatif, mungkin kita yang akan tertular. Tapi kalau kita yang positif tanpa gejala bisa jadi kita yang akan menulari,” tandasnya.
“Untuk video Indonesia terserah. Kami jelaskan bahwa kita sangat tidak berharap kalangan dokter menjadi kecewa,” ujar Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (18/5/2020). (Baca juga: Pemerintah Kini Umumkan Data ODP dan PDP COVID-19 Harian Bukan Akumulatif)
Dia menegaskan bahwa pemerintah selalu mengingatkan bahwa tenaga medis adalah ujung tombak dalam penanganan COVID-19. Dimana jika rumah sakit penuh maka yang akan kerepotan adalah tenaga medis.
“Dari awal ini menjadi bahasan yang kami kemukakan. Jangan dibiarkan dokter kita kelelahan. Jangan dibiarkan dokter kehabisan waktu dan tenaga. Mereka telah habiskan waktu, tenaga dan pertaruhkan nyawa untuk keselamatan bangsa. Oleh karena itu wajib kita lindungi,” jelasnya.
Doni meyebut bahwa jumlah dokter di Indonesia termasuk yang paling sedikit. Total dokter kurang dari 200.000. Dimana dokter paru-paru berjumlah 1.976 orang.
“Artinya satu orang dokter paru harus layani sekitar 245.000 WNI. Sehingga apabila kita kehilangan dokter kita akan kerugian besar. Mari kita bekerja sama. Cegah dan hindari jangan sampai kita sakit. Segala ketentuan yang berhubungan dengan protokol kesehatan dan ketentuan di bawah UU 6 Tahun 2018 tentang Kedaruratan Kesehatan harus dipatuhi,” paparnya.
Pada kesempatan itu dia juga menyoroti mulai ramainya beberapa tempat publik. Padahal hingga kini pemerintah belum melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (Baca juga: Update Corona 18 Mei: 18.010 Positif, 4.324 Sembuh, dan 1.191 Meninggal Dunia)
“Belum ada pengurangan terhadap pelonggaran tetapi masyarakat sudah banyak yang aktivitas di luar rumah. Sekali lagi marilah kita sama-sama meningkatkan kesadaran bahwa aktivitas kita timbulkan kerumunan akan membahayakan. Baik membahayakan diri kita atau orang-orang di sekitar kita. Kalau kita negatif, mungkin kita yang akan tertular. Tapi kalau kita yang positif tanpa gejala bisa jadi kita yang akan menulari,” tandasnya.
(kri)
tulis komentar anda