Perusahaan Kesulitan Membayar THR Harus Berdialog dengan Pekerja

Jum'at, 08 Mei 2020 - 10:48 WIB
Istimewa
JAKARTA - Menjelang Lebaran tentu semua pekerja mengharapkan mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Namun, pandemi Covid-19 membuat banyak perusahaan dalam kondisi yang tak baik sehingga mengakibatkan kesulitan membayar THR.

Untuk mengatasi itu, Ida Fauziyah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19. Intinya, pemerintah meminta ada dialog antara perusahaan dan pekerja ketika perusahaan tidak sanggup membayar THR. Opsinya, pembayaran bisa bertahap dan ditunda sampai waktu yang disepakati.

"Saya menilai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan itu baik dan bisa dijadikan acuan bagi perusahaan dan pekerja (serikat pekerja-SP) untuk pembayaran THR ini. Pihak pengusaha dan SP harus memiliki pengertian yang sama dalam kondisi Covid-19 ini," ujar Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar, Jumat (8/5/2020).



Timboel mengharapkan perusahaan yang sehat harus tetap membayar THR. Jangan memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk tidak membayar THR. Sedangkan, perusahaan yang cash flow-nya tidak baik harus melakukan dialog dengan pekerja untuk mencari solusi.

"Pekerja atau SP jangan juga menolak ajakan komunikasi ini, dengan tetap mengatakan 'pokoknya harus bayar sesuai regulasi'. Dalam kondisi pandemi ini harus ada pengertian dari kedua belah pihak agar proses produksi tetap berjalan dan pekerja tetap bisa bekerja," terang Timboel.

THR memang hak pekerja. Itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 Tentang THR, pekerja berhak mendapatkan satu bulan gaji. Sementara, yang belum satu bekerja memperoleh THR secara proporsional.

Pekerja tetap dan kontrak yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) 30 hari sebelum Lebaran juga berhak memperoleh THR. Kondisi perekonomian saat ini yang memburuk sehingga besar kemungkinan banyak yang mengajukan pola cicilan atau penundaan.

Timboel mencontohkan, jika sampai H-7 perusahaan hanya mampu membayar 60 persen, makanya sisanya dibayarkan pada bulan berikutnya. Semuanya harus tertulis dalam perjanjian bersama yang mengikat kedua belah pihak. "Item-item apa saja yang disepakati harus jelas," ucapnya. (Baca Juga: WNI Alami Perbudakan di Kapal China, DPR Minta BP2MI Proaktif Mendata Pekerja Migran).

Dia mengatakan, pemerintah berencana memberikan insentif kepada perusahaan, seperti pinjaman lunak untuk modal kerja. Hal tersebut diharapkan bisa menggerakkan roda produksi sehingga perusahaan dapat menyelesaikan kewajibannya kepada pekerja.

"Relaksasi iuran Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian sebesar 90% (jadi hanya membayar 10%) selama 3 bulan dan dapat ditambah 3 bulan. Selain itu, penundaan pembayaran iuran jaminan pensiun bisa mendukung cash flow perusahaan untuk membayar THR pekerja," pungkasnya. ( ).
(zik)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More