Ancaman Kesehatan Mental Siswa pada Masa Pandemi
Kamis, 12 November 2020 - 05:30 WIB
Di Indonesia, implementasi kebijakan pembatasan kegiatan pembelajaran di sekolah ini tentunya berdampak signifikan pada kesehatan mental para siswa meskipun dengan derajat yang bervariasi. Data yang diperoleh dari survei penilaian cepat yang dilakukan oleh Satgas Penanganan Covid-19 (BNPB, 2020) menunjukkan bahwa 47% anak Indonesia merasa bosan di rumah, 35% merasa khawatir ketinggalan pelajaran, 15% anak merasa tidak aman, 20% anak merindukan teman-temannya, dan 10% anak merasa khawatir tentang kondisi ekonomi keluarga.
Kondisi ini apabila tidak diatasi, tentunya akan menyebabkan hal yang lebih fatal. Sebut saja, MI, 16, seorang remaja siswa kelas 2 SMA di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang nekat mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun rumput (17/10/20) karena diduga mengalami depresi akibat tekanan pembelajaran jarak jauh yang dialaminya. Sebelum meminum racun tersebut, MI sempat mengeluh kepada temannya bahwa dia mengalami kesulitan dalam mengakses tugas belajar di sekolah akibat sinyal di area rumahnya yang tidak baik. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa anak dan remaja yang mengalami pembatasan aktivitas belajar di rumah adalah kelompok rentan mengalami gangguan kesehatan mental.
Dukungan Kesehatan Mental bagi Siswa
Melihat fenomena masalah kesehatan mental yang terjadi pada anak dan remaja di Indonesia pada masa pandemi, diperlukan upaya strategis dalam mengevaluasi sistem PJJ sekaligus memberikan dukungan kesehatan mental bagi anak dan remaja. Penyediaan layanan dukungan sosial yang memberikan fasilitas layanan kesehatan mental (mental health) bagi para siswa melalui sekolah merupakan hal strategis yang perlu diperkuat pada era pandemi saat ini. Dengan adanya penyediaan layanan ini baik online maupun offline, baik melalui masyarakat maupun konseling sebaya, harapannya masyarakat dapat dengan mudah mengakses dukungan sosial jika diperlukan. Pemberian layanan kesehatan mental bagi anak dan remaja juga dapat diperkuat oleh sekolah. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran jarak jauh, pihak sekolah selaiknya memperhatikan kondisi para siswanya tidak hanya pada kualitas kemajuan pembelajarannya. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah memberikan perhatian lebih atas keamanan, kondisi kesejahteraan mental anak, dan hal lain terkait dengan tantangan yang dihadapi oleh anak dalam proses pembelajaran di rumah.
Penyediaan layanan kesehatan mental bagi anak dan remaja serupa telah diimplementasikan di berbagai negara dan berhasil menurunkan berbagai permasalahan terkait yang dialami oleh anak dan remaja akibat pandemi ini. Sebagai contoh, pemerintah China, Australia, ataupun Jepang secara intensif menyediakan layanan konseling telepon (hotline), online, maupun offline bagi masyarakatnya sebagai pertolongan pertama pada masalah kesehatan mental di negara tersebut. Jadi, permasalahan kesehatan mental kelompok rentan, khususnya anak dan remaja, dapat teratasi dengan baik sebelum menyebabkan efek yang lebih serius.
Penguatan Pendidikan Keluarga
Meskipun diyakini bahwa pengasuhan dan pendampingan belajar anak selama pandemi merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi keluarga dan tidak satu pun keluarga pernah mengalami ini sebelumnya. Keluarga memiliki peran dan tanggung jawab utama dalam menyediakan bimbingan yang baik dalam proses belajar anak di rumah maupun menjaga kesehatan mental anak selama pandemi.
Penguatan fungsi keluarga dalam mengasuh anak dan remaja serta mendampingi proses belajar jarak jauh di rumah menjadi hal vital yang harus dilakukan selama pandemi. Keluarga sebagai pihak yang paling tidak tersiapkan dalam menghadapi berbagai problematika selama pandemi adalah pihak yang paling strategis untuk dapat terus didampingi, baik oleh pemerintah maupun berbagai lembaga nonpemerintah lainnya. Pendampingan keluarga melalui penguatan kapasitas keluarga dengan implementasi strategi positif mendampingi anak belajar online di rumah serta mengidentifikasi berbagai indikator permasalahan mental pada anak dipercaya merupakan cara efektif untuk meminimalisasi permasalahan terkait anak dan remaja pada masa pandemi ini.
