Skenario Haji 2020, Dipangkas 50% atau Batal
Selasa, 12 Mei 2020 - 06:42 WIB
Skenario ini juga menitikberatkan prioritas kondisi yang disepakati misi haji Indonesia dan pemerintah Arab Saudi, yakni pemeriksaan kesehatan, jemaah sudah istito'ah (jamaah dinyatakan mampu pergi haji) tetapi terkena pemangkasan. Mitigasinya, mengeluarkan kebijakan bagi jemaah yang istito'ah dan memitigasi jemaah terpapar Covid-18. “Tahapan selanjutnya, Bimbingan manasik. Antisipasi penyebaran Covid-19 dalam manasik tatap muka, penyiapan petugas dan penyediaan layanan dalam dan luar negeri,” terangnya.
Adapun skenario penyelenggaraan haji jika tidak dilaksanakan sangat mungkin diambil bila situasi di Saudi tidak memungkinkan atau jika Kemenag tidak memiliki waktu yang cukup karena kebijakan pemerintah Arab Saudi. “Kemenag tidak cukup waktu mempersiapkan ibadah haji akibat cepatnya perubahan kebijakan di Saudi, atau lambatnya kebijakan di Saudi,” urai Zainut.
Selanjutnya, pemeriksaan kesehatan yang rencana mitigasinya dengan mengeluarkan kebijakan bagi jemaah yang istito'ah, tetapi tertunda hajinya. Sehingga, mereka diberangkatkan tahun depan tanpa mengulang pemeriksaan kesehatan. Pihaknya akan merancang strategi untuk mengkomunikasikan kebijakan ini.
“Kemudian, pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), posisi jemaah yang sudah lunas dan nasib dananya. Mitigasinya, jemaah yang sudah lunas diprioritaskan berangkat tahun depan. Serta, penyiapan petugas,” ujar politikus PPP ini. (Baca juga: Kemenag Tunda Pengumuman Seleksi dan Pembekalan Jamaah Haji)
Dalam raker virtual tersebut, Komisi VIII DPR memberikan sejumlah catatan, salah satunya meminta agar protokol Covid-19 diterapkan secara ketat dalam persiapan maupun penyelenggaraan haji. Apabila haji tetap dilaksanakan, jamaah yang diprioritaskan bukan calon jamaah berisiko tinggi.
Ketua Komisi VIII DPR selaku pimpinan sidang Yandri Susanto membacakan kesimpulan raket juga menyebut, apabila penyelanggaraan haji tahun 1441 H/2020 M dibatalkan, dana pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang telah dilakukan calon jemaah haji hendaknya dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) secara terpisah.
“Dan nilai manfaatnya dikembalikan kepada Calon Jemaah Haji yang berangkat tahun depan melalui rekening virtual dan dibayarkan sebelum pelunasan BPIH tahun 1442 H/2021,” sambungnya. Adapun bagi calon jemaah haji yang berhak melunasi BPIH tahun 1441 H/2020 M dan belum melunasi pada Tahap I karena kondisi Covid-19, kata dia, maka akan diprioritaskan pada Pelunasan Tahap II.
Soal skenario pelaksanaan haji dengan pembatasan kuota, lanjut Yandri, hendaknya calon jamaan yang diberangkatkan bukan dari jamaah yang berisiko tinggi. ”Jika penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441 H/2020 M tetap diselenggarakan dengan pembatasan kuota, hendaknya calon jemaah yang berangkat bukan dari kategori risiko tinggi,” tuturnya.
Selain itu, sambung Wakil Ketua Umum PAN ini, guna menghindari penyebaran Covid-19, DPR meminta agar Kemenag mempertimbangkan usulan untuk bekerja sama dengan TVRI perihal manasik haji secara daring. “Mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan TVRI dalam kegiatan manasik haji melalui media elektronik,” ucap Yandri.
Yandri pun menegaskan bahwa Panitia Penyelanggara Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Inadah Haji Khusus (PIHK) tetap harus dari kalangan muslim sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Adapun skenario penyelenggaraan haji jika tidak dilaksanakan sangat mungkin diambil bila situasi di Saudi tidak memungkinkan atau jika Kemenag tidak memiliki waktu yang cukup karena kebijakan pemerintah Arab Saudi. “Kemenag tidak cukup waktu mempersiapkan ibadah haji akibat cepatnya perubahan kebijakan di Saudi, atau lambatnya kebijakan di Saudi,” urai Zainut.
Selanjutnya, pemeriksaan kesehatan yang rencana mitigasinya dengan mengeluarkan kebijakan bagi jemaah yang istito'ah, tetapi tertunda hajinya. Sehingga, mereka diberangkatkan tahun depan tanpa mengulang pemeriksaan kesehatan. Pihaknya akan merancang strategi untuk mengkomunikasikan kebijakan ini.
“Kemudian, pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), posisi jemaah yang sudah lunas dan nasib dananya. Mitigasinya, jemaah yang sudah lunas diprioritaskan berangkat tahun depan. Serta, penyiapan petugas,” ujar politikus PPP ini. (Baca juga: Kemenag Tunda Pengumuman Seleksi dan Pembekalan Jamaah Haji)
Dalam raker virtual tersebut, Komisi VIII DPR memberikan sejumlah catatan, salah satunya meminta agar protokol Covid-19 diterapkan secara ketat dalam persiapan maupun penyelenggaraan haji. Apabila haji tetap dilaksanakan, jamaah yang diprioritaskan bukan calon jamaah berisiko tinggi.
Ketua Komisi VIII DPR selaku pimpinan sidang Yandri Susanto membacakan kesimpulan raket juga menyebut, apabila penyelanggaraan haji tahun 1441 H/2020 M dibatalkan, dana pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang telah dilakukan calon jemaah haji hendaknya dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) secara terpisah.
“Dan nilai manfaatnya dikembalikan kepada Calon Jemaah Haji yang berangkat tahun depan melalui rekening virtual dan dibayarkan sebelum pelunasan BPIH tahun 1442 H/2021,” sambungnya. Adapun bagi calon jemaah haji yang berhak melunasi BPIH tahun 1441 H/2020 M dan belum melunasi pada Tahap I karena kondisi Covid-19, kata dia, maka akan diprioritaskan pada Pelunasan Tahap II.
Soal skenario pelaksanaan haji dengan pembatasan kuota, lanjut Yandri, hendaknya calon jamaan yang diberangkatkan bukan dari jamaah yang berisiko tinggi. ”Jika penyelenggaraan ibadah haji tahun 1441 H/2020 M tetap diselenggarakan dengan pembatasan kuota, hendaknya calon jemaah yang berangkat bukan dari kategori risiko tinggi,” tuturnya.
Selain itu, sambung Wakil Ketua Umum PAN ini, guna menghindari penyebaran Covid-19, DPR meminta agar Kemenag mempertimbangkan usulan untuk bekerja sama dengan TVRI perihal manasik haji secara daring. “Mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan TVRI dalam kegiatan manasik haji melalui media elektronik,” ucap Yandri.
Yandri pun menegaskan bahwa Panitia Penyelanggara Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Inadah Haji Khusus (PIHK) tetap harus dari kalangan muslim sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
tulis komentar anda