Masa Depan Pekerjaan Pascapandemi
Rabu, 04 November 2020 - 06:33 WIB
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital
KITA telah menyadari dan mengalami sendiri, betapa definisi kita tentang “kerja” telah mengalami perubahan sepanjang pandemi Covid-19. Di mana lokasi kita bekerja tidak lagi relevan. Istilah work from office (WFO) sebagai paradigma konvensional, telah ditambahkan dengan istilah work from home (WFH). Bahkan, sekarang sudah mulai populer istilah work from everywhere. Bekerja dari kantor sebagai aktivitas manusia selama berabad-abad, terdefinisikan ulang oleh karena pandemi.
Rumah sebagai tempat manusia mengisi kembali “baterai” setelah bekerja di kantor, ikut terdefinisikan ulang. Kita mengalami, teknologi telah membuat para pekerja bisa dituntut untuk menghasilkan output yang sama dengan ketika mereka bekerja di kantor. Akibat sampingannya, mulai muncul keluhan bahwa WFH telah membuat kaum pekerja seperti bekerja tanpa henti. Dari matahari terbit hingga jauh setelah tenggelam.
Ketika pandemi sudah mulai memasuki babak akhir –entah karena tanda-tanda antivirus Covid-19 sudah siap untuk diproduksi atau karena orang mengalami kebosanan di rumah— orang-orang yang bekerja secara konvensional mulai bisa beradaptasi. Tidak perlu lagi dipaksa untuk bekerja dari kantor atau dari rumah, tetapi dari mana saja. Sambil berjalan-jalan ke suatu kota, sambil menikmati liburan, sambil berbelanja, sambil beraktivitas apa saja.
Definisi Ulang
World Economic Forum (WEF) baru saja mengeluarkan suatu laporan berbasis survei dan analisis yang sangat mendalam tentang “Masa Depan Pekerjaan”. WEF menggunakan pendekatan yang relatif komplet bagaimana data-data dikumpulkan dan dianalisis. Responden dalam survei tersebut, seperti biasa yang dilakukan oleh WEF, adalah para eksekutif perusahaan dari seluruh kawasan dunia. Responden tersebut sebanyak 65% bekerja pada perusahaan multinasional yang beroperasi lintas negara, sedangkan sisanya adalah para eksekutif yang bekerja pada perusahaan-perusahaan lokal di sebuah negara tetap menjalankan bisnis dalam skala besar (diukur dari sisi pendapatan atau ukuran perusahaan).
Sementara dari sisi posisi eksekutif, survei tersebut melibatkan 12% CEO, 59% eksekutif puncak, 25% eksekutif menengah, dan 3% konsultan.
Poin utama dari pertanyaan-pertanyaan yang dibangun bertujuan untuk menangkap pandangan dan persepsi para eksekutif tersebut mengenai rencana pengelolaan sumber daya manusia yang mereka kelola hingga empat tahun ke depan.
Pemerhati Human Capital
KITA telah menyadari dan mengalami sendiri, betapa definisi kita tentang “kerja” telah mengalami perubahan sepanjang pandemi Covid-19. Di mana lokasi kita bekerja tidak lagi relevan. Istilah work from office (WFO) sebagai paradigma konvensional, telah ditambahkan dengan istilah work from home (WFH). Bahkan, sekarang sudah mulai populer istilah work from everywhere. Bekerja dari kantor sebagai aktivitas manusia selama berabad-abad, terdefinisikan ulang oleh karena pandemi.
Rumah sebagai tempat manusia mengisi kembali “baterai” setelah bekerja di kantor, ikut terdefinisikan ulang. Kita mengalami, teknologi telah membuat para pekerja bisa dituntut untuk menghasilkan output yang sama dengan ketika mereka bekerja di kantor. Akibat sampingannya, mulai muncul keluhan bahwa WFH telah membuat kaum pekerja seperti bekerja tanpa henti. Dari matahari terbit hingga jauh setelah tenggelam.
Ketika pandemi sudah mulai memasuki babak akhir –entah karena tanda-tanda antivirus Covid-19 sudah siap untuk diproduksi atau karena orang mengalami kebosanan di rumah— orang-orang yang bekerja secara konvensional mulai bisa beradaptasi. Tidak perlu lagi dipaksa untuk bekerja dari kantor atau dari rumah, tetapi dari mana saja. Sambil berjalan-jalan ke suatu kota, sambil menikmati liburan, sambil berbelanja, sambil beraktivitas apa saja.
Definisi Ulang
World Economic Forum (WEF) baru saja mengeluarkan suatu laporan berbasis survei dan analisis yang sangat mendalam tentang “Masa Depan Pekerjaan”. WEF menggunakan pendekatan yang relatif komplet bagaimana data-data dikumpulkan dan dianalisis. Responden dalam survei tersebut, seperti biasa yang dilakukan oleh WEF, adalah para eksekutif perusahaan dari seluruh kawasan dunia. Responden tersebut sebanyak 65% bekerja pada perusahaan multinasional yang beroperasi lintas negara, sedangkan sisanya adalah para eksekutif yang bekerja pada perusahaan-perusahaan lokal di sebuah negara tetap menjalankan bisnis dalam skala besar (diukur dari sisi pendapatan atau ukuran perusahaan).
Sementara dari sisi posisi eksekutif, survei tersebut melibatkan 12% CEO, 59% eksekutif puncak, 25% eksekutif menengah, dan 3% konsultan.
Poin utama dari pertanyaan-pertanyaan yang dibangun bertujuan untuk menangkap pandangan dan persepsi para eksekutif tersebut mengenai rencana pengelolaan sumber daya manusia yang mereka kelola hingga empat tahun ke depan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda