Menakar Peluang Calon Kapolri, Siapa Paling Kuat?
Rabu, 11 November 2020 - 09:07 WIB
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi) Edi Hasibuan mengatakan, proses pemilihan Kapolri sudah diatur dalam UU Polri. Dalam Pasal 11 ayat 1 menyatakan, Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemudian Pasal 11 ayat 5 menyatakan, dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. "Dalam UU tersebut jelas bahwa Kapolri dipilih oleh Presiden atas persetujuan DPR," ujar Edi.
Menurut dia, pada dasarnya semua calon memiliki dan mempunyai kesempatan yang sama, baik jenderal tiga atau dua. Soal siapa yang akan dipilih Presiden, yang pasti, kata Edi, adalah dia yang memiliki kedekatan dengan Presiden. “Dari sejumlah jenderal yang ada, kita tidak tahu siapa yang akan dipilih Presiden. Yang pasti, soal kedekatan nomor satu," ungkap mantan anggota Kompolnas ini. (Baca juga: Kemenangan Belum Disahkan, Joe Biden Siapkan Langkah Hukum)
Secara teknis, kata Edi, proses pemilihan Kapolri berangkat dari pengajuan sejumlah nama oleh Wanjak Polri dan Kompolnas. Nama-nama tersebut kemudian diserahkan ke Presiden untuk dipilih selanjutnya diserahkan ke DPR. “Bulan November nanti nama-nama calon Kapolri sudah diserahkan ke Presiden. Karena ini membutuhkan proses lama," ungkapnya.
Berdasarkan hasil penelusuran Indonesia Police Watch (IPW) sebelumnya mengungkap ada delapan nama yang berpotensi menggantikan posisi Idham Azis. Lima perwira tinggi Komjen atau bintang tiga serta tiga pati berpangkat Irjen atau bintang dua.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan siapa yang berpeluang menjadi Kapolri dari kedelapan figur itu baru bisa terbaca sebulan menjelang pergantian. Namun, Neta mengungkap, bersamaan dengan maraknya bursa calon Kapolri, muncul tiga isu yang menjadi bahasan di kalangan elite pemerintahan, terutama di internal Polri.
Pertama, berkembangnya isu bahwa masa jabatan Kapolri Idham Azis akan diperpanjang setahun. Menurut Neta, isu ini berkembang meski tidak realistis dan melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Sebab, dalam UU itu, perwira Polri yang bisa diperpanjang masa pensiunnya adalah yang memiliki keahlian khusus, terutama forensik. "Jabatan Kapolri bukan sebuah keahlian, tetapi jabatan politik," kata Neta. (Lihat videonya: Waspada ANgka kejahatan Selama Pandemi Naik)
Kedua, lanjut Neta, muncul isu calon kuat TB 1 adalah dari jenderal bintang dua (Irjen) yang akan naik jadi Komjen menjelang pengangkatan sebagai Kapolri. "Kebetulan menjelang akhir tahun ada dua posisi jenderal bintang tiga yang pensiun, yakni Sestama Lemhanas dan kepala BNN," ujarnya. (M Yamin/Kiswondari)
Kemudian Pasal 11 ayat 5 menyatakan, dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. "Dalam UU tersebut jelas bahwa Kapolri dipilih oleh Presiden atas persetujuan DPR," ujar Edi.
Menurut dia, pada dasarnya semua calon memiliki dan mempunyai kesempatan yang sama, baik jenderal tiga atau dua. Soal siapa yang akan dipilih Presiden, yang pasti, kata Edi, adalah dia yang memiliki kedekatan dengan Presiden. “Dari sejumlah jenderal yang ada, kita tidak tahu siapa yang akan dipilih Presiden. Yang pasti, soal kedekatan nomor satu," ungkap mantan anggota Kompolnas ini. (Baca juga: Kemenangan Belum Disahkan, Joe Biden Siapkan Langkah Hukum)
Secara teknis, kata Edi, proses pemilihan Kapolri berangkat dari pengajuan sejumlah nama oleh Wanjak Polri dan Kompolnas. Nama-nama tersebut kemudian diserahkan ke Presiden untuk dipilih selanjutnya diserahkan ke DPR. “Bulan November nanti nama-nama calon Kapolri sudah diserahkan ke Presiden. Karena ini membutuhkan proses lama," ungkapnya.
Berdasarkan hasil penelusuran Indonesia Police Watch (IPW) sebelumnya mengungkap ada delapan nama yang berpotensi menggantikan posisi Idham Azis. Lima perwira tinggi Komjen atau bintang tiga serta tiga pati berpangkat Irjen atau bintang dua.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan siapa yang berpeluang menjadi Kapolri dari kedelapan figur itu baru bisa terbaca sebulan menjelang pergantian. Namun, Neta mengungkap, bersamaan dengan maraknya bursa calon Kapolri, muncul tiga isu yang menjadi bahasan di kalangan elite pemerintahan, terutama di internal Polri.
Pertama, berkembangnya isu bahwa masa jabatan Kapolri Idham Azis akan diperpanjang setahun. Menurut Neta, isu ini berkembang meski tidak realistis dan melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Sebab, dalam UU itu, perwira Polri yang bisa diperpanjang masa pensiunnya adalah yang memiliki keahlian khusus, terutama forensik. "Jabatan Kapolri bukan sebuah keahlian, tetapi jabatan politik," kata Neta. (Lihat videonya: Waspada ANgka kejahatan Selama Pandemi Naik)
Kedua, lanjut Neta, muncul isu calon kuat TB 1 adalah dari jenderal bintang dua (Irjen) yang akan naik jadi Komjen menjelang pengangkatan sebagai Kapolri. "Kebetulan menjelang akhir tahun ada dua posisi jenderal bintang tiga yang pensiun, yakni Sestama Lemhanas dan kepala BNN," ujarnya. (M Yamin/Kiswondari)
(ysw)
tulis komentar anda