Pemberi Suap ke Mensos Ternyata Sekretaris HIPMI Jakarta Pusat dan Advokat
Jum'at, 18 Desember 2020 - 06:00 WIB
JAKARTA - Dua tersangka pemberi suap ke tersangka penerima suap Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial dan dua pejabat Kementerian Sosial, yang berasal dari pihak swasta ternyata ada yang menjadi Sekretaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat sekaligus advokat.
Dua tersangka pemberi suap tersebut yakni Harry Sidabukke (HS) dari pihak swasta dan Ardian I M (AIM) dari pihak swasta. Inisial nama dan asal unsur dua orang tersebut dikutip seperti disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat konferensi pers pada, Minggu (6/12/2020) dini hari. Belakangan saat pemeriksaan berikutnya berlangsung, Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK menyebutkan nama lengkap keduanya. (Baca juga: Ungkap Aliran Suap Bansos COVID-19, KPK Koordinasi dengan PPATK dan Perbankan)
KORAN SINDO dan MNC News Portal melakukan penelusuran lanjutan atas nama Harry Sidabukke dan Ardian I M dari sejumlah laman atau website. Nama Harry Sidabukke ternyata tercatat di laman hipmijaya.org sebagai Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020. Di akun Instagram @hipmijakpus, namanya tertera jelas "Harry Van Sidabukke" dengan jabatan Sekretaris Umum periode 2017-2020. (Baca juga: KPK Buka Peluang Dalami Beragam Bansos dari Kementerian Sosial)
Di laman sidabukke.co.id, tercantum juga nama "Harry Van Sidabukke" sebagai advokat (pengacara) pada kantor hukum Sidabukke Clan & Associates. Dari berbagai sumber lainnya, Harry sebagai pengacara pernah menangani sejumlah perkara mulai dari kepailitan perusahaan hingga perceraian artis. (Baca juga: Anggaran Rp300.000, MAKI Ungkap Nilai Paket Bansos COVID-19 Hanya Rp188.000)
Selain itu, nama Harry Van Sidabukke juga tercatat sebagai konsultan kekayaan intelektual dengan nomor: 0527-2011 di laman resmi Pangkalan Data Konsultan Kekayaan Intelektual http://pdkki.dgip.go.id milik Kementerian Hukum dan HAM.
Berikutnya, untuk Ardian IM. Sumber internal KPK menyebutkan, bahwa nama lengkapnya adalah Ardian Iskandar Maddanatja. Ardian diduga merupakan seorang pengusaha di sebuah perusahaan. Meski begitu, sumber ini belum mau mengungkap nama perusahaan tersebut dan hanya memberikan petunjuk. "Nama lengkap tersangka AIM itu Ardian Iskandar Maddanatja. Dia punya jabatan penting di satu perusahaan. Perusahaan itu ada kaitannya dengan satu orang yang ditangkap juga saat OTT. Kalau tersangka HS, nama lengkapnya memang Harry Van Sidabukke," tegas sumber tersebut kepada KORAN SINDO dan MNC News Portal.
Dari hasil penelusuran lanjutan, nama Ardian Iskandar Maddanatja terkadang tertulis hanya Ardian Maddanatja. Dengan menggunakan dua nama itu, berdasarkan penelusuran lanjutan, diperoleh data bahwa Ardian pernah menjabat sebagai Direktur di PT DVI serta menjadi person in charge (PIC) di PT MTI yang berkantor di Jakarta dan Vice President di BBHE.
Sejak beberapa bulan lalu, masih di tahun 2020, Ardian telah menjabat sebagai President Direktur PT Tigapilar Agro Utama (TAU). Perusahaan ini terkadang ditulis dengan nama PT Tiga Pilar Agro Utama (TPAU) dan singkatan PT TPAU. Meski berbeda kepanjangan nama dan singkatan, tapi memiliki akronim atau sebutan yang sama "TIGRA". Perusahaan ini berkantor di Jakarta Selatan.
Jika melihat pernyataan sumber internal KPK dengan singkatan nama perusahaan, maka perusahaan itu cocok dengan satu orang yang juga ditangkap KPK saat OTT yakni Wan Guntar selaku Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama (TPAU). Nama Wan dan perusahaa disampaikan KPK saat konferensi pers pada Minggu (6/12/2020) dini hari.
Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri menyatakan, penanganan kasus atau perkara yang dilakukan KPK termasuk untuk kasus dugaan suap Juliari Peter Batubara selaku Mensos dkk yang sebelumnya dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) tidak pernah melihat dari mana unsur pelaku atau profesi atau pekerjaan atau organisasinya.
Firli menjelaskan, lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaaan paket bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode, telah memenuhi unsur-unsur seorang tersangka. KPK tetap berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kita tidak melihat profesi seseorang. Karena di dalam konsep KUHP itu pelaku terdiri dari orang yang melakukan, orang yang turut serta melakukan, orang yang membantu melakukan, atau yang menyuruh melakukan. Jadi kita nggak melihat profesinya apakah dia itu pengacara atau pengurus organisasi, itu tidak," ujar Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) sore.
