Indonesia Investment Authority: Mendesak?
Senin, 25 Januari 2021 - 08:10 WIB
Perekonomian Indonesia sampai saat ini masih terbilang “boros” dan tidak efisien lantaran tingginya biaya investasi di dalam negeri. Ini terlihat dari angka incremental capital output ratio (ICOR) yang cukup tinggi.
Tahun 2019 ICOR Indonesia mencapai 6,77 lebih buruk daripada tahun 2018 yang sebesar 6,44. Sebagai perbandingan, ICOR negara tetangga Indonesia lebih rendah, di antaranya Filipina (3,6), Vietnam (4,1), India (4,2), Malaysia (5), dan Thailand (6).
Selain itu data juga menunjukkan saat ini tingkat ease of doing business (EoDB) di Tanah Air masih berada di level 73. Angka tersebut juga berada di bawah negara- negara ASEAN lainnya seperti Singapura (2), Malaysia (12), Thailand (21), Brunei (66), dan Vietnam (70). Indonesia hanya lebih unggul atas Filipina (95), Kamboja (144), Laos (154), dan Myanmar (165).
Tak dapat dimungkiri bahwa saat ini Indonesia memerlukan investasi untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi. Kontribusi PMTB (investasi) merupakan yang terbesar kedua pada PDB setelah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sekitar 30%.
Selain itu hasil riset internal Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,3% yang selanjutnya berdampak pada penciptaan lapangan kerja 0,16% atau jika ditransaksikan sebesar 75.000 tenaga kerja. Oleh sebab itu reformasi struktural untuk memangkas obesitas regulasi dalam investasi perlu segera dilakukan.
Masih tertinggalnya tingkat kemudahan dan efisiensi investasi Indonesia bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga lainnya di Asia Tenggara mutlak mengharuskan Indonesia mulai berpikir keras untuk mencari terobosan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan nasional di tengah pandemi saat ini.
Pembentukan lembaga sejenis Sovereign Wealth Fund (SWF) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) pada Januari 2021 merupakan langkah antisipatif yang dilakukan pemerintah terhadap semakin terbatasnya kapasitas investasi dalam negeri, yaitu kini Indonesia sedang menghadapi beberapa tantangan berupa tingginya kebutuhan pembiayaan di masa depan serta tingkat investasi asing masuk ke Tanah Air yang relatif stagnan.
Pandemi telah menyebabkan rasio utang terhadap PDB yang meningkat dan kapasitas pembiayaan BUMN yang semakin terbatas. Pembentukan SWF diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja baru melalui bertambahnya investasi.
Berdasarkan hitungannya setiap 1% kucuran modal dapat berkontribusi 0,3% pertumbuhan ekonomi dan menyerap 75.000 tenaga kerja. Melalui SWF pemerintah akan jadi mitra investasi yang tepercaya yang dapat memberi kepastian hukum bagi mitra investor strategis
Kebebasan Investasi yang Terukur
Tahun 2019 ICOR Indonesia mencapai 6,77 lebih buruk daripada tahun 2018 yang sebesar 6,44. Sebagai perbandingan, ICOR negara tetangga Indonesia lebih rendah, di antaranya Filipina (3,6), Vietnam (4,1), India (4,2), Malaysia (5), dan Thailand (6).
Selain itu data juga menunjukkan saat ini tingkat ease of doing business (EoDB) di Tanah Air masih berada di level 73. Angka tersebut juga berada di bawah negara- negara ASEAN lainnya seperti Singapura (2), Malaysia (12), Thailand (21), Brunei (66), dan Vietnam (70). Indonesia hanya lebih unggul atas Filipina (95), Kamboja (144), Laos (154), dan Myanmar (165).
Tak dapat dimungkiri bahwa saat ini Indonesia memerlukan investasi untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi. Kontribusi PMTB (investasi) merupakan yang terbesar kedua pada PDB setelah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sekitar 30%.
Selain itu hasil riset internal Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1% investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,3% yang selanjutnya berdampak pada penciptaan lapangan kerja 0,16% atau jika ditransaksikan sebesar 75.000 tenaga kerja. Oleh sebab itu reformasi struktural untuk memangkas obesitas regulasi dalam investasi perlu segera dilakukan.
Masih tertinggalnya tingkat kemudahan dan efisiensi investasi Indonesia bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga lainnya di Asia Tenggara mutlak mengharuskan Indonesia mulai berpikir keras untuk mencari terobosan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan nasional di tengah pandemi saat ini.
Pembentukan lembaga sejenis Sovereign Wealth Fund (SWF) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) pada Januari 2021 merupakan langkah antisipatif yang dilakukan pemerintah terhadap semakin terbatasnya kapasitas investasi dalam negeri, yaitu kini Indonesia sedang menghadapi beberapa tantangan berupa tingginya kebutuhan pembiayaan di masa depan serta tingkat investasi asing masuk ke Tanah Air yang relatif stagnan.
Pandemi telah menyebabkan rasio utang terhadap PDB yang meningkat dan kapasitas pembiayaan BUMN yang semakin terbatas. Pembentukan SWF diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja baru melalui bertambahnya investasi.
Berdasarkan hitungannya setiap 1% kucuran modal dapat berkontribusi 0,3% pertumbuhan ekonomi dan menyerap 75.000 tenaga kerja. Melalui SWF pemerintah akan jadi mitra investasi yang tepercaya yang dapat memberi kepastian hukum bagi mitra investor strategis
Kebebasan Investasi yang Terukur
tulis komentar anda