Bawaslu Ungkap Bansos Disalahgunakan untuk Kepentingan Kampanye
Kamis, 05 November 2020 - 14:56 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) mengungkapkan beberapa jenis dugaan tindak pidana yang dapat terjadi dalam penyelenggaran Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19. Salah satunya, penyalahgunaan bantuan sosial ( bansos ) yang dilakukan pasangan calon (paslon).
Hal itu diungkapkan Ketua Bawaslu RI Abhan saat menghadiri acara Lokakarya Divisi Hukum Polri dengan tema Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di Masa Pandemi COVID-19, Rabu (4/11) kemarin. Abhan menjelaskan, tindak pidana pemilu atau pilkada yang sering terjadi, yaitu dukungan palsu untuk paslon jalur perseorangan.
"Ini berdasarkan pengalaman yang kami (Bawaslu) alami, yaitu pertama adalah dukungan palsu ke paslon perseorangan," kata Abhan dalam keterangannya yang dikutip, Kamis (5/11/2020). ( )
Tindak pidana selanjutnya, kata dia, dokumen atau keterangan palsu syarat pencalonan dan calon, ASN atau kepala desa melakukan perbuatan menguntungkan paslon. Lalu, menyoblos lebih dari satu kali, kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan.
Abhan juga menyebut di tengah pandemi seperti ini, pidana soal politik uang atau mahar politik juga masih menjadi sorotan. Belum lagi, kata dia, penyalahgunaan fasilitas dan anggaran pemerintah untuk kampanye.
"Ini terkait fasilitasi anggaran untuk kampanye apalagi di tengah pandemi COVID-19 di beberapa daerah ada dugaan pidananya yaitu diduga melanggar Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 terkait penyalahgunaan wewenang. Misalnya, bansos (bantuan sosial) disalahgunakan untuk kepentingan paslon atau partai tertentu untuk kepentingan kampanye," ujarnya. ( )
Abhan menceritakan fenomena yang belakangan terjadi yaitu adanya bansos yang diberikan gambar atau simbol pasangan calon bukan simbol pemerintahan. Padahal, menurut dia, bantuan tersebut berasal dari pemerintah setempat. Dugaan pelanggaran pidana terakhir, lanjut dia, mengubah perolehan suara tidak sesuai prosedur. "Adanya potensi mengubah hasil perolehan suara tidak sesuai dengan prosedur," katanya.
Hal itu diungkapkan Ketua Bawaslu RI Abhan saat menghadiri acara Lokakarya Divisi Hukum Polri dengan tema Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di Masa Pandemi COVID-19, Rabu (4/11) kemarin. Abhan menjelaskan, tindak pidana pemilu atau pilkada yang sering terjadi, yaitu dukungan palsu untuk paslon jalur perseorangan.
"Ini berdasarkan pengalaman yang kami (Bawaslu) alami, yaitu pertama adalah dukungan palsu ke paslon perseorangan," kata Abhan dalam keterangannya yang dikutip, Kamis (5/11/2020). ( )
Tindak pidana selanjutnya, kata dia, dokumen atau keterangan palsu syarat pencalonan dan calon, ASN atau kepala desa melakukan perbuatan menguntungkan paslon. Lalu, menyoblos lebih dari satu kali, kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan.
Abhan juga menyebut di tengah pandemi seperti ini, pidana soal politik uang atau mahar politik juga masih menjadi sorotan. Belum lagi, kata dia, penyalahgunaan fasilitas dan anggaran pemerintah untuk kampanye.
"Ini terkait fasilitasi anggaran untuk kampanye apalagi di tengah pandemi COVID-19 di beberapa daerah ada dugaan pidananya yaitu diduga melanggar Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 terkait penyalahgunaan wewenang. Misalnya, bansos (bantuan sosial) disalahgunakan untuk kepentingan paslon atau partai tertentu untuk kepentingan kampanye," ujarnya. ( )
Abhan menceritakan fenomena yang belakangan terjadi yaitu adanya bansos yang diberikan gambar atau simbol pasangan calon bukan simbol pemerintahan. Padahal, menurut dia, bantuan tersebut berasal dari pemerintah setempat. Dugaan pelanggaran pidana terakhir, lanjut dia, mengubah perolehan suara tidak sesuai prosedur. "Adanya potensi mengubah hasil perolehan suara tidak sesuai dengan prosedur," katanya.
(abd)
tulis komentar anda