Soal Perubahan Iklim, Indonesia Pegang Kesepakatan Perjanjian Internasional
Selasa, 02 Februari 2021 - 14:06 WIB
Persoalan ini lanjut Mahendra, yang terkadang kita jumpai, baik di tingkat multilateral yang ingin memaksakan pada pihak tertentu yang seakan akan sama atau dalam hubungan bilateral yang berkehendak sama, bahkan di tingkat yang sifatnya bukan pemerintah, baik bisnis, lembaga keuangan, semata-mata menerapkan standar tertentu harus begitu, karena alasan standar di negara pusatnya seperti itu, padahal dia ada di negara berkembang. Atau melakukan pembiayaan finansial di negara berkembang yang tujuannya mengatasi kemiskian.
Belum lagi, seakan-akan dinilai dan kemudian diawasi oleh satu proses yang juga tidak mengindahkan konteks yang besar tadi, sehingga akhirnya mereka takut untuk melakukan pembiayaan pembangunan atau kegiatan bisnis karena ada pengawasan dari konsultan, LSM, atau seakan akan ada teknologi pengawasan satelit.
Bahwa kata dia, mekanisme yang sebenarnya dalam proses yang sudah mapan dan diakui, apakah melalui audit dan survey, malah ada lagi yang melakukan pengawasan dari atas yang tidak sesuai dengan proses, kewenangan dan yurisdiksi dari negara di tempat dilakukan.
"Ini yang persoalan, balik lagi ke prioritas dan nilai-niali yang berbeda, padahal sudah ada perjanjiannya dan ini diperlukan untuk menempatkan pada konteks yang benar dan terus menjalankan komitmen kita yang sudah dijalankan tetapi di lain pihak mengamankan kepentingan nasional kita yang sudah diakui dunia internasional untuk tetap bisa dijalankan," ungkapnya.
Belum lagi, seakan-akan dinilai dan kemudian diawasi oleh satu proses yang juga tidak mengindahkan konteks yang besar tadi, sehingga akhirnya mereka takut untuk melakukan pembiayaan pembangunan atau kegiatan bisnis karena ada pengawasan dari konsultan, LSM, atau seakan akan ada teknologi pengawasan satelit.
Bahwa kata dia, mekanisme yang sebenarnya dalam proses yang sudah mapan dan diakui, apakah melalui audit dan survey, malah ada lagi yang melakukan pengawasan dari atas yang tidak sesuai dengan proses, kewenangan dan yurisdiksi dari negara di tempat dilakukan.
"Ini yang persoalan, balik lagi ke prioritas dan nilai-niali yang berbeda, padahal sudah ada perjanjiannya dan ini diperlukan untuk menempatkan pada konteks yang benar dan terus menjalankan komitmen kita yang sudah dijalankan tetapi di lain pihak mengamankan kepentingan nasional kita yang sudah diakui dunia internasional untuk tetap bisa dijalankan," ungkapnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda