Menurut KAMI, Ini yang Bikin Penanganan Pandemi dan Ekonomi Tak Membaik

Selasa, 12 Januari 2021 - 19:40 WIB
Said menjelaskan, perhitungan jumlah hutang di atas, belum termasuk hutang BUMN, yang terbukti ketika terjadi masalah yang berakhir dengan gagal bayar utang. Hutang BUMN, kata dia, juga akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Sudah banyak contoh kasus BUMN yang di-bailout pemerintah. Di antaranya seperti Garuda Indonesia, Jiwasraya, Asabri, Dirgantara Indonesia, dan banyak lainnya.

Dia menggariskan, jika hutang BUMN dihitung sebagai risiko hutang pemerintah, maka total hutang pemerintah dan BUMN menjadi sekitar Rp11.000 triliun, atau setara sekitar 75 persen terhadap PDB. Ini jelas merupakan sebuah angka hutang yang sangat membahayakan keuangan negara. Ibarat seperti masa pandemi, saluran pernapasan fiskal dan keuangan negara saat ini, sudah dalam kondisi menggunakan pernapasan buatan atau ventilator."Suatu keadaan yang menandai kondisi bahaya, darurat kritis," katanya.

Dalam kajian kalangan ekonom, Said membeberkan, jika kebijakan ekonomi masa pandemi ini, diambil dan dijalankan sama sebangun dengan kebijakan sebelum pandemi terjadi, maka bukan saja kebijakan itu yang tidak efektif. Melainkan juga kata Said, pengambil dan pelaksana kebijakan justru telah menjadi bagian dari masalah yang menyertai kebijakan tersebut.

(Baca:KAMI Menilai Pemerintah Bekerja dengan Kepalsuan Pencitraan Kekuasaan)

Angka-angka di atas, bagi KAMI, menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan kebijakan publik, khususnya pengendalian pandemi yang menjadi penyebab utama krisis ekonomi. Pandemi bukan mereda, tetapi semakin parah.

"Akar masalahnya adalah krisis kepemimpinan nasional secara kolektif, yang tidak mampu mengatasi tantangan dan masalah pandemi maupun ekonomi ke arah perbaikan," tegas Said.

Krisis tersebut, ujar Said, berarti bahwa kepemimpinan, kebijakan dan pilihan agenda mengatasi masalah ekonomi baik karena pandemi maupun disebabkan oleh buruknya kinerja pemerintahan, menggambarkan tidak berjalan efektif. Penyebabnya, menurut KAMI, kepalsuan pemerintahan (false governance) yang menghasilkan kepalsuan kebijakan publik (false public policy). "Akarnya adalah kecurangan demi menutup ketidakmampuan, keserakahan, dan kemunafikan," ucapnya.
(muh)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More