2 Anak Tersangka Parodi Lagu Indonesia Raya, Begini Pedoman MA
Minggu, 03 Januari 2021 - 11:55 WIB
Untuk penerapan keadilan restoratif pada perkara anak terdapat delapan ketentuan. Satu, sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Dua, setiap penetapan diversi merupakan wujud keadilan restoratif.
Tiga, dalam hal diversi tidak berhasil atau tidak memenuhi syarat diversi, hakim mengupayakan putusan dengan pendekatan keadilan restoratif, sebagaimana diatur UU Nomor 11 Tahun 2012 pada Pasal 71 hingga Pasal 82.
"Empat, setelah pembacaan dakwaan, hakim proaktif mendorong kepada anak/orang tua/penasehat hukum dan korban serta pihak-pihak terkait (Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan selanjutnya disebut PK Bapas, Pekerja Sosial (Peksos), Perwakilan Masyarakat) untuk melakukan perdamaian," bunyi Lampiran SK halaman 8, seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Minggu (3/1/2021).
Lima, dalam hal proses perdamaian tercapai, maka para pihak melakukan kesepakatan perdamaian. Selanjutnya, ditandatangani anak dan/atau keluarganya, korban, dan pihak-pihak terkait yakni PK Bapas, peksos, dan perwakilan masyarakat. Kemudian, kesepakatan perdamaian dimasukkan ke dalam pertimbangan putusan hakim demi kepentingan terbaik bagi anak.
Enam, dalam hal hakim menjatuhkan hukuman berupa tindakan, maka hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat atau lembaga dengan berkoordinasi kepada PK Bapas, peksos, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang dahulu disebut P2TP2A.
Tujuh, dalam hal pelaku adalah anak yang belum berusia 14 tahun dan menghadapi permasalahan hukum, maka hanya dapat dikenai tindakan bukan pemidanaan. Tindakan ini meliputi pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan swasta dan pencabutan surat izin mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidananya.
Delapan, dalam hal korban adalah anak (anak korban/anak saksi), maka Panitera wajib memberi catatan identitas (stempel korban/saksi anak) dalam berkas perkara.
Lebih khusus untuk pengertian diversi, dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 11 Tahun 2012 dan Pasal 1 ayat (6) PP Nomor 65 Tahun 2015, yang berbunyi, "Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Tiga, dalam hal diversi tidak berhasil atau tidak memenuhi syarat diversi, hakim mengupayakan putusan dengan pendekatan keadilan restoratif, sebagaimana diatur UU Nomor 11 Tahun 2012 pada Pasal 71 hingga Pasal 82.
"Empat, setelah pembacaan dakwaan, hakim proaktif mendorong kepada anak/orang tua/penasehat hukum dan korban serta pihak-pihak terkait (Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan selanjutnya disebut PK Bapas, Pekerja Sosial (Peksos), Perwakilan Masyarakat) untuk melakukan perdamaian," bunyi Lampiran SK halaman 8, seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Minggu (3/1/2021).
Lima, dalam hal proses perdamaian tercapai, maka para pihak melakukan kesepakatan perdamaian. Selanjutnya, ditandatangani anak dan/atau keluarganya, korban, dan pihak-pihak terkait yakni PK Bapas, peksos, dan perwakilan masyarakat. Kemudian, kesepakatan perdamaian dimasukkan ke dalam pertimbangan putusan hakim demi kepentingan terbaik bagi anak.
Enam, dalam hal hakim menjatuhkan hukuman berupa tindakan, maka hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat atau lembaga dengan berkoordinasi kepada PK Bapas, peksos, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang dahulu disebut P2TP2A.
Tujuh, dalam hal pelaku adalah anak yang belum berusia 14 tahun dan menghadapi permasalahan hukum, maka hanya dapat dikenai tindakan bukan pemidanaan. Tindakan ini meliputi pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan swasta dan pencabutan surat izin mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidananya.
Delapan, dalam hal korban adalah anak (anak korban/anak saksi), maka Panitera wajib memberi catatan identitas (stempel korban/saksi anak) dalam berkas perkara.
Lebih khusus untuk pengertian diversi, dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 11 Tahun 2012 dan Pasal 1 ayat (6) PP Nomor 65 Tahun 2015, yang berbunyi, "Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
(abd)
tulis komentar anda