Hindari Konflik Horizontal, KPU Diminta Hati-hati Sikapi Situasi di Pilkada
Selasa, 17 November 2020 - 22:21 WIB
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta bijak menyikapi situasi politik Pilkada Kabupaten Boven Digoel, Papua. Aliansi Pemuda Boven Digoel, Papua meminta KPU RI dan KPUD Provinsi Papua untuk hati‐hati menindaklanjuti langkah terkait evaluasi penetapan pasangan calon yang saat ini sedang bergulir.
(Baca juga: Diabetes Jadi Penyebab Kematian Tertinggi Covid-19)
Aliansi Pemuda Boven Digoel khawatir suasana Pilkada di daerahnya tidak berlangsung aman dan menimbulkan konflik horizontal jika KPU mengambil langkah keliru. Ketua Aliansi Pemuda Kabupaten Boven Digoel Bernolfus Tingge mengatakan, eskalasi demontrasi di Boven Digoel hingga hari ini terus meningkat dan bahkan cenderung memanas.
(Baca juga: Tekan Angka Kemiskinan, Mensos Targetkan Graduasi Jadi 10 Juta KPM)
Bukan saja karena pertarungan antar kandidat, tetapi terutama situasi pascapenonaktifan komisioner KPU Daerah Boven Digoel oleh KPU RI telah menimbulkan gejolak yang luar biasa di masyarakat.
"Sehingga kita melihat ini memicu terjadinya konflik horizontal apabila keputusan yang dilakukan KPU akan berimbas pada pemicu persoalan ini. Sebagai pemuda di daerah, kami tidak mau adanya pertumpahan darah yang disebabkan oleh konflik pilkada," ujar Bernolfus kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Dalam Surat Keputusan KPU RI Nomor 531/SDM.13-Kpt/05/KPU/XI./2020 tertanggal 4 November 2020, diputuskan bahwa tiga komisioner KPU Kabupaten Boven Digoel diberhentikan sementara terkait dengan penetapan calon bupati Yusak Yaluwo. Yusak Yaluwo seharusnya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Adapun ketiga komisioner KPU Boven Digoel yang diberhentikan sementara itu yakni Libertus Pogolamun, Hatta Nongkeng, dan Veronika Lande. Kendati demikian, Bernolfus menilai penonaktifan ketiga komisiner KPUD Boven Digoel itu justru melahirkan opini-opini liar di tengah masyarakat yakni sarat kepentingan politik calon tertentu dan merugikan calon yang lain.
Masyarakat curiga KPU sedang melakukan operasi politik tertentu untuk menggagalkan calon tertentu. "Karena muncul opini di masyarakat bahwa KPU menggugurkansalah satu kandidat karena prosesnya sudah berjalan. Hanya sisa dua minggu proses pemilihan, tiba-tiba ada satu keputusan yang besar dilakukan KPU. Ini kan semacam membuat kegaduhan di masyarakat," ujarnya.
(Baca juga: Diabetes Jadi Penyebab Kematian Tertinggi Covid-19)
Aliansi Pemuda Boven Digoel khawatir suasana Pilkada di daerahnya tidak berlangsung aman dan menimbulkan konflik horizontal jika KPU mengambil langkah keliru. Ketua Aliansi Pemuda Kabupaten Boven Digoel Bernolfus Tingge mengatakan, eskalasi demontrasi di Boven Digoel hingga hari ini terus meningkat dan bahkan cenderung memanas.
(Baca juga: Tekan Angka Kemiskinan, Mensos Targetkan Graduasi Jadi 10 Juta KPM)
Bukan saja karena pertarungan antar kandidat, tetapi terutama situasi pascapenonaktifan komisioner KPU Daerah Boven Digoel oleh KPU RI telah menimbulkan gejolak yang luar biasa di masyarakat.
"Sehingga kita melihat ini memicu terjadinya konflik horizontal apabila keputusan yang dilakukan KPU akan berimbas pada pemicu persoalan ini. Sebagai pemuda di daerah, kami tidak mau adanya pertumpahan darah yang disebabkan oleh konflik pilkada," ujar Bernolfus kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Dalam Surat Keputusan KPU RI Nomor 531/SDM.13-Kpt/05/KPU/XI./2020 tertanggal 4 November 2020, diputuskan bahwa tiga komisioner KPU Kabupaten Boven Digoel diberhentikan sementara terkait dengan penetapan calon bupati Yusak Yaluwo. Yusak Yaluwo seharusnya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Adapun ketiga komisioner KPU Boven Digoel yang diberhentikan sementara itu yakni Libertus Pogolamun, Hatta Nongkeng, dan Veronika Lande. Kendati demikian, Bernolfus menilai penonaktifan ketiga komisiner KPUD Boven Digoel itu justru melahirkan opini-opini liar di tengah masyarakat yakni sarat kepentingan politik calon tertentu dan merugikan calon yang lain.
Masyarakat curiga KPU sedang melakukan operasi politik tertentu untuk menggagalkan calon tertentu. "Karena muncul opini di masyarakat bahwa KPU menggugurkansalah satu kandidat karena prosesnya sudah berjalan. Hanya sisa dua minggu proses pemilihan, tiba-tiba ada satu keputusan yang besar dilakukan KPU. Ini kan semacam membuat kegaduhan di masyarakat," ujarnya.
tulis komentar anda