PPKM Tahap III Masih Setengah Hati
Selasa, 09 Februari 2021 - 06:21 WIB
JAKARTA – Pemerintah kembali memperpanjang PPKM. PPKM tahap ketiga ini akan berlaku pada 9-22 Februari 2021. Kendati dimunculkan skenario PPKM hingga tingkat Kerukunan Tetangga (RT), namun di level lebih luas, pemerintah justru memperlonggar berbagai aktivitas publik seperti aktivitas restoran, pusat perbelanjaan, hingga aktivitas perkantoran.
Dalam PPKM tahap ketiga, pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan dengan berbasis mikro yang menyasar hingga tingkatan RT di wilayah Provinsi-Provinsi Jawa-Bali. Hal itu tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 3/2021 tentang Pemberlakuan PPKM Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 Di Tingkat Desa Dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. “Mengatur PPKM yang berbasis mikro yang selanjutnya disebut PPKM Mikro sampai dengan tingkat RT/RW yang berpotensi menimbulkan penularan covid-19,” demikian bunyi diktum kesatu Instruksi Mendagri No.3/2021.
Berdasarkan Instruksi Mendagri tersebut, PPKM mikro dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah di tingkat RT. Nantinya setiap RT akan dibagi sesuai dengan zonasi risiko masing-masing. Wilayah RT akan kategori zona hijau jika tidak ada warganya yang positif Covid-19, kategori zona kuning jika 1-5 rumah terdapat kasus positif Covid-19, kategori zona oranye jika ada 6-10 rumah terkonfirmasi kasus positif Covid-19, dan kategori merah, jika dalam satu RT ada lebih dari 10 rumah dengan kasus positif Covid-19 dalam tujuh hari terakhir. Di masing-masing zona, akan mendapat perilaku pengendalian berbeda baik terkait aktivitas keluar masuk wilayah RT, pembukaan rumah ibadah, aktivitas anak-anak, hingga jumlah kerumunan. Bagi RT yang masuk zona merah misalnya, maka akan diberlakukan jam malam, di mana keluar masuk wilayah tersebut dibatasi hingga pukul 20.00 WIB saja (selengkapnya lihat grafis). Agar PPKM Mikro ini berlangsung efektif, maka akan dibentuk Pos Komando (Posko) PPKM Mikro di level Desa/Kelurahan. Posko ini nantinya akan melakukan koordinasi, pengawasan, dan evaluasi terkait penerapan PPKM. Posko PPKM Mikro ini akan diketua oleh kepala desa/lurah dengan berkoordinasi dengan unsur pemerintah yang lain seperti camat, bupati, dan TNI/Polri. Sedangkan pembiayaan Posko PPKM ini akan diambilkan dari pos Dana Desa.
Meskipun ada upaya mempersempit wilayah pengendalian hingga wilayah RT, namun cukup disayangkan dalam PPKM tahap ketiga ini, pemerintah justru memperlonggar aktivitas publik. Di antaranya erkait dengan pembatasan tempat kerja/perkantoran dari sebelumnya hanya 25% yang bekerja di kantor atau work from office (WFO) menjadi 50% pada PPKM mikro ini. Kelonggaran lain juga terlihat dari ketentuan pembatasan di sektor restoran. Dimana pada PPKM sebelumnya hanya 25% yang diperbolehkan makan di tempat, tapi di PPKM mikro diperlonggar menjadi 50%. Selanjutnya kelonggaran kembali dilakukan pada jam operasional tempat perbelanjaan atau mall. Dimana pada PPKM jilid dua telah diperlonggar dari jam 19.00 menjadi 20.00. Kemudian pada PPKM Mikro ini dilonggarkan kembali dari jam 20.00 menjadi jam 21.00.
Wakil Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang juga Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syafrizal mengatakan bahwa persoalan ekonomi menjadi salah satu pertimbangan kebijakan tersebut. “Ekonomi juga menjadi pertimbangan,” katanya saat dihubungi, kemarin.
Meski diperpanjangan, Syarfrizal mengatakan bahwa pembatasan jam operasional mall lebih diperketat. Pasalnya pada PPKM kali ini tidak ada jam toleransi bagi mall terkait jam operasionalnya. “Jika PPKM pada tahap pertama dan kedua selalu ada toleransi 1 jam. Maka pada tahap ini tidak ada toleransi lagi oleh daerah-daerah. Jadi jam 21.00 tanpa ada opsi perpanjangan atau toleransi,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa jika ada pihak yang melanggar maka bisa saja ditutup mall atau tempat perbelanjaan tersebut. “Kalau melanggar akan ditutup,” katanya.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai PPKM mikro yang justru melonggarkan aktivitas masyarakat dianggap kebijakan tidak berbasis sains dan data epidemiologi terkini. Apalagi kegiatan testing, tracing, dan isolasi dalam pengendalian wabah korona masih tergolong lemah. “PPKM yang dilonggarkan tanpa adanya penguatan signifikan testing, tracing dan isolasi karantina di semua wilayah adalah bukti kebijakan tidak berbasis sains dan data epidemiologi terkini,” kata Dicky, kemarin.
Dia menegaskan agar pemerintah terus mengencarkan kegiatan tes, lacak, dan isolasi. Hanya dengan hal itulah maka sebanyak-banyak kasus positif dapat disembuhkan dan tidak menularkan virus. “Seluruh daerah perlu dan penting memiliki pemahaman seperti ini. Pemerintah pusat berkewajiban memfasilitasi daerah agar kinerja pengendalian pandeminya bersinergi dan berbasis sains sehingga pemulihan sektor kesehatan segera terwujud yang otomatis akan diikuti pulihnya ekonomi, dan lain-lain,” tegas Dicky.
