Menakar Peluang Calon Kapolri, Siapa Paling Kuat?

Rabu, 11 November 2020 - 09:07 WIB
loading...
Menakar Peluang Calon Kapolri, Siapa Paling Kuat?
Sejumlah nama jenderal mencuat untuk jadi orang nomor satu di Korps Bhayangkara itu, mulai dari bintang dua hingga bintang tiga. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( Kapolri ) Jenderal Polisi Idham Azis akan mengakhiri jabatannya pada Januari 2021 mendatang. Sejumlah nama jenderal mencuat menggantikan posisi orang nomor satu di Korps Bhayangkara itu, mulai dari bintang dua hingga bintang tiga.



Di deretan bintang tiga muncul nama Wakapolri Komjen Pol Gatot Edy Pramono, Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo, Kabaintelkam Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto, dan Kabaharkam Komjen Pol Agus Adrianto. Ada juga nama Komjen Boy Rafli Amar yang saat ini menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). (Baca: Subhahanallah! Shalat Tepat Waktu berpengaruh Pada Kesuksesan)

Kemudian di deretan bintang dua muncul nama Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sujana, Kakorbrimob Polri Irjen Pol Nanang Revandoko, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Lutfi, dan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Fadil Imran. Jabatan Tri Brata 1 (TB1) istilah untuk Kapolri memang sangat politis. Artinya, siapa pun dia mempunyai peluang yang sama untuk dipilih.

Meski pergantian Kapolri masih dua bulan, pergerakan para calon Trunojoyo 1 masih belum ramai. Entah karena mereka masih malu-malu muncul ke publik atau diam-diam sedang menyiapkan seribu jurus.

Namun, dari sejumlah pergerakan yang tampak, ada beberapa nama yang sudah bergerilya. Bahkan, ada yang cukup masif mengadakan berbagai kegiatan untuk menarik simpatik. Bahkan, desas-desusnya, ada di antara mereka yang sudah melobi partai politik. Bursa calon Kapolri juga diwarnai berbagai angkatan, mulai Akpol 1988, Akpol 1989, dan Akpol 1991, serta satu figur dari non-Akpol.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menilai, orang yang dipilih menjadi Kapolri adalah orang yang dekat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan kata lain, orang tersebut bisa mengamankan kebijakan Presiden. Kemudian juga “bisa diatur”.

Misalnya, mengamankan orang-orang Presiden yang terkena kasus supaya jangan diusut. Di situlah nilai politisnya. “Kalau saya, melihat sederhana. Yang penting, chemistry atau kedekatan dengan Presiden. Soal mereka melobi jalur A, B, C itu namanya usaha dan itu sah-sah saja," ujar Ujang. (Baca juga: Kemendikbud Dukung pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)

Selain kedekatan, ada juga jalur lobi dan kerja-kerja profesional. Soal geng-gengan atau kelompok juga berpengaruh. Misalnya, geng angkatan, itu juga kencang. “Jadi, ada tiga poin yang saya tanggap. Pertama, lobi sudah benar, kerja profesional juga benar, kemudian sama kedekatan. Nah, dari tiga poin itu, saya melihatnya kedekatan yang paling utama. Sebab, kalau Kapolri yang dipilih tidak membuat nyaman Presiden, buat apa?" tandas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

Di tengah pandemi dan hiruk-pikuk perhelatan Pilkada Serentak 2020 ini, isu pergantian Kapolri memang terasa adem-adem saja. Baik DPR, internal Polri maupun lingkaran Istana belum ramai dibahas. Meski belum muncul nama-nama para calon, ada beberapa opsi yang punya peluang.

Pertama, deretan jenderal bintang tiga yang naik. Opsi kedua, bintang dua dengan catatan akan naik bintang di bulan ini atau bulan depan dan opsi ketiga perpanjangan. Opsi ketiga ini dengan kata lain, jabatan Idham Azis akan diperpanjang hingga beberapa bulan ke depan.

Ujang melihat tongkat kepemimpinan Polri akan beralih. Sebab, dalam sejarah tidak ada Kapolri yang diperpanjang karena akan membuat regenerasi mandek. Apalagi, sekarang berapa banyak jenderal yang tak punya job. “Kemungkinan besar diganti. Apakah bintang tiga atau dua, kita tidak tahu. Tapi, lagi-lagi, komando ada di tangan Presiden. Kalau beliau ingin memperpanjang, itu sah-sah saja," tandas Ujang. (Baca juga: Lima Langkah Sederhana Agar Tubuh Tetap Sehat Selama Pandemi)

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengungkapkan, merujuk UU Nomor 2 Tahun 2002 pasal 11 ayat 6 menyebut calon Kapolri adalah perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan karier. Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan adalah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri.

Sementara yang dimaksud dengan jenjang karier adalah pengalaman penugasan dari perwira tinggi calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian. “Benar, berdasarkan UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 38 ayat 1 huruf b menyebut Kompolnas bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri,” ujar Poengky.

