Dunia Baru dan Tantangan Organisasi Mahasiswa
Kamis, 04 Maret 2021 - 11:01 WIB
Industri yang mengarah kepada fasilitasi rapat dan pertemuan-pertemuan online, akan menjadi primadona. Dan di sini lah, exactly, tantangan organisasi-organisasi kemahasiswaan terlihat.
Sebab bagaimana pun, organisasi-organisasi kemahasiswaan asal usulnya adalah organisasi konvensional. Kegiatan-kegaitannya pasti kumpul-kumpul dan meniscayakan temu muka. Baik dalam agenda rapat, diskusi, hingga demonstrasi. Sekarang, sulit sekali membayangkan sebuah demonstrasi yang biasa digelar di depan Gedung DPR dan Istana Negara, ke depan bergeser menjadi Aksi Virtual. Tanpa heroisme dan euforia gerakan. Akan tetapi, change is a must. Perubahan adalah sebuah kepastian.
Oleh karena itu, pada momentum menjelang kongres dua organisasi mahasiwa terbesar di atas, kita perlu berbenah. Mahasiswa harus sadar tantangan, dan penyelenggara negara juga penting untuk memberikan atensi dan perhatian lebih. Sebab kongres meniscayakan regenerasi.
Pertama, para pimpinan yang terpilih nanti harus jelas merah putihnya, jelas komitmen kebangsaannya. Infiltrasi dari dunia luar semakin terbuka seiring dengan terbukanya arus informasi. Maka memastikan para pimpinan yang terpilih harus kokoh memegang ideologi bangsa, adalah sebuah keharusan.
Kedua, para pimpinan yang terpilih kelak, harus pandai menangkap tanda-tanda zaman. Dalam pepatah Arab disebutkan "Kun Ibna Zamaanik", jadilah putera-puteri zamanmu. Sebab kata Khalil Gibran seorang penyair Lebanon; "Your Children are not your children. Anakmu bukan anakmu. Mereka adalah putera Sang Fajar". Oleh karena itu, sifat dan adaptif dan mentalitas yang kolaboratif harus ditumbuhkan. Dalam tradisi Nahdlatul Ulama ada sebuah ibarat yang populer; "Al Muhafazah alal qafiim al shaalih wal akhdzu bil jadiid al ashlah". Menjaga tradisi, dan menangkap perubahan.
Alhasil, selamat berkongres, PMII dan HMI. Tangan terkepal maju ke muka, yakin usaha sampai.
Wallaahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiiq.
Sebab bagaimana pun, organisasi-organisasi kemahasiswaan asal usulnya adalah organisasi konvensional. Kegiatan-kegaitannya pasti kumpul-kumpul dan meniscayakan temu muka. Baik dalam agenda rapat, diskusi, hingga demonstrasi. Sekarang, sulit sekali membayangkan sebuah demonstrasi yang biasa digelar di depan Gedung DPR dan Istana Negara, ke depan bergeser menjadi Aksi Virtual. Tanpa heroisme dan euforia gerakan. Akan tetapi, change is a must. Perubahan adalah sebuah kepastian.
Oleh karena itu, pada momentum menjelang kongres dua organisasi mahasiwa terbesar di atas, kita perlu berbenah. Mahasiswa harus sadar tantangan, dan penyelenggara negara juga penting untuk memberikan atensi dan perhatian lebih. Sebab kongres meniscayakan regenerasi.
Pertama, para pimpinan yang terpilih nanti harus jelas merah putihnya, jelas komitmen kebangsaannya. Infiltrasi dari dunia luar semakin terbuka seiring dengan terbukanya arus informasi. Maka memastikan para pimpinan yang terpilih harus kokoh memegang ideologi bangsa, adalah sebuah keharusan.
Kedua, para pimpinan yang terpilih kelak, harus pandai menangkap tanda-tanda zaman. Dalam pepatah Arab disebutkan "Kun Ibna Zamaanik", jadilah putera-puteri zamanmu. Sebab kata Khalil Gibran seorang penyair Lebanon; "Your Children are not your children. Anakmu bukan anakmu. Mereka adalah putera Sang Fajar". Oleh karena itu, sifat dan adaptif dan mentalitas yang kolaboratif harus ditumbuhkan. Dalam tradisi Nahdlatul Ulama ada sebuah ibarat yang populer; "Al Muhafazah alal qafiim al shaalih wal akhdzu bil jadiid al ashlah". Menjaga tradisi, dan menangkap perubahan.
Alhasil, selamat berkongres, PMII dan HMI. Tangan terkepal maju ke muka, yakin usaha sampai.
Wallaahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiiq.
(dam)
tulis komentar anda