Menyongsong Kebangkitan Ekonomi Indonesia 2021

Senin, 18 Januari 2021 - 05:50 WIB
Dari sisi moneter, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang countercyclical dan akomodatif seperti menurunkan suku bunga acuan serta ikut berpartisipasi menambal defisit anggaran lewat pembelian surat utang pemerintah (burden sharing policy) disebut sudah tepat di tengah kondisi krisis akibat pandemi seperti sekarang ini.

Era suku bunga rendah, tren pelemahan dolar AS dan imbal hasil berinvestasi di negara-negara maju yang rendah akan memicu adanya dana asing yang masuk ke negara-negara berkembang (EMs), termasuk Indonesia. Hal ini akan mendongkrak harga-harga aset keuangan seperti saham dan obligasi di dalam negeri.

Tak kalah pentingnya, pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) yang dimaksudkan untuk menarik dana dari investor asing guna dialokasikan untuk pembiayaan berbagai proyek infrastruktur strategis juga diharapkan mampu menjadi solusi jitu atas kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional non-utang.

Fokus pada pembangunan infrastruktur diharapkan tidak hanya akan menyerap tenaga kerja di tengah lonjakan angka pengangguran yang mencapai hampir 10 juta orang pada Agustus 2020 lalu, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik secara simultan yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.

Harus dipahami, pandemi Covid-19 masih menjadi risiko utama bagi pemulihan ekonomi global dan domestik lantaran tren kasus infeksi harian yang cukup tinggi. Bahkan pemerintah membatasi kegiatan masyarakat dengan menetapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk menekan angka penyebaran Covid-19 di wilayah Pulau Jawa dan Bali. PPKM Jawa-Bali ini mulai berlaku pada 11-25 Januari 2021.

Kebijakan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Untuk kembali memacu perekonomian yang melemah, vaksin adalah kata kuncinya. Program vaksinasi masal yang sudah dilakukan sejak 13 Januari 2021 lalu diharapkan dapat mengerem penularan Covid-19 sekaligus mendongkrak kepercayaan masyarakat untuk beraktivitas ekonomi dan sosial sehingga roda perekonomian bergulir lebih cepat.

Catatan Penutup

Dengan demikian jelas bahwa game changer utama berupa vaksin tak terbantahkan lagi di tengah terus bertambahnya kasus positif baru Covid-19 yang berpotensi mengikis kepercayaan publik. Masuk akal apabila sebagian kalangan pelaku usaha, akademisi dan ekonom tidak seoptimis pemerintah. Tapi, justru di tengah skeptisisme itulah pemerintah harus terus menggelorakan optimisme melalui serangkaian kebijakan dan tindakan nyata untuk membangkitkan perekonomian.

Optimisme ekonomi bisa tumbuh 4,5-5,5% tahun ini harus dengan syarat vaksinasi massal secara bertahap dapat menihilkan pandemi Covid-19. Dengan program vaksinasi, masyarakat kelas menengah-atas yang kontribusinya signifikan berkisar 84% terhadap total belanja masyarakat akan tergugah untuk berbelanja.

Menguatnya konsumsi rumah tangga dengan prokes yang ketat setidaknya akan mampu mengembalikan kontribusinya yang berkisar 55-57% terhadap keseluruhan pembentukan PDB nasional. Menguatnya konsumsi masyarakat akan mendorong sisi permintaan riil yang berujung pada permintaan kredit modal kerja dan kredit investasi yang meningkat pula.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More