Merger di Industri Digital: Konsentrasi Pasar atau Efisiensi

Senin, 01 Maret 2021 - 06:19 WIB
Merger di Industri Digital: Konsentrasi Pasar atau Efisiensi
Murti Lestari

Dewan Pakar Institute of Social Economic Digital dan Dosen Fakultas Bisnis UKDW Yogyakarta

Memasuki awal 2021, isu merger perusahaan digital seperti Gojek-Grab; Gojek-Tokopedia; berseliweran di berbagai media. Sejatinya, merger (termasuk akuisisi) merupakan strategi lazim bagi perusahaan untuk mendapatkan benefit, mulai dari keuntungan, daya saing, efisiensi, dan manfaat lain guna menaikkan kinerja perusahaan. Meski merger fenomena lazim dalam bisnis, merger harus tetap dilihat dampak ekonominya secara luas. Apalagi, merger di industri digital yang relatif baru dan punya karakter berbeda dengan industri konvensional.

Konsentrasi Kuasa atau Efisiensi

Ada dua aspek penting dalam merger. Pertama, konsentrasi pasar (market power atau market concentration) dan skala ekonomis. Konsentrasi pasar bisa menghasilkan welfare loss yang merugikan masyarakat. Sementara skala ekonomis akan memberikan kinerja baik, melalui efisiensi yang menghasilkan welfare gain dan menguntungkan masyarakat luas. Salah satu bentuknya adalah peningkatan skala perusahaan yang mendorong efisiensi (economies of scale). Dalam skala yang besar, perusahaan memiliki peluang berinvestasi lebih pada pengembangan teknologi guna meningkatkan daya saing. Ini jelas akan memberikan manfaat signifikan bagi pengguna maupun masyarakat.



Pertanyaannya, kapan merger menghasilkan efisiensi, dan kapan merger menghasilkan konsentrasi pasar? Ada banyak argumen, namun secara teori, mergerpada industri berstruktur pasar persaingan ditengarai tidak akan menghasilkan kekuatan pasar. Malah, bisa meningkatkan efisiensi dengan berbagai manfaatnya. Struktur industrinya pun tetap – masih berstruktur persaingan. Sebaliknya, merger pada industri berstruktur oligopolis bisa meningkatkan derajat monopoli dan kekuatan pasar. Struktur industrinya pun akan semakin oligopolis.

Struktur Industri Digital

Sesuai uraian di atas, guna menentukan apakah merger pada industri digital (misal: Gojek-Tokopedia yang santer diperbincangkan) bisa menyebabkan konsentrasi pasar atau efisiensi perlu dilihat struktur industri digital Indonesia. Pangsa pasar biasanya dipakai sebagai faktor menentukan struktur industri. Sayangnya, industri digital Indonesia masih relatif baru sehingga informasi itu sulit diakses. Karena itu, digunakan indikator lain, yaitu barrier to entry dan substitusi produk (layanan).Dari sisi perusahaan baru untuk masuk ke pasar industri digital terbilang minim penghalang (tidak adabarrier to entry). Siapa pun yang punya skill, mental, waktu, punya peluang membangun startup bisnis digital atau bisnis online. Siapa pun bisa mengembangkan skill terkait bisnis digital karena sudah tersedia banyak lembaga pendidikan yang memberikan pelajaran terkait skill. Kemudahan ini membuat banyak perusahaan yang beroperasi di platform digital atau bidang online. Misalnya, di industri transportasi online ada 28 perusahaan dan di e-commerce ada 44 perusahaan dan sebagainya.

Posisi dominan di industri ini juga sangat dinamis. Contohnya, di uang elektronik di mana pada 2015 pangsa pasarnya dikuasai Mandiri Online, diikuti BCA Online. Namun, pada 2019, posisinya berubah signifikan di mana posisi dominan adalah OVO. BCA Online pun bergeser ke posisi kelima. Sedangkan di industri e-commerce, Tokopedia sempat menjadi yang unggul, namun sekarang posisi dominannya digeser Shopee – pemain asal Singapura. Ke depan posisi ini juga bisa terus berubah.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More