Sirekap di Pilkada 2020, Mantan Anggota KPU Ingatkan Potensi Chaos
Minggu, 15 November 2020 - 18:52 WIB
JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) Hadar Nafis Gumay mengingatkan adanya potensi kekacauan (chaos) yang disebabkan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pada Pilkada 2020 .
Hal itu terjadi lantaran Sirekap bukan alat perhitungan resmi, tetapi hanya sebagai alat bantu proses rekapitulasi suara.
"Kita harus mengantisipasi chaos karena Sirekap sebagai alat bantu," kata Hadar dalam webinar yang bertajuk Keberlanjutan Sirekap di Pilkada 2020 di saluran Youtube Perludem, Minggu (15/11/2020).
(Baca: Bawaslu Ungkap Tiga Tantangan Penggunaan Sirekap di Pilkada 2020)
Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) ini menjelaskan, potensi kerusuhan terjadi karena hasil sirekap diumumkan lebih dahulu dari hasil penghitungan manual karena mengandalkan teknologi. Padahal di sisi lain, aturan jelas hanya mengakui hitungan manual. "Sementara yang diakui negara adalah proses hitung manual yang berjenjang mulai dari TPS hingga KPU Kota atau Kabupaten," ujarnya.
Menurut Hadar, 0otensi chaos muncul ketika apa yang diumumkan Sirekap tidak memenangkan pasangan calon (Paslon) yang diusung, atau hasil hitung Sirekap berbeda dengan hasil perhitungan manual.
Hadar pun mencontohkan pada pengalaman menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) pada Pemilu 2019. Situng menjadi ramai karena diumumkan lebih awal dari proses resmi dan terbuka untuk publik. Padahal, posisi Situng sama seperti Sirekap yaitu hanya sebagai alat bantu.
(Baca: KPU Optimistis Gunakan Sirekap di Pilkada 2020)
"Sosialisasi yang luas bahwa Sirekap sebagai alat bantu harus masif. Supaya nanti masyarakat tidak dibingungkan bahwa Sirekap sebagai hasil resmi," papar Hadar.
Namun demikian, Hadar mendukung pemberlakukan Sirekap sebagai alat bantu. Menurutnya, penggunaan Sirekap pada Pilkada 2020 sebagai uji coba untuk Pilkada berikutnya atau Pemilu 2024.
"Jika Pilkada 2020 berhasil, bukan tidak mungkin akan digunakan secara resmi pada Pilkada berikutnya atau Pemilu 2024," pungkasnya.
Lihat Juga: Dilantik Jadi Anggota KPU, Iffa Rosita Berharap Mitigasi Permasalahan Hukum di Pilkada 2024 Bisa Diatasi
Hal itu terjadi lantaran Sirekap bukan alat perhitungan resmi, tetapi hanya sebagai alat bantu proses rekapitulasi suara.
"Kita harus mengantisipasi chaos karena Sirekap sebagai alat bantu," kata Hadar dalam webinar yang bertajuk Keberlanjutan Sirekap di Pilkada 2020 di saluran Youtube Perludem, Minggu (15/11/2020).
(Baca: Bawaslu Ungkap Tiga Tantangan Penggunaan Sirekap di Pilkada 2020)
Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) ini menjelaskan, potensi kerusuhan terjadi karena hasil sirekap diumumkan lebih dahulu dari hasil penghitungan manual karena mengandalkan teknologi. Padahal di sisi lain, aturan jelas hanya mengakui hitungan manual. "Sementara yang diakui negara adalah proses hitung manual yang berjenjang mulai dari TPS hingga KPU Kota atau Kabupaten," ujarnya.
Menurut Hadar, 0otensi chaos muncul ketika apa yang diumumkan Sirekap tidak memenangkan pasangan calon (Paslon) yang diusung, atau hasil hitung Sirekap berbeda dengan hasil perhitungan manual.
Hadar pun mencontohkan pada pengalaman menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) pada Pemilu 2019. Situng menjadi ramai karena diumumkan lebih awal dari proses resmi dan terbuka untuk publik. Padahal, posisi Situng sama seperti Sirekap yaitu hanya sebagai alat bantu.
(Baca: KPU Optimistis Gunakan Sirekap di Pilkada 2020)
"Sosialisasi yang luas bahwa Sirekap sebagai alat bantu harus masif. Supaya nanti masyarakat tidak dibingungkan bahwa Sirekap sebagai hasil resmi," papar Hadar.
Namun demikian, Hadar mendukung pemberlakukan Sirekap sebagai alat bantu. Menurutnya, penggunaan Sirekap pada Pilkada 2020 sebagai uji coba untuk Pilkada berikutnya atau Pemilu 2024.
"Jika Pilkada 2020 berhasil, bukan tidak mungkin akan digunakan secara resmi pada Pilkada berikutnya atau Pemilu 2024," pungkasnya.
Lihat Juga: Dilantik Jadi Anggota KPU, Iffa Rosita Berharap Mitigasi Permasalahan Hukum di Pilkada 2024 Bisa Diatasi
(muh)
tulis komentar anda