Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Bisa Munculkan Konflik Agraria

Kamis, 16 April 2020 - 18:56 WIB
Pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja antara DPR dan Pemerintah terus menuai sorotan. Ada pihak yang mendukung maupun menolak keras beleid terus. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja antara DPR dan Pemerintah terus menuai sorotan. Ada yang mendukung maupun menolak keras beleid terus. Terlebih lagi, agenda itu dilancarkan meski wabah pandemi virus Corona atau Covid-19 tengah melanda Indonesia.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengkritisi pemerintah yang seakan kukuh dan tak peduli dengan aspirasi publik yang ingin RUU Cipta Kerja dikaji dalam. Salah satunya perihal tanah dan lapangan kerja.

Hal itu menanggapi pernyataan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil saat rapat pembahasan Omnibus Law dengan Badan Legislasi DPR RI dan beberapa menteri Kabinet Kerja pada Selasa, 14 April 2020. Menurut Dewi, munculnya berbagai penolakan dari publik bukanlah tanpa alasan.



"Kami tahu apa isi RUU Cipta Kerja. Meski tebal tak kepalang, halaman-halaman mengerikan itu kami baca. Kami petani, masyarakat adat, buruh, pemuda-pemudi di desa dan kota, aktivis, warga biasa, tapi bukan berarti kami tak punya ilmu, dan tak punya pemikir dengan kompetensi ilmu yang mumpuni," ujar Dewi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/4/2020).

Ia menjelaskan, konflik agraria sudah kerap terjadi dalam kurun 5-40 tahun terakhir. Hal itu terjadi seiring dengan banyaknya tanah-tanah di desa serta area hutan yang hak atas tanahnya kepada perusahaan dan konglomerat.

Dewi memahami bisa RUU tersebut ditujukan untuk membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Namun, hal itu ditempuh dengan cara pengadaan tanah dan pembebasan lahan masyarakat.

Dia menilai, Kementerian ATR/BPN bersama pemerintah daerah, dan pemegang proyek telah mengiming-imingi petani, masyarakat desa dengan maksud untuk menggusur lahan mereka. Hal itu dilakukan dengan memberikan janji lapangan kerja dengan upah rendah untuk para pengusaha kakap.

"Jika kami tak mau melepas tanah, kami ditakuti dengan perampasan atau konsinyasi, katanya harus pergi ke pengadilan mengambil ganti rugi yang dipaksakan. Banyak yang telah kehilangan kerja, kehilangan usaha-usaha taninya yang dilibas, wilayah adatnya, kehilangan tumpuan hidupnya akibat perampasan tanah tersebut," tegas dia.

Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil meminta, agar publik juga mempelajari lebih dulu mengenai RUU Cipta Kerja sebelum menolaknya. Apalagi, salah satu tujuan beleid itu untuk menjawab persoalan pengangguran yang di Indonesia. Saat ini ada 7,2 juta penganggur di Indonesia, ditambah 2 juta tenaga kerja baru tiap tahun mencari pekerjaan.

"Aduh, sayang sekali anda menolak apa yang anda tidak tahu. Tolong pelajari RUU tersebut dulu. Jangan asal tolak. Tanpa usaha yang sungguh-sungguh penciptaan kerja, maka anak-anak kita akan menjadi penganggur," terang Sofyan.
(maf)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More