PDIP Minta Pemerintah Pertimbangkan Tambah Kuota Penerima Kartu Prakerja
Kamis, 05 November 2020 - 21:01 WIB
JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Muchamad Nabil Haroen meminta pemerintah mengkaji manfaat dari Program Kartu Prakerja. Hal itu perlu dilakukan mengingat tingginya animo masyarakat yang melamar Program Kartu Prakerja.
(Baca juga: Jumlah Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia di Bawah Rerata Dunia)
Berdasarkan data Komite Cipta Kerja, hingga Oktober lalu, ada 40 juta orang yang melamar program Kartu Prakerja. Sampai hari ini, program ini sudah menjangkau 5,6 juta orang.
(Baca juga: Pemerintah Bantu Pulangkan 42 WNI dari Suriname)
Mengingat tinggi minat masyarakat, Komite Cipta Kerja membuka gelombang tambahan atau yang ke-11. Sejak dibuka pada 2 November 2020, jumlah orang yang melamar sudah mencapai 400.000 orang.
Tingginya animo masyarakat yang melamar program Kartu Prakerja ini diduga karena meningkatnya jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19. Nabil pun meminta pemerintah memperhatikan fenomena itu.
"Perlu riset lagi, seberapa besar dampak peserta pelatihan terhadap kemampuan yang mereka dapatkan dan efek bagi pekerjaan dan produktivitas. Jangan sampai, orang ikut hanya karena ingin mencairkan bantuan. Harus ada kajian terkait manfaat program ini," kata Nabil, Kamis (5/11/2020).
Anggota Komisi IX DPR RI ini menjelaskan, program Kartu Prakerja menelan anggaran sebesar Rp20 triliun. Rinciannya, Rp5,6 triliun untuk biaya pelatihan, insentif Rp13,45 triliun, survei Rp840 miliar, dan Project Management Office (PMO) sebesar Rp100 juta.
Setiap peserta juga akan mendapatkan uang sebesar Rp3,55 juta. Rinciannya, Rp1 juta untuk pelatihan, insentif penuntasan latihan Rp600.000 selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp150.000.
Berdasarkan data Komite Cipta Kerja, peserta menggunakan insentif untuk membeli bahan pangan, listrik, modal usaha, bensin, serta pulsa dan kuota internet.
Nabil mengingatkan program ini untuk meningkatkan kemampuan seraya memberikan tunjangan modal. Dia berharap para peserta menggunakan dana bantuan untuk sektor yang produktif, bukan konsumtif.
"Jika anggaran terserap untuk konsumtif meski karena pandemi, program ini harus dikaji lagi dampaknya strategisnya. Jangan sampai mubazir. Anggaran besar, tapi dampak produktifnya tidak sebanding," jelas Nabil.
(Baca juga: Jumlah Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia di Bawah Rerata Dunia)
Berdasarkan data Komite Cipta Kerja, hingga Oktober lalu, ada 40 juta orang yang melamar program Kartu Prakerja. Sampai hari ini, program ini sudah menjangkau 5,6 juta orang.
(Baca juga: Pemerintah Bantu Pulangkan 42 WNI dari Suriname)
Mengingat tinggi minat masyarakat, Komite Cipta Kerja membuka gelombang tambahan atau yang ke-11. Sejak dibuka pada 2 November 2020, jumlah orang yang melamar sudah mencapai 400.000 orang.
Tingginya animo masyarakat yang melamar program Kartu Prakerja ini diduga karena meningkatnya jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19. Nabil pun meminta pemerintah memperhatikan fenomena itu.
"Perlu riset lagi, seberapa besar dampak peserta pelatihan terhadap kemampuan yang mereka dapatkan dan efek bagi pekerjaan dan produktivitas. Jangan sampai, orang ikut hanya karena ingin mencairkan bantuan. Harus ada kajian terkait manfaat program ini," kata Nabil, Kamis (5/11/2020).
Anggota Komisi IX DPR RI ini menjelaskan, program Kartu Prakerja menelan anggaran sebesar Rp20 triliun. Rinciannya, Rp5,6 triliun untuk biaya pelatihan, insentif Rp13,45 triliun, survei Rp840 miliar, dan Project Management Office (PMO) sebesar Rp100 juta.
Setiap peserta juga akan mendapatkan uang sebesar Rp3,55 juta. Rinciannya, Rp1 juta untuk pelatihan, insentif penuntasan latihan Rp600.000 selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp150.000.
Berdasarkan data Komite Cipta Kerja, peserta menggunakan insentif untuk membeli bahan pangan, listrik, modal usaha, bensin, serta pulsa dan kuota internet.
Nabil mengingatkan program ini untuk meningkatkan kemampuan seraya memberikan tunjangan modal. Dia berharap para peserta menggunakan dana bantuan untuk sektor yang produktif, bukan konsumtif.
"Jika anggaran terserap untuk konsumtif meski karena pandemi, program ini harus dikaji lagi dampaknya strategisnya. Jangan sampai mubazir. Anggaran besar, tapi dampak produktifnya tidak sebanding," jelas Nabil.
(maf)
tulis komentar anda