Menurut dia, Kompolnas akan melihat data track record dan prestasi calon-calon Kapolri dan akan memberikan pertimbangan kepada Presiden. “Oleh karena itu, nantinya ketika memberikan pertimbangan kepada Presiden, kami berpedoman pada pasal 11 ayat 6 UU nomor 2 tahun 2002,” ungkapnya. (Baca juga: Tata Cara Menjadi Pemilih di Saat Pandemi)

Tantangan Kapolri

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengungkapkan, Presiden Jokowi lebih memahami kriteria perwira Polri yang baik dan ideal untuk menduduki jabatan tertinggi di Polri. “Kriteria dari Kapolri yang berhak menyampaikan ya tentu Presiden,” kata Sahroni.

Terkait nama yang patut dicalonkan atau isu perpanjangan masa jabatan Kapolri yang sekarang, politikus Partai NasDem ini menilai bahwa semua itu adalah hak Presiden untuk memilih Kapolri baru atau memperpanjang masa jabatan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis. “Hak Presiden untuk memilih yang baru atau mau memperpanjang jabatan Kapolri yang sekarang,” ungkap politikus asal Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini.

Yang jelas, legislator dua periode ini menegaskan bahwa tantangan Kapolri ke depan akan sangat berat. Selain agenda pesta demokrasi seperti Pilkada 2020, juga pandemi yang diprediksikan akan berlangsung selama 2-3 tahun. Belum lagi sejumlah agenda nasional dan tantangan lainnya. “Jadi memang tantangan Kapolri mendatang sangat berat,” tandasnya.

Lebih lanjut Sahroni mengatakan soal pergantian Kapolri Komisi III DPR baru bisa bersikap setelah Presiden Jokowi telah menentukan siapa calonnya. Selanjutnya sebagaimana mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Baca juga: Tak Sentuh Golongan Miskin, Diskon Belanja Online Belum Dongkrak Konsumsi)

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi) Edi Hasibuan mengatakan, proses pemilihan Kapolri sudah diatur dalam UU Polri. Dalam Pasal 11 ayat 1 menyatakan, Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Kemudian Pasal 11 ayat 5 menyatakan, dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. "Dalam UU tersebut jelas bahwa Kapolri dipilih oleh Presiden atas persetujuan DPR," ujar Edi.

Menurut dia, pada dasarnya semua calon memiliki dan mempunyai kesempatan yang sama, baik jenderal tiga atau dua. Soal siapa yang akan dipilih Presiden, yang pasti, kata Edi, adalah dia yang memiliki kedekatan dengan Presiden. “Dari sejumlah jenderal yang ada, kita tidak tahu siapa yang akan dipilih Presiden. Yang pasti, soal kedekatan nomor satu," ungkap mantan anggota Kompolnas ini. (Baca juga: Kemenangan Belum Disahkan, Joe Biden Siapkan Langkah Hukum)

Secara teknis, kata Edi, proses pemilihan Kapolri berangkat dari pengajuan sejumlah nama oleh Wanjak Polri dan Kompolnas. Nama-nama tersebut kemudian diserahkan ke Presiden untuk dipilih selanjutnya diserahkan ke DPR. “Bulan November nanti nama-nama calon Kapolri sudah diserahkan ke Presiden. Karena ini membutuhkan proses lama," ungkapnya.

Berdasarkan hasil penelusuran Indonesia Police Watch (IPW) sebelumnya mengungkap ada delapan nama yang berpotensi menggantikan posisi Idham Azis. Lima perwira tinggi Komjen atau bintang tiga serta tiga pati berpangkat Irjen atau bintang dua.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan siapa yang berpeluang menjadi Kapolri dari kedelapan figur itu baru bisa terbaca sebulan menjelang pergantian. Namun, Neta mengungkap, bersamaan dengan maraknya bursa calon Kapolri, muncul tiga isu yang menjadi bahasan di kalangan elite pemerintahan, terutama di internal Polri.

Pertama, berkembangnya isu bahwa masa jabatan Kapolri Idham Azis akan diperpanjang setahun. Menurut Neta, isu ini berkembang meski tidak realistis dan melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Sebab, dalam UU itu, perwira Polri yang bisa diperpanjang masa pensiunnya adalah yang memiliki keahlian khusus, terutama forensik. "Jabatan Kapolri bukan sebuah keahlian, tetapi jabatan politik," kata Neta. (Lihat videonya: Waspada ANgka kejahatan Selama Pandemi Naik)

Kedua, lanjut Neta, muncul isu calon kuat TB 1 adalah dari jenderal bintang dua (Irjen) yang akan naik jadi Komjen menjelang pengangkatan sebagai Kapolri. "Kebetulan menjelang akhir tahun ada dua posisi jenderal bintang tiga yang pensiun, yakni Sestama Lemhanas dan kepala BNN," ujarnya. (M Yamin/Kiswondari)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1574 seconds (0.1#10.140)