Meskipun pandemi ini belum berakhir, dampak tekanan psikologi dan kesehatan mental yang dirasakan anak dan remaja semakin nyata. Kondisi kesehatan mental yang dialami anak-anak dan remaja kita tidak terlepas dari peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mendampingi anak menghadapi berbagai bentuk perubahan. Oleh karena itu, hal ini tentunya harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk memaksimalkan kolaborasi sedini mungkin dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi dengan lebih baik.
Kondisi ini apabila tidak diatasi, tentunya akan menyebabkan hal yang lebih fatal. Sebut saja, MI, 16, seorang remaja siswa kelas 2 SMA di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yang nekat mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun rumput (17/10/20) karena diduga mengalami depresi akibat tekanan pembelajaran jarak jauh yang dialaminya. Sebelum meminum racun tersebut, MI sempat mengeluh kepada temannya bahwa dia mengalami kesulitan dalam mengakses tugas belajar di sekolah akibat sinyal di area rumahnya yang tidak baik. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa anak dan remaja yang mengalami pembatasan aktivitas belajar di rumah adalah kelompok rentan mengalami gangguan kesehatan mental.
Dukungan Kesehatan Mental bagi Siswa
Melihat fenomena masalah kesehatan mental yang terjadi pada anak dan remaja di Indonesia pada masa pandemi, diperlukan upaya strategis dalam mengevaluasi sistem PJJ sekaligus memberikan dukungan kesehatan mental bagi anak dan remaja. Penyediaan layanan dukungan sosial yang memberikan fasilitas layanan kesehatan mental (mental health) bagi para siswa melalui sekolah merupakan hal strategis yang perlu diperkuat pada era pandemi saat ini. Dengan adanya penyediaan layanan ini baik online maupun offline, baik melalui masyarakat maupun konseling sebaya, harapannya masyarakat dapat dengan mudah mengakses dukungan sosial jika diperlukan. Pemberian layanan kesehatan mental bagi anak dan remaja juga dapat diperkuat oleh sekolah. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran jarak jauh, pihak sekolah selaiknya memperhatikan kondisi para siswanya tidak hanya pada kualitas kemajuan pembelajarannya. Akan tetapi, hal yang lebih penting adalah memberikan perhatian lebih atas keamanan, kondisi kesejahteraan mental anak, dan hal lain terkait dengan tantangan yang dihadapi oleh anak dalam proses pembelajaran di rumah.
Penyediaan layanan kesehatan mental bagi anak dan remaja serupa telah diimplementasikan di berbagai negara dan berhasil menurunkan berbagai permasalahan terkait yang dialami oleh anak dan remaja akibat pandemi ini. Sebagai contoh, pemerintah China, Australia, ataupun Jepang secara intensif menyediakan layanan konseling telepon (hotline), online, maupun offline bagi masyarakatnya sebagai pertolongan pertama pada masalah kesehatan mental di negara tersebut. Jadi, permasalahan kesehatan mental kelompok rentan, khususnya anak dan remaja, dapat teratasi dengan baik sebelum menyebabkan efek yang lebih serius.
Penguatan Pendidikan Keluarga
Meskipun diyakini bahwa pengasuhan dan pendampingan belajar anak selama pandemi merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi keluarga dan tidak satu pun keluarga pernah mengalami ini sebelumnya. Keluarga memiliki peran dan tanggung jawab utama dalam menyediakan bimbingan yang baik dalam proses belajar anak di rumah maupun menjaga kesehatan mental anak selama pandemi.
Penguatan fungsi keluarga dalam mengasuh anak dan remaja serta mendampingi proses belajar jarak jauh di rumah menjadi hal vital yang harus dilakukan selama pandemi. Keluarga sebagai pihak yang paling tidak tersiapkan dalam menghadapi berbagai problematika selama pandemi adalah pihak yang paling strategis untuk dapat terus didampingi, baik oleh pemerintah maupun berbagai lembaga nonpemerintah lainnya. Pendampingan keluarga melalui penguatan kapasitas keluarga dengan implementasi strategi positif mendampingi anak belajar online di rumah serta mengidentifikasi berbagai indikator permasalahan mental pada anak dipercaya merupakan cara efektif untuk meminimalisasi permasalahan terkait anak dan remaja pada masa pandemi ini.
Meskipun pandemi ini belum berakhir, dampak tekanan psikologi dan kesehatan mental yang dirasakan anak dan remaja semakin nyata. Kondisi kesehatan mental yang dialami anak-anak dan remaja kita tidak terlepas dari peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mendampingi anak menghadapi berbagai bentuk perubahan. Oleh karena itu, hal ini tentunya harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk memaksimalkan kolaborasi sedini mungkin dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi dengan lebih baik.
(bmm)
tulis komentar anda