Dalam PPKM tahap ketiga, pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan dengan berbasis mikro yang menyasar hingga tingkatan RT di wilayah Provinsi-Provinsi Jawa-Bali. Hal itu tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 3/2021 tentang Pemberlakuan PPKM Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 Di Tingkat Desa Dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. “Mengatur PPKM yang berbasis mikro yang selanjutnya disebut PPKM Mikro sampai dengan tingkat RT/RW yang berpotensi menimbulkan penularan covid-19,” demikian bunyi diktum kesatu Instruksi Mendagri No.3/2021.
Berdasarkan Instruksi Mendagri tersebut, PPKM mikro dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah di tingkat RT. Nantinya setiap RT akan dibagi sesuai dengan zonasi risiko masing-masing. Wilayah RT akan kategori zona hijau jika tidak ada warganya yang positif Covid-19, kategori zona kuning jika 1-5 rumah terdapat kasus positif Covid-19, kategori zona oranye jika ada 6-10 rumah terkonfirmasi kasus positif Covid-19, dan kategori merah, jika dalam satu RT ada lebih dari 10 rumah dengan kasus positif Covid-19 dalam tujuh hari terakhir. Di masing-masing zona, akan mendapat perilaku pengendalian berbeda baik terkait aktivitas keluar masuk wilayah RT, pembukaan rumah ibadah, aktivitas anak-anak, hingga jumlah kerumunan. Bagi RT yang masuk zona merah misalnya, maka akan diberlakukan jam malam, di mana keluar masuk wilayah tersebut dibatasi hingga pukul 20.00 WIB saja (selengkapnya lihat grafis). Agar PPKM Mikro ini berlangsung efektif, maka akan dibentuk Pos Komando (Posko) PPKM Mikro di level Desa/Kelurahan. Posko ini nantinya akan melakukan koordinasi, pengawasan, dan evaluasi terkait penerapan PPKM. Posko PPKM Mikro ini akan diketua oleh kepala desa/lurah dengan berkoordinasi dengan unsur pemerintah yang lain seperti camat, bupati, dan TNI/Polri. Sedangkan pembiayaan Posko PPKM ini akan diambilkan dari pos Dana Desa.
Meskipun ada upaya mempersempit wilayah pengendalian hingga wilayah RT, namun cukup disayangkan dalam PPKM tahap ketiga ini, pemerintah justru memperlonggar aktivitas publik. Di antaranya erkait dengan pembatasan tempat kerja/perkantoran dari sebelumnya hanya 25% yang bekerja di kantor atau work from office (WFO) menjadi 50% pada PPKM mikro ini. Kelonggaran lain juga terlihat dari ketentuan pembatasan di sektor restoran. Dimana pada PPKM sebelumnya hanya 25% yang diperbolehkan makan di tempat, tapi di PPKM mikro diperlonggar menjadi 50%. Selanjutnya kelonggaran kembali dilakukan pada jam operasional tempat perbelanjaan atau mall. Dimana pada PPKM jilid dua telah diperlonggar dari jam 19.00 menjadi 20.00. Kemudian pada PPKM Mikro ini dilonggarkan kembali dari jam 20.00 menjadi jam 21.00.
Wakil Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang juga Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Syafrizal mengatakan bahwa persoalan ekonomi menjadi salah satu pertimbangan kebijakan tersebut. “Ekonomi juga menjadi pertimbangan,” katanya saat dihubungi, kemarin.
Meski diperpanjangan, Syarfrizal mengatakan bahwa pembatasan jam operasional mall lebih diperketat. Pasalnya pada PPKM kali ini tidak ada jam toleransi bagi mall terkait jam operasionalnya. “Jika PPKM pada tahap pertama dan kedua selalu ada toleransi 1 jam. Maka pada tahap ini tidak ada toleransi lagi oleh daerah-daerah. Jadi jam 21.00 tanpa ada opsi perpanjangan atau toleransi,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa jika ada pihak yang melanggar maka bisa saja ditutup mall atau tempat perbelanjaan tersebut. “Kalau melanggar akan ditutup,” katanya.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai PPKM mikro yang justru melonggarkan aktivitas masyarakat dianggap kebijakan tidak berbasis sains dan data epidemiologi terkini. Apalagi kegiatan testing, tracing, dan isolasi dalam pengendalian wabah korona masih tergolong lemah. “PPKM yang dilonggarkan tanpa adanya penguatan signifikan testing, tracing dan isolasi karantina di semua wilayah adalah bukti kebijakan tidak berbasis sains dan data epidemiologi terkini,” kata Dicky, kemarin.
Dia menegaskan agar pemerintah terus mengencarkan kegiatan tes, lacak, dan isolasi. Hanya dengan hal itulah maka sebanyak-banyak kasus positif dapat disembuhkan dan tidak menularkan virus. “Seluruh daerah perlu dan penting memiliki pemahaman seperti ini. Pemerintah pusat berkewajiban memfasilitasi daerah agar kinerja pengendalian pandeminya bersinergi dan berbasis sains sehingga pemulihan sektor kesehatan segera terwujud yang otomatis akan diikuti pulihnya ekonomi, dan lain-lain,” tegas Dicky.
tulis komentar anda