Dua tersangka pemberi suap tersebut yakni Harry Sidabukke (HS) dari pihak swasta dan Ardian I M (AIM) dari pihak swasta. Inisial nama dan asal unsur dua orang tersebut dikutip seperti disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat konferensi pers pada, Minggu (6/12/2020) dini hari. Belakangan saat pemeriksaan berikutnya berlangsung, Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK menyebutkan nama lengkap keduanya. (Baca juga: Ungkap Aliran Suap Bansos COVID-19, KPK Koordinasi dengan PPATK dan Perbankan)
KORAN SINDO dan MNC News Portal melakukan penelusuran lanjutan atas nama Harry Sidabukke dan Ardian I M dari sejumlah laman atau website. Nama Harry Sidabukke ternyata tercatat di laman hipmijaya.org sebagai Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020. Di akun Instagram @hipmijakpus, namanya tertera jelas "Harry Van Sidabukke" dengan jabatan Sekretaris Umum periode 2017-2020. (Baca juga: KPK Buka Peluang Dalami Beragam Bansos dari Kementerian Sosial)
Di laman sidabukke.co.id, tercantum juga nama "Harry Van Sidabukke" sebagai advokat (pengacara) pada kantor hukum Sidabukke Clan & Associates. Dari berbagai sumber lainnya, Harry sebagai pengacara pernah menangani sejumlah perkara mulai dari kepailitan perusahaan hingga perceraian artis. (Baca juga: Anggaran Rp300.000, MAKI Ungkap Nilai Paket Bansos COVID-19 Hanya Rp188.000)
Selain itu, nama Harry Van Sidabukke juga tercatat sebagai konsultan kekayaan intelektual dengan nomor: 0527-2011 di laman resmi Pangkalan Data Konsultan Kekayaan Intelektual http://pdkki.dgip.go.id milik Kementerian Hukum dan HAM.
Berikutnya, untuk Ardian IM. Sumber internal KPK menyebutkan, bahwa nama lengkapnya adalah Ardian Iskandar Maddanatja. Ardian diduga merupakan seorang pengusaha di sebuah perusahaan. Meski begitu, sumber ini belum mau mengungkap nama perusahaan tersebut dan hanya memberikan petunjuk. "Nama lengkap tersangka AIM itu Ardian Iskandar Maddanatja. Dia punya jabatan penting di satu perusahaan. Perusahaan itu ada kaitannya dengan satu orang yang ditangkap juga saat OTT. Kalau tersangka HS, nama lengkapnya memang Harry Van Sidabukke," tegas sumber tersebut kepada KORAN SINDO dan MNC News Portal.
Dari hasil penelusuran lanjutan, nama Ardian Iskandar Maddanatja terkadang tertulis hanya Ardian Maddanatja. Dengan menggunakan dua nama itu, berdasarkan penelusuran lanjutan, diperoleh data bahwa Ardian pernah menjabat sebagai Direktur di PT DVI serta menjadi person in charge (PIC) di PT MTI yang berkantor di Jakarta dan Vice President di BBHE.
Sejak beberapa bulan lalu, masih di tahun 2020, Ardian telah menjabat sebagai President Direktur PT Tigapilar Agro Utama (TAU). Perusahaan ini terkadang ditulis dengan nama PT Tiga Pilar Agro Utama (TPAU) dan singkatan PT TPAU. Meski berbeda kepanjangan nama dan singkatan, tapi memiliki akronim atau sebutan yang sama "TIGRA". Perusahaan ini berkantor di Jakarta Selatan.
Jika melihat pernyataan sumber internal KPK dengan singkatan nama perusahaan, maka perusahaan itu cocok dengan satu orang yang juga ditangkap KPK saat OTT yakni Wan Guntar selaku Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama (TPAU). Nama Wan dan perusahaa disampaikan KPK saat konferensi pers pada Minggu (6/12/2020) dini hari.
Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri menyatakan, penanganan kasus atau perkara yang dilakukan KPK termasuk untuk kasus dugaan suap Juliari Peter Batubara selaku Mensos dkk yang sebelumnya dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) tidak pernah melihat dari mana unsur pelaku atau profesi atau pekerjaan atau organisasinya.
Firli menjelaskan, lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaaan paket bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial RI Tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode, telah memenuhi unsur-unsur seorang tersangka. KPK tetap berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kita tidak melihat profesi seseorang. Karena di dalam konsep KUHP itu pelaku terdiri dari orang yang melakukan, orang yang turut serta melakukan, orang yang membantu melakukan, atau yang menyuruh melakukan. Jadi kita nggak melihat profesinya apakah dia itu pengacara atau pengurus organisasi, itu tidak," ujar Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) sore.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda