Layanan Pertanahan Harus Aman dan Mudah

Rabu, 17 Februari 2021 - 05:55 WIB
Layanan serba digital diharapkan menjadi solusi agar lebih efisien. FOTO/WIN CAHYONO
JAKARTA - Digitalisasi sertifikat tanah , kenapa tidak. Perkembangan zaman menuntut semua layanan publik harus lebih cepat, murah, dan nyaman. Termasuk, pengurusan sertifikat tanah dan layanan lainnya. Hanya, keamanan tetap harus menjadi faktor yang dikemukakan.

Rencana digitalisasi sertifikat tanah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/Kepala BPN No 1/2021 tentang Sertipikat Elektronik belakangan mengemuka karena memicu kontroversi. Fokusnya terkait kabar bahwa BPN akan menarik sertifikat fisik milik masyarakat.

Kabar ini tentu meresahkan karena masyarakat khawatir hak atas kepemilikan tanah yang mereka kuasai rentan dimanipulasi. Apalagi belakangan bau tak sedap adanya mafia tanah santer berhembus. Belum lagi kerentanan digital dari serangan siber.



Urgensi digitalisasi sertifikat tanah dan pentingnya keamanan juga ditekankan sejumlah kalangan, di antaranya Managing Director Ciputra Group Harun Hajadi, Pengamat properti dari Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta Arvin, dan Ketua Umum Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Harry Endang Kawidjaja.



Namun, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil secara tegas menampik kabar adanya penarikan sertifikat tanah tersebut.

"Itu tidak benar. BPN tidak akan menarik sertifikat [tanah yang fisik]. Semua sertifikat [tanah] lama akan tetap berlaku, sampai dialihkan dalam bentuk sertifikat elektronik. Oleh sebab itu, kalau ada orang mengaku dari BPN mau menarik sertifikat, jangan dilayani," ujar Sofyan melalui webinar yang disiarkan kanal Youtube Kementerian ATR/BPN (4/2).



Dalam revolusi industri 4.0, digitalisasi bidang pelayanan publik diharapkan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Dengan adanya kemudahan pelayanan, diharapkan juga dapat mengubah stigma ketidakpercayaan masyarakat atas pelayanan buruk pemerintah dapat menghilang.

Digitalisasi pelayanan publik sejalan dengan reformasi birokrasi yang jadi arahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Untuk mempertajam visi tersebut, pemerintah kini tengah melakukan penyempurnaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Secara strategis, penyempurnaan akan menyeleraskan undang-undang tersebut, di antaranya dengan UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman.



Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menegaskan pentingnya pelayanan publik berbasis elektronik harus menjadi basis pelayanan dalam rangka memudahkan dan transparansi pelayanan kepada masyarakat juga menjadi poin penting.

‘’Terutama dalam adaptasi kebiasaan baru. Jadi, pelayanan publik ke depan diharapkan lebih terintegrasi antara Pusat, Provinsi, dan Kabupaten atau Kota serta pelayanan bisnis yang menunjang penyelenggaraan pelayanan publik,’’ ujar Tjahjo, awal tahun ini.

Dia kemudian menandaskan, UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik perlu disempurkan karena sudah berusia 11 tahun, sementara pelayanan publik berkembang sangat dinamis karena mengikuti perkembangan sosial-ekonomi masyarakat.

Tjahjo juga menyebut kelas menengah Indonesia sudah meningkat. Bank Dunia mencatat 45% populasi penduduk Indonesia atau sekitar 115 juta rakyat Indonesia berpotensi memasuki kelas menengah. Menurut Tjahjo, kenaikan kelas menengah diiringi meningkatnya ekspektasi terhadap pelayanan publik.

“Digitalisasi dalam pelayanan publik menjadi suatu keniscayaan digitalisasi pelayanan merupakan pintu menuju pelayanan publik kelas dunia," katanya.

Selain itu, perkembangan politik dan administrasi pemerintahan yang mengarah atau berorientasi kepada pelayanan harus turut menjadi pertimbangan. Pada masa lalu, semua pelayanan publik nampaknya menjadi domain pemerintah. Sekarang pelayanan publik tidak lagi menjadi domain pemerintah, tetapi harus melibatkan partisipasi masyarakat.

Sementara itu, sejumlah kalangan merespons positif rencana digitalisasi sertifikat tanah. Namun mereka mewanti-wanti faktor keamanan harus dipastikan. "Sertifikat tanah secara elektronik sudah menjadi keniscayaan, maka mau tidak mau suatu waktu akan tiba. Tetapi authentication-nya menjadi luar biasa pentingnya," ujar Managing Director Ciputra Group Harun Hajadi kepada Koran SINDO, kemarin.